"Mas aku capek, istirahat dulu ya!"
"Katanya mau renang? Apa nanti saja renangnya?" teriak Radit dari dapur.
Raditya melirik istrinya yang tak menjawab, juga tak kelihatan karena sudah masuk ke kamar, Radit kebagian membersihkan dan membereskan dapur setelah mereka eksperimen memasak dan hasilnya sudah mereka cicipi bersama.
Sebenarnya sangat seru memasak dan memakan hasil olahan mereka walaupun rasanya begitu aneh, bisa dimaklumi Radit dan Andhini datang dari keluarga yang berkecukupan dan bisa dibilang lebih di atas rata-rata tidak ada keterampilan bagi mereka dalam memasak karena kehidupan mereka dari kecil biasa dilayani.
Setelah menikah pun mereka sibuk dan tenggelam dengan dunia kerja, di perusahaan yang telah orang tua mereka persiapkan buat masa depannya, di rumah juga mereka cukup dilayani sama ART atau bila bosan makanan di rumah, mereka tinggal pijit tombol ponsel makanan akan datang, atau mereka pergi ke tempat-tempat yang mereka suka.
"Sayang, kok malah tiduran? apa kamu kecapekan?" Radit mendekat maksud mau merayu atau mengajak istrinya berenang biar ceria kembali.
Radit membalikan badan istrinya yang membelakanginya, dan berniat menciumnya.
"Lho kok malah nangis sayang, kenapa?"
Andