"Oke suster, aku bisa sampai ke kamar mandi nih dan duduk di kursi ini. Tolong hidupkan shower air hangatnya dan tutupi luka di kakiku biar nggak kena air." ujar Andhini sambil mulai membuka sedikit pakaiannya.
Dengan cekatan Karina melakukan semuanya. Andini bersyukur kemajuannya begitu cepat, memang kehadiran Karina dirasa begitu banyak manfaatnya selain yang utama membantunya juga memberi motivasi dirinya untuk bisa lebih cepat sembuh.
"Suster, tolong keluar aku mau mandi sendiri tapi handuknya dekatkan dulu ya juga piyama mandinya biar aku mudah mengambilnya. Sabunnya yang itu dan itu. jangan jauh-jauh ya takut aku minta bantuan nanti," tutur Andhini pada Karina, yang berdiri tak jauh dari Andhini yang duduk di kursi.
"Nyonya yakin bisa mandi sendiri? nggak apa aku tungguin mandinya pakai kain kayak pakai kemben gitu kalau mau, biar aku nggak khawatir."
"Nggak usah aku bisa sendiri, kalau mandi ada orang lain rasanya gimana ya, nggak enak banget kecuali suamiku sendiri," jawab Karina menunggu Karina keluar kamar mandi.
Karina menyiapkan semuanya dan keluar lalu membereskan tempat tidur yang masih tercium wangi, menyapu pandang ke seluruh isi kamar begitu sempurna kehidupan majikannya dengan segala fasilitas yang ada dan tersedia.
Kamar mandi ada di dalam kamar yang cukup luas, memudahkan segala aktivitas, rumah segede ini dengan kamar tidur ada beberapa di atas dan bawah tapi yang mengisi hanya suami istri belum punya anak.
Begitu berbanding terbalik dengan kehidupannya, buat sekedar berteduh dari panas dan hujan juga cuaca dingin malam hari dirinya tak punya, sampai saat ini hanya menumpang dan mengabdikan hidup bersama adiknya di Panti Asuhan yang sudah seperti rumahnya sendiri.
Karina melipat semua barang mewah Andhini dengan hati-hati, pesan yang selalu Ibu Elyana pesankan yaitu hati-hati dengan segala yang bukan milik kita, tapi harus merawatnya seperti milik kita sendiri, jangan kecewakan kepercayaan orang dan harus menjaga amanah yang di percayakan pada kita.
Andhini mandi begitu lama, mungkin karena ada yang sakit di kakinya, jadi semua serba terhambat. Karina sudah selesai membereskan tempat tidur berdiri saja tak jauh dari pintu kamar mandi, tapi Andhini belum memanggilnya.
"Suster!"
"Ya Nya."
"Aku sudah selesai."
"Ya."
Karina membuka pintu kamar mandi dengan hati-hati, terlihat Andhini sudah berdiri dan sudah mengenakan piyama mandinya berpegangan pada dinding.
Cepet-cepet Karina memegang tangannya dan memapahnya keluar.
"Capek juga ya mandi dalam keadaan menahan sakit, tapi lumayan sedikit kemajuan," ucap Andhini sambil duduk di kursi meja rias.
Mulai menyisir rambutnya, dan bersolek dengan segala kosmetik yang ada di depannya, tentunya dari brand ternama, Karina tak tahu gimana cara pakainya juga kegunaannya di pakai di mana.
Tubuh Andhini begitu terawat dari ujung kaki sampai ujung kepala, melihat tumitnya saja Karina seperti melihat telur ayam kampung.
Sepintas Karina seperti melihat artis sinetron yang wara-wiri dilayar kaca, begitu sempurna kecantikan dan postur tubuh Andhini sesempurna kehidupannya, tak kenyang yang memandang jangankan kaum Adam pasti terpesona, perempuan seperti dirinya juga begitu bangga dan senang melihatnya lama-lama.
Karina juga sebenarnya cantik dengan kulit kuning langsat, bibir tipis begitu ranum belum tersentuh, muka begitu ramah dan cantik, mata hitam alis yang begitu kentara walau tak ber-pensil, tapi karena terlalu tertutup juga tak kena polesan teknologi perawatan kecantikan jadi tampilannya lebih alami.
Karina tersenyum merasa senang dengan kemajuan yang di rasa Andhini walau belum begitu banyak kelihatan.
