Bab. 02. Pergi Ke Ibu Kota

"Rie bangun, bangun sayang....." Panggilan dari dapur memekakkan telinga. Bagaimana tidak? dari awal panggilan itu sangat lembut tetapi lama-kelamaan tak ada ubahnya seperti petir yang menyambar.

Wanita paruh baya yang sedang membereskan perabotan yang kotor sejak tadi mengoceh, mengoceh membangunkan putri tunggalnya tanpa berniat ingin masuk kedalam kamarnya.

Tangan capat itu tak kunjung berhenti, begitu juga mulutnya tak berhenti memanggilkan nama singkat tersebut.

"Ada apa Ma? pagi-pagi sudah bersungut-sungut? malu didengar oleh tetangga." Tiba-tiba pria paruh baya menghampiri dengan di tangannya membawa kantong plastik, lalu meletakkannya di atas meja.

"Itu loh Pa anak gadismu itu. Sejak tadi dibangunkan tapi tak kunjung juga bangun," sahutnya, menjelaskan alasan dia bersungut-sungut tak jelas pagi ini.

Pria yang memiliki hidung mancung tersebut menggelengkan kepala. "Hmm cara Mama membangunkannya bagaimana? apa hanya sekedar memanggil tanpa masuk kedalam kamar?" suaminya sudah menduga jika apa yang dikatakan itu benar.

"Iya Pa karena Mama lagi sibuk. Tetapi suara Mama sudah mengalahkan petir di pagi hari. Bagaimana nanti dia hidup di kota? Mama jadi takut membiarkan putri kita-----"

Usapan di pundak itu membuat ucapannya terhenti. "Ma, putri kita sudah beranjak dewasa. Ini kesempatan dia untuk meraih cita-citanya. Universitas ternama tersebut tidak semua orang bisa masuk, seperti kita orang-orang dikalangan bawah. Mungkin putri kita salah satu yang beruntung. Untuk itu jangan pernah Papa patahkan semangat putri kita." Pungkas suaminya panjang lebar, memberi pengertian agar alasan sang istri tidak mematahkan semangat putri mereka.

Hoamp....

"Ada apa nih?"

Pertanyaan yang tiba-tiba muncul tersebut membuat obrolan dua paruh baya terhenti. Lalu mereka serentak membalikan badan. Menatap gadis dengan penampilan khas bangun tidur. Walaupun berantakan tetapi tak mengubah garis kecantikan di wajahnya, bahkan wajah itu kelihatan imut.

"Cinderella Mama sama Papa sudah bangun?" sindiran halus dilemparkan dari Mama dengan bibir mengerucut.

"Mudahan suatu saat putri Mama sama Papa benar-benar menjadi Cinderella. Amin!" Sahutnya dan mengaminkan sindiran halus tersebut. "Mama masak apa?" sedikit rasa penasaran karena aroma masakan itu menggugah selera.

Mama mendekat, lalu meraih tangan itu dan mengusapnya. "Sayang Mama masak makanan kesukaanmu hari ini. Hari ini adalah terakhir Mama masak untukmu seperti biasanya," ucap Mama dengan mata berkaca-kaca.

"Ya ampun sudah jam berapa ini? Rie benar-benar lupa. Kenapa Mama sama Papa tidak membangunkan Rie?" cicitnya dengan perasaan panik dan sedikit menyalahkan kedua orang tuanya.

Mama menggeleng, ingin sekali membungkam mulut itu. "Kamu saja tidur seperti kerbau. Telinga tetangga saja sudah kesakitan mendengar teriakkan Mama," ucapnya.

"Masih ada waktu sayang. Sebaiknya kamu lekas mandi dan segera makan. Nanti Papa sama Mama ikut mengantar ke stasiun," tutur Papa.

"Baiklah Rie mau bersiap-siap," ucapnya.

*

*

*

Di stasiun kereta api

Sudah 1 jam lamanya keluarga kecil tersebut menunggu keberangkatan kereta api menuju Bandara Gunsan.

Peringatan para penumpang agar segera naik ke gerbong kereta api sesuai tiket masing-masing.

"Sayang jaga dirimu baik-baik. Tempatmu sangatlah jauh. Mama sama Papa hanya dapat mendoakan yang terbaik untukmu. Ingat semua nasehat yang telah kamu dengar," lirih Mama dengan berlinang air mata, sangat sulit bagi hatinya melapangkan dada melepaskan kepergian putri tunggal mereka. Bahkan ini pertama kalinya mereka berpisah selama hidup belasan tahun.

Gadis cantik itupun tak dapat membendung air matanya, kini dua wanita cantik tersebut berpelukan saling terisak. "Mama....." Hanya itu yang dapat dilontarkan, lidahnya seakan keluh.

"Sudah, sudah. Sayang segeralah masuk." Papa mengusap pundak kedua orang yang sangat disayanginya. Bohong jika dia tidak ikut sedih untuk melepaskan putri mereka tetapi demi menjaga hati putri mereka, dia berusaha kuat. "Jaga dirimu baik-baik sayang, jika sudah sampai ketempat tujuan, hubungi kami," imbuhnya berusaha tersenyum.

"Iya Pa, jaga Mama selama Rie pergi. Rie sayang Papa, Mama." Ciuman bertubi-tubi di wajahnya oleh sang Mama membuat bibirnya mengerucut. Mereka mengakhiri karena tidak ingin ketingalan kereta api.

Sebelum masuk gerbong. Gadis cantik ini membalikkan tubuh, melambaikan tangan, pertanda perpisahan.

Lambaian tangan dari kedua orang tuanya tak kuasa air mata itu kembali meluncur di kedua pipinya.

...Bersambung...

Terpopuler

Comments

Shanty Alviani

Shanty Alviani

hadir momm

2022-07-11

0

☣️erfitria👒

☣️erfitria👒

masih nyimk
belum terlalu paham dengan alur ceritanya

2022-07-11

0

❤ Nadia Sari ❤

❤ Nadia Sari ❤

I'm comming thor 😘

2022-07-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!