"Kak Rina, jadi besok pergi Kak?" ucap Lila pada Karina yang kelihatan lagi membereskan pakaian dan sebagian sudah di masukkan ke tas jinjing besar.
Karina tersenyum berusaha tegar melambaikan tangan pada adiknya, Lila pun menghampirinya.
"Sepertinya jadi Lila sayang, ingat kesepakatan kita ya, "Saling kangen, saling mendo'akan, harus saling kuatkan biar hidup kita berubah." Lila tersenyum teringat tiap sebelum tidur Kakaknya selalu menjejalkan kata-kata penguat dan motivasi itu. Sampai hafal walau makna sebenarnya belum semua Lila fahami.
Lila mengangguk sambil tersenyum, sebatas pengertiannya.
"Ingat selalu kata-kata itu pasti hidup kita akan berubah tidak akan sedih lagi, dan Lila semangat belajar juga Kak Rina semangat bekerja." ucap Karina menguatkan adiknya, sambil memegang kedua bahu Lila.
"Kakak perginya kapan?" tanya Lila.
"Besok sayang."
"Kakak jangan lupa kasih khabar sama Bu Elyana, biar Lila bisa bicara sama Kakak nanti ya." ucap Lila kedengaran seperti pesan di telinga Karina.
"Tentu Lila, bahkan kalau Kakak di kasih libur pasti akan menyempatkan pulang ke Panti ini, menengok Lila dan teman yang lainnya juga Bu Elyana, Bu Aisyah dan Mang Ujang semua itu sudah seperti keluarga kita."
"Iya Kak, terimakasih. Lila do'akan selalu Kakak di beri kelancaran kerjanya."
Karina tak menjawab, hanya mengangguk dan memeluk adiknya, dengan perasaan sesak dalam dadanya.
Terbayang wajah Ibunya yang selama hidupnya penuh perjuangan, membesarkan mereka berdua, menyambung hidup bekerja tanpa memperlihatkan rasa capek yang menderanya, Karina gadis kecil waktu itu telah mengerti akan kesulitan orang tuanya, bekerja semampunya meringankan beban orang tuanya dengan melakukan pekerjaan di rumah yang dirinya mampu, tanpa membebankan kembali kepada Ibunya yang pontang-panting menyambung hidup dengan mengandalkan tenaga serabutannya, akhirnya Ibunya kalah dengan penyakit lambung akut yang dideritanya, menyerah pada keadaan menitipkan adik kecilnya Lila pada Karina yang masa itu belum cukup umur untuk bisa bekerja menjadi tumpuan hidup adiknya.
Ibunya meninggal tanpa meninggalkan apa-apa selain kesedihan dan trauma di hati Karina dan adiknya Lila, juga hutang ke warung yang di ikhlaskan karena melihat keadaannya begitu memprihatinkan.
Pemulasaraan jenazah Ibunya di serahkan pada badan sosial, semua itu bagai mata pisau yang menghujam di hati Karina, menyisakan sakit kehilangan, trauma dan semangat berjuang dalam hatinya. Karena faktor keadaan dan kemiskinan semua di telan nya karena itu fakta keadaan keluarganya. Begitu tak terbayangkan gadis kecil seperti Karina yang lagi senang-senangnya punya dunia sendiri main ke sana kemari bersama teman sebaya, bersekolah ceria menuntut ilmu, tapi Karina sudah di bebankan seorang adik, mau tidak mau menjadi tanggungjawabnya. Karina mengusap airmata tak ingin terlihat rapuh di mata adiknya.
Karina waktu itu kelas dua SMA dan karena kebijakan Panti bisa meneruskan sekolah paket C, Ibu Elyana melihat potensi yang di miliki Karina yang datang ke panti sudah memiliki dasar pendidikan, melihat prestasi Karina yang begitu baik merasa sayang kalau sampai tak punya sertifikat kelulusan.
"Malam ini kita masih tidur bareng, ingat! jangan sedih karena kedepannya kita akan bahagia, percaya sama Kakak karena hari juga tak selalu siang akan ada malam dan kita juga tak selalu dalam keadaan sedih, pasti akan datang bahagia pada kita, Kakak akan menjemput bahagia itu, kamu sabar, baik-baik di sini, do'akan Kakak dan rajin belajar." selalu itu dan itu yang di pesankan Karina pada adiknya Lila, selalu merasa tak cukup apa yang di ucapkan dan di nasehat kan mengiringi kecemasannya, tapi Karina menyadari Lila harus bertahap memahami semuanya.
"Pasti Kak. Kita kangen kangenan dulu malam ini."
******
Tak bisa di pungkiri berat terasa hati kakak adik itu saat berpisah, keduanya berpisah dengan menekan perasaan masing-masing, hanya pelukan tanpa ucapan yang mereka lakukan, yang mereka rasakan lebih dari satu kesedihan walau tak sesedih di tinggal orangtua meninggal, karena mereka masih punya harapan untuk bertemu kembali.
Karina tak ingin larut dalan kesedihan dan melihat wajah polos adiknya, cepat-cepat naik ke mobil, Karina diantar Mang Ujang ke pusat kota Kembang menuju satu rumah besar yang membutuhkan tenaganya.
"Mang Ujang, titip Lila ya Mang," ucap Karina memecah kesunyian diantara deru suara mobil yang Karina tumpangi.
"Iya Neng. Jangan khawatir Neng Rina juga tahu semua pengurus Panti begitu baik, juga Neng Lila nya juga anak pintar pasti cepet bisa menyesuaikan, anak-anak banyak kegiatan, bermain, capai, tidur, tahu-tahu nanti gede aja, Neng Rina juga nanti sukses aja," jawab Mang Ujang sambil melirik Karina di sampingnya.
"Aamiin Mang, tapi aku pertama kali berpisah sama adikku, terasa berat rasanya, mungkin karena rasa sayang yang berlebihan aku curahkan pada Lila, menjadikan aku tak percaya tapi Lila juga harus mandiri tak selamanya bergantung pada siapapun." Ucapan Karina seperti mengingatkan dirinya sendiri mau tidak mau semua harus di mulai berubah dari dirinya, dan pengorbanan harus di mulai.
"Iya Neng, semua ada prosesnya kalau menuruti kata hati terus tak akan maju-maju." Kata-kata Mang Ujang memang tak ada salahnya.
"Dulu aku sempat merasa benci pada Bu Elyana saat aku di tawari Lila akan ada yang mengadopsi, itu baru penawaran tapi aku menolaknya mentah-mentah, tapi kalau di pikir sekarang, itu mungkin akan lebih baik buat masa depannya Lila, pendidikannya terjamin, kehidupannya tak akan kekurangan, tapi rasa sayang dan tanggungjawab ku melebihi segalanya. Aku merasa tak rela Lila dalam asuhan orang lain, walau aku sadari aku belum mampu apa-apa belum mampu memberikan jaminan untuk Lila adikku." ucap Karina dengan nada sedih.
"Itu biasa Neng, hubungan saudara tak bisa di lepaskan dari perasaan," sahut Mang Ujang sambil mengoper gigi kendaraannya.
"Mang Ujang sudah paham rumah tempat aku akan bekerja?" ucap Karina mengakhiri topik pembicaraan soal kehidupannya.
"Kawasan elite itu semua orang pasti tahu, tinggal cari bloknya dan nomor rumahnya, Neng Rina beruntung bisa tinggal di rumah yang rata-rata hanya pengusaha sukses dan pejabat tingkat eselon tinggi yang bisa tinggal di sini." ucap Mang Ujang menimbulkan penasaran di hati Karina.
"Aku hanya akan jadi perawat di rumah itu Mang, itu referensinya. Merawat orang sakit selagi aku kepakai, bukan untuk menikmati semua kemewahannya, itu juga selagi aku cocok dengan mereka dan kerjaku yang standar pendidikan ini kepakai." jawab Karina merasa belum percaya diri dengan mampuannya yang hanya pelatihan di Panti saja.
Karina akan berusaha kerja sebaik mungkin apapun yang akan terjadi, hanya gaji bulanan yang akan menjadi motivasi kebahagiaannya, tak akan diambil sedikit juga kecuali untuk urusan penting.
'Seperti apa majikannya nanti? siapa yang sakit dan perlu perawatan? semoga ini awal perubahan jalan hidupku.'
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments
Dwisya12Aurizra
apa rina bekerja di rumah Raditya thor
2022-07-11
1