"Suster, pakaianku ada di kamar atas, ajak Bi Ummah ambil satu tumpuk saja di bagian lemari sisi sama perlengkapannya di sampingnya biar selama aku sakit di simpan di lemari kamar ini saja."
"Baik Nyonya."
Tak lama Bi Ummah sama Karina sudah balik lagi dengan membawa satu tumpuk satu tumpuk pakaian dan perlengkapan lainnya, Bi Ummah membereskan semuanya dan menyusunnya di lemari yang ada di dalam kamar itu.
"Sementara saya berpakaian ajak suster Rina sarapan dulu ya Bi, saya pesan telor setengah matang roti panggang isi selai kacang dan teh hangat ya Bi."
"Baik Nyonya, apa ada yang bisa saya bantu dulu?" jawab Karina memastikan majikannya sudah nyaman duduk di situ.
"Udah cukup, suster sarapan saja dulu."
Bi Ummah mengambil pakaian kotor dari dalam kamar mandi dan membawanya pakai keranjang kebelakang itu bagian dari tugasnya Bi Minah yang pulang kampung, sekarang menjadi tugasnya juga karena Bi Minah belum kembali.
Karina sarapan sama Bi Ummah di meja makan belakang, di situ sudah ada Pak Satpam dan Pak Kebun begitu Bi Ummah memanggilnya. Sebenarnya ada satu lagi Sopir tapi Tuan Radit lagi pengen jalan sendiri sehabis liburannya, jadi sopir standby di kantornya
Karina melewatkan hari pertama kerjanya dengan senang hati banyak mengobrol di sela-sela melayani Andhini berjemur, sarapan dan mengambilkan laptop, juga ponselnya, sampai makan siang dan minum obat rutin. membersihkan luka luar Andhini dan mengoleskan salep.
Tengah hari Karina istirahat sambil makan siang dan sholat Dzuhur saat Andhini terlelap tidur di kamarnya.
Pekerjaan yang sama sekali tidak berat buat Karina tapi dirinya tidak tahu berapa gaji yang akan di terimanya nanti, seberapapun akan Karina simpan sebagai tabungan sekolah adiknya Lila.
Karina telah melewati hampir satu hari kerja di rumah ini, sampai Radit pulang jam empat Andhini menyambut hangat suaminya yang pulang sambil memeluknya dari kursi roda. Andhini sama Karina sedang berjalan-jalan di taman depan di dorong Karina sambil ngobrol.
"Sayang, kelihatan ceria banget hari ini?" sapa Radit sambil mengambil alih kursi roda yang di pegang Karina. Lalu mendorongnya sambil sesekali mencium kepala istrinya.
Radit mengangguk dan tersenyum pada Karina, dan mempersilahkan Karina untuk istirahat.
"Susternya enak lho sayang telaten banget, juga cekatan dalam pekerjaannya sepertinya dia segala bisa."
"Mungkin itu didikan Panti yang dituntut untuk segera bisa dan siap pakai bagi yang memerlukan tenaganya seperti kita ini."
"Sampai bisa mengurut segala Mas, aku tadi mandi pagi walaupun tertatih sudah bisa berjalan dengan dibantu suster awalnya diurut dulu jadi kakiku sekarang tidak terlalu kaku banget."
"Syukurlah kalau lebih baik."
"Ya Mas, tapi lebih senang kalau Mas sudah ada di dekat aku." ucap Andhini manja.
"Aku tahu."
"Mas, tahu apa?"
"Seperti hatiku juga, menginginkan kebersamaan, aku tak bisa hidup tanpa kamu sayang," ucap Radit mencium rambut Andhini sambil berbisik di telinganya.
"Aku juga sama Mas, akan seperti apa hidupku tanpa kamu di sisiku Mas."
"Cepat sembuh ya sayang biar kita bisa saling kangen kangenan lagi."
"Ah Mas Radit bisa aja, sekarang juga kita lagi berdua."
"Tapi aku nggak mau yang darurat."
"Kemarin pagi Mas masih bisa maksa aku walau darurat kan?"
"Iya tapi malah aku takut menyakiti kamu sayang, kita ke kamar saja ya?"
"Aku mau nonton tv sambil nunggu Mas mandi."
"Baiklah sayang, aku mandi dulu nanti kita makan bareng ya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments