Dia Nyonya Lusia. Wanita paruh baya dengan polesan bibir berwarna hitam menampilkan kesan paling berani. Kilat amarah menguar dari sorot netra yang menyala.
"Sini, biar kutunjukkan batasamu!" Satu tamparan keras mendarat di pipinya dan Aya meringis.
"Itu belum seberapa dibanding rasa sakit hati putriku!" geramnya penuh permusuhan. "Kau tahu sedang berhadapan dengan siapa?" Aya menggeleng samar.
"Apa salah Aya, Tante?" desahnya dalam gugup.
"Salahmu adalah," meruncing telunjuk ke dada Aya, "berani menjadi benalu dalam hubungan putriku dengan calon suaminya!" serunya galak dan Aya terperangah.
"Maksud Tante apa? Siapa yang merebut siapa?"
"Jangan pura-pura lugu! Kau baru saja merebut pasangan putriku di atas sana." Lusia menunjuk ke arah panggung.
"I-itu tidak benar! Tante salah paham," sanggahnya panik. Wanita itu tertawa sinis.
"Ratu Ellen dan Tuan Januar Galaksi akan segera menikah!" Bentakannya menggaung, memicu perhatian sekeliling. "Lalu kau sengaja merusak hubungan mereka." Sebagian orang tampak sudah mulai saling berbisik. Mata Aya membulat penuh. Ia baru menyadari satu hal.
'Jadi benar, dia Tuan Galaksi yang diidolakan semua orang?' batinnya membenarkan dugaan yang sebelumnya melintas di kepala. Tidak menyangka akan berhadapan langsung dengan pemimpin besar Galaksi Group di mana selama ini, Kantin Perusahaan besar itu menjadi tempat langganannya menggelar lapak roti, Aya Bakery.
Aya masih memegang pipinya, perih. Nasib sial membawa dia kepada amukan seekor macan betina yang siap memangsa musuh.
"Gadis murahan sepertimu hanya bisa membuat malu keluarga terhormat ini! Gara-gara kau, putriku sekarang jadi bulan-bulanan wartawan!"
"Maaf, Tante salah orang. Aya bukan murahan. " Rasa sakit menjalar di relung hati membuat gadis itu tak kuasa menahan bulir bening yang siap mengucur.
"Cepat minta maaf ke media, atau kau akan tahu akibatnya!" ancam Nyonya Lusia dengan pandangan berapi-api. Amarahnya pun benar-benar menuncak.
Plakkk!
Argh!
"Tamparan kedua untuk membayar rasa malu putriku!" Kali ini lebih keras. "Kita lihat apa kau masih bisa ditolong oleh seseorang, haa?" Tangannya sudah mendorong tubuh Aya hingga terhuyung dan siap terjerembab. Namun seseorang telah lebih dulu menangkup kedua lengan mulusnya.
"Jaga sikap Anda, Nyonya!" Gelegar suara penuh amarah terdengar menyentak dengan rahang mengeras. "Ibu terhormat tidak akan pernah mengemis kepada seorang pria yang dengan tegas menolak cinta putrinya." Seorang berkacamata tebal dan berkumis lebat berucap lantang. Lusia memicing.
"Siapa kau beraninya melawanku?!" balasnya lantang sesaat setelah menyadari ada seorang pria berpenampilan kutu buku muncul menyelamatkan gadis tersebut. Pria itu tertawa sinis.
"Aku, orang yang tidak pernah membiarkan wanita ditindas oleh siapa pun termasuk oleh makhluk sebangsanya," ujarnya menekan. Lusia mendengus marah. Bagaimana mungkin orang asing ini mengetahui perihal cinta putrinya ditolak tegas oleh Januar? Wanita itu memindai sinis penampilan si pria dari atas hingga ke bawah.
"Kenapa? Ada yang aneh di penampilanku, Nyonya?" serangnya tak kalah sinis. Lusia tertawa miring.
"Karena orang kolot sepertimu tidak layak berada di tengah acara sebesar ini," ucapnya memancing amarah, "Pantas saja kau sampai mencampuri urusan pribadi orang lain," ejeknya memancing. Pria itu berbalik menertawakannya.
"Anda yang tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa, Nyonya!" tantangnya sinis. "Gadis ini sudah tak berdaya, tapi anda terus menganiaya."
Menyadarinya, Aya sedari tadi terisak di dalam tangkupan telapak tangan si pria misterius mendadak menarik diri dari sana. Meberanikan diri mengangkat wajah ke atas meski tubuhnya masih bergetar. Instingnya mengatakan seperti mengenal suara dan sorot jernih di balik kacamata tebal dan kumis lebat yang membalut.
"Kau?! Bukannya kau ...." ujarnya ingin menebak, akan tetapi seseorang lain yang entah muncul dari mana tiba-tiba sudah lebih dulu menguasai pergerakannya. Dia bahkan lebih siaga menarik tubuh Aya lalu menekan hingga tetap berada dalam kungkungan posesifnya.
Begitu dekat tak berjarak. Bahkan Aya bisa merasakan debaran jantung di balik jas elitnya. Aura maskulin ikut menguarkan aroma mint sama seperti ia rasa beberapa menit yang lalu. Milik orang pertama yang telah berhasil menenteramkan jiwanya dengan cara berbeda pula.
"Jaga batasanmu, Nyonya Lusia." Kali ini dia benar-benar mengenali dan menghafal pemilik suara datar itu. Januar Galaksi. Membuat pandangannya seketika berkunang. Bahkan jantung dan nadinya ikut berpacu seperti di atas panggung tadi.
"Ah, Nak Januar?" Begitu pun Nyonya Lusia, mendadak gugup mendapati siapa yang hadir. "M-maafkan tante! I-ini tidak seperti yang kau duga," dalihnya membata. Pemuda yang paling disegani banyak orang ini terlanjur menatapnya dengan pandangan gelap.
"Aku tidak akan mengampuni siapa pun berani menyerang orang lain," sahutnya datar. "Apalagi dengan calon istriku!" lanjutnya menekan kata terakhir di kalimatnya.
Sementara itu, sepasang mata jernih dari balik kacamata tebal memandangi wajah Januar dengan tatapan nelangsa. Aya memastikan itu berasal dari pria berkumis tebal yang pertama kali datang menolongnya saat singa betina mengamuk.
"Apa?" Nyonya Lusia terperangah. Tidak percaya mendengar pengakuan refleks dari seorang Januar yang identik menolak perjodohan lantaran menganggap urusan wanita terlalu payah! Lalu malam ini? Wanita itu mencoba menajamkan memori dan pendengarannya, namun hasilnya tetap sama. Januar akan menjadikan seorang gadis asing sebagai calon Nyonya Galaksi di generasi ini.
'Merusak keturunan namanya!'
Batin Nyonya Lusia tiada henti mengumpat kesal di sela langkah gesit. Menghindari perlakuan Januar yang telah mempermalukan dirinya di depan banyak orang.
"Boro-boro meredam opini publik, malah semakin memanas!" umpatnya. Meski di tempat kejadian hanya ada sebagian peserta calon Top Couple dan beberapa kru Adiyasa Couple TV yang melakukan pembenahan.
"Ah! Nyonya Lusia. Apa kabarmu, Jeng?" sapa Nyonya Edel yang kebetulan ia tabrak tanpa sengaja lantaran berjalan sambil marah-marah.
"Sedang tidak baik-baik saja!" balasnya ketus.
"Hai! Apa yang terjadi?"
"Anak sialan itu sudah membunuh harga diriku di depan semua orang!" desisnya kesal sembari mengarahkan telunjuk ke arah Januar.
Edel memindai dan mendapti pemuda itu tengah menggandeng posesif lengan anak tirinya, Aya. Ia pun ikut menggeram.
"Ah, hanya rintangan kecil," desisnya mencoba mengalihkan suasana hati yang mendadak kacau.
"Kita harus bicara, Anggraini." Nyonya Lusia menarik paksa lengan Edel tanpa peduli kalau tindakannya semakin mengundang komentar dari beberapa orang di sekitar.
"Kita ngopi santai dulu, Sist," tawar si licik Edel berupaya menarik lengannya.
"Tak perlu basa-basi! Katakan sekarang! Di mana kau menyembunyikan putrinya Haura?"
"Mana kutahu! Kau cari saja sendiri. Atau bila perlu tanya langsung ke ayahnya."
"Percuma kutugaskan kau masuk ke dalam keluarga bedebah, itu kalau mengurus seorang anak perempuan saja, kau tidak bisa!" cetusnya galak.
"Hhh! Lusia yang baik, tidak segampang kau kira. Ini bukan permainan petak umpet biasa! Gadis kecil itu memiliki segala kekuatan di jalur hukum. Kau tidak akan mendapat apapun dengan melenyapkannya begitu saja. Perlu taktik hebat, besty! Ingat, Ibra belum mati!"
"Aku tidak peduli! Yang terpenting dendamku kepada Haura Mayanti bisa terbalaskan! Jika kau lelet, maka aku yang bertindak."
"Jangan gegabah, Nyonya! Aku bahkan bisa membelot jika kau terus menuntut," ujarnya mengingatkan.
"Sial! Kau mengancamku? Kupastikan bukti serangan Pasar Galaksi akan segera terkuak, dan kau akan membusuk penjara!" balasnya tak mau kalah.
"Tenang! Nyonya Lusia. Tetaplah bermain cantik. Karena gadis malang itu telah berhasil masuk perangkap besarku. Bahkan lebih besar dari sebelumnya." Edel mengerling singkat ke sebuah pergerakan di depan sana.
"Lihat!"
Memaksa si penyuka lipstik hitam pun ikut menoleh dengan mata membulat.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments