Bab 4 - Pertolongan Kecil

Sekelompok orang tengah berjalan cepat. Salah satu darinya paling wibawa menggandeng seorang gadis berwajah sendu yang tampak susah payah menghentakkan kaki menyesuai langkah lebar si lelaki. Seperti ada masalah dengan kedua kakinya. Sementara di belakang ada wartawan yang sigap mengejar.

"Januar dan gadis kampung itu! Mereka disorot oleh kelompok wartawan hanya gara-gara insiden kecil yang berawal dari kesalahan kita."

"Apa hubungannya?" decaknya malas. Edel tersenyum licik.

"Sementara gadis itu, dia anak yang kau cari selama ini." Mata Lusia membelalak lebar.

"Jadi sebenarnya aku baru saja menampar putri dari musuh bebuyutanku?" Edel mengangguk yakin. 

"Buka lebar matamu, di sana ada Januar Galaksi! Target kita yang sesungguhnya! Jangan bilang kau lupa, atau kau memang sudah luluh karena cinta buta putri semata wayangmu?" Edel memancing suasana. "Dia yang tergila-gila kepada pemuda sialan itu, bukan?" tukasnya lagi penuh ejekan. Lusia berbalik melengos.

"Aku tidak lupa. Hanya sedang memberinya ruang agar lengah." Lusia menepuk lengan sendiri dalam posisi bersedekap. "Baik, Nyonya. Target dalam sasaran!" Seringai iblis menyertai tindakannya. Edel menimpal dengan seringai yang sama.

"Biduk berlabuh, mampu memisah seribu bahkan sejuta kiambang bertaut!" ucapnya licik.

"Kerja bagus!" puji Lusia.

Sementara itu, di pelataran Adiyasa Group, Januar bergerak pelan namun sigap memboyong tubuh mungil Aya demi mendorongnya masuk ke dalam mobil maroon plat hitam edisi terbatas. Abai pada hiruk pikuk para pemburu berita yang mengitari. Gadis itu tampak panik.

"Tuan, kenapa membawaku pergi? Tolong izinkan Aya pulang bersama keluarga!" pintanya memelas namun tidak mendapat jawaban apapun dari pemuda kaku itu. Malah memandang ke depan dengan santai.

"Jalan!" titahnya kepada Gamma yang sigap di depan kemudi dan diangguk pasti olehnya.

"Tolongg lepaaskan Aya!" rintihnya sendu. "Ini tidak benar!" racaunya semakin membelenggu. Jemari lentik itu sigap menangkup lengan kekar pemuda tersebut, namun pantul tajam dari bola mata yang menggelap justeru mematikan pergerakannya.

"Aya bukan penjahat yang perlu diadili." Gadis itu menarik kembali sepuluh jarinya sambil mematutkan ke depan dan memohon kelonggaran. Tubuhnya kembali terguncang.

"Berhenti berbohong!" tekan Januar. Ia sudah tidak percaya kepada siapapun. "Justeru nada sumbangmu itu yang menjebakku dalam masalah sebesar ini!" tekannya sinis.

"Aya bukan pembohong, Tuan! Ini kebetulan, dan kita bertemu pun tidak sengaja!" balasnya di sela rasa takut yang melangit namun penuh emosi. Entah dari mana ia memiliki keberanian yang tiba-tiba menguar.

"Diam! Atau kubuat kau menyesal seumur hidup!"

"M-mohon, jangan bunuh Aya, Tuan Penjahat! Aya cuma punya papa pekerja keras yang jarang pulang ke rumah dan juga Bi Manis yang sangat menanti kepulangan Aya. Kasihan mereka kalau Aya sampai meninggalkan mereka secepat ini, hu-hu-hu," isaknya tidak peduli. Sementara yang dipanggil Tuan Penjahat sudah nyaris hilang kesabaran.

"Papa, Bibi, tolong Aya dari orang-orang kejam ini, yang bahkan lebih kejam dari mama tiri Aya!" Kali ini ia merasa benar-benar terluka. Isakannya malah semakin menjadi. Tatapan gadis itu mulai nanar di sela tubuh yang kian bergetar dan dunia sekitar menjadi gelap. Namun, sebelumnya ia sempat mendengar beberapa kalimat terlontar begitu saja.

"Sudah kau selidiki siapa dia?"

"Sudah, Tuan! Karyawan paruh waktu Galaksi Group."

"Kenapa bisa nyasar ke panggung dan apa tujuannya?"

"Hanya kesalahan teknis, Tuan."

"Kau yakin itu, Gamma?"

"Yakin, Tuan!"

Selanjutnya ia hanya merasakan sebuah sentuhan bahu kekar yang sigap menahan tubuhnya dari limbung.

Ruang pribadi Apartemen Galaksi, Dokter Adipura tengah memeriksa detak jantung dan tekanan darah gadis berwajah pucat nan sendu di atas kasur king size. Lima menit lalu, ia diundang hadir oleh sahabat sekaligus sepupunya sebagai tamu istimewa demi mengontrol kondisi seorang gadis cantik yang tak sadarkan diri.

“Lakukan perawatan terbaik! Biar cepat siuman,” titah Januar tegas tak berperasaan. Pria satu anak pemilik emosi terstabil sejagat dunia Galaksi ini menanggapinya dengan sangat tenang.

"Apa tadi kalian membiusnya?" Tangannya sigap menyorot pencahayaan ke bola mata si gadis. Kali ini pertanyaan diarahkan kepada Gamma. Pria itu menggeleng. 

“Kami sama sekali tidak membiusnya,” jawabnya mantap sementara Januar tampak melengos kesal. 

"Pertanyaan macam apa itu?" dengusnya sinis. "Kau pikir aku pria cabul?" decaknya lalu memilih meninggalkan ruangan daripada bertahan lebih lama lagi dan terpancing adu mulut dengan sahabat lak nat itu, menurutnya. Dokter Adi, sepupu sekaligus sahabat, sempat melirik singkat lalu kembali konsentrasi pada pekerjaan. Sementara Gamma merasa tidak enak hati dengan situasi mencekam.

Dokter Adi sengaja melepas alat pendeteksi jantung yang menggantung pada lehernya. 

“Gadis ini mengalami syok berat hingga bisa pingsan kapan saja di tengah aktivitas padat. Siklus bulanan ikut mempengaruhi labil dan tidak emosinya." Adipura menerangkan sambil menimbang sesuatu di otak encernya.

"Ada hal lain yang memperngaruhi?" tanya Gamma perhatian. Dokter Adi mengerling waspada.

"Sepertinya dia juga memiliki pembawaan traumatis," lanjutnya kemudian lalu meracik beberapa jenis pil dan menyodorkan kepada Gamma. "Berikan kepada pasien sehabis makan." Gamma menerimanya lalu bergegas keluar dari ruangan bersama Dokter Adipura yang juga tampaknya akan segera berpamit pulang.

Di ruang kerja pribadi, pemuda klimis tengah menghempaskan tubuhnya ke sofa yang melingkari meja. Sorot matanya identik tajam nan beku, bak burung predator yang siap memangsa kapan saja, refleks melirik singkat pada steel yang melingkar di pergelangan tangan berurat timbul. 

"Satu jam dari sekarang. Pastikan gadis itu sudah siuman sebelum si 'Petarung Ulung' datang," ujarnya kepada Sekretaris Gamma yang baru saja datang menemuinya.

"Baik, Tuan."

"Bagaimana keadaannya? Ada kendala?"

"Mulai membaik, Tuan. Hanya masalah siklus bulanan,' terang Gamma jujur. Januar menarik singkat bibirnya.

"Wanita payah." Aura dingin turut menguar di sela ucapannya. Menebar ke seluruh ruangan yang ia tempati. 

"Berikan mapnya."

"Baik, Tuan," balasnya kemudian bergegas meraih beberapa map tersusun rapi di meja kerja.

Menjadi calon orang nomor satu di perusahaan bertaraf dunia, bukanlah hal mudah. Namun, berkat kegigihan pemuda satu ini membuat sang kakek, Dirga Permana memercayakan seluruh tanggung jawab perusahaan kepadanya.

“Bilang ke Nyonya Clara, aku hanya akan menerima jabatan ini jika tidak dipaksa menikah dengan Ratu Ellen.” Pemuda itu menghela napas berat. Tangan maskulinnya sigap menerima berkas penandatanganan yang baru saja disodorkan oleh Gamma.

Kabarnya, ia akan segera diangkat menjadi direktur perusahaan menggantikan sang ayah–Tuan Gala Dirga–yang ingin vakum dari dunia bisnis. Maka oleh sang kakek menunjuk dirinya sebagai calon tunggal dengan persyaratan wajib nikah.

“Bukankah syarat menjadi direktur di Galaksi Group harus memiliki pasangan terlebih dahulu?” Sekretaris Gamma bergumam kecil, lebih tepat bermonolog, namun kenyataan masih terdengar olehnya. 

“Pertanyaan bo doh,” ucapnya datar. Itu sebabnya aku meyuruhmu bernegosiasi agar tiada yang memaksaku mematuhi aturan apapun,” tambahnya semakin menekan. 

Tak heran jika di usia muda dia telah berhasil dilirik menjadi calon dikrektur perusahaan hasil rintisan nenek moyang. Hanya saja status lajang menjadi masalah besar bagi kemajuan karirnya. 

“Ini sudah menjadi kesepakatan bersama, Tuan. Jika anda menginginkan hal lain, maka kita harus menempuh jalur lain pula,” terang Gamma dengan wajah memerah. Boleh dibilang menahan dongkol. Namun ia berupaya sebaik mungkin demi menjaga profesinalisme kerja. 

“Tidak peduli. Apapun caranya, tempuh saja. Aku tidak ingin diatur,” titahnya tak terbantahkan. Sekretaris Gamma mengangguk yakin. Dia tahu apa yang akan dilakukan.

Sementara itu di ujung lantai Apartemen, seorang pemuda gondrong bertampang imut ala Asia-Eropa bergegas mencapai pintu lift yang nyaris tertutup. Menekan tombol naik ke lantai tertinggi gedung berpetak. Melewati beberapa akses rahasia demi secepatnya mencapai ruang privasi. Deru napas memburu melawan sisa detik seakan tak ingin kehilangan kesempatan hingga tubuh menggodanya berhasil menembus pintu terakhir.

 

Bersambung ....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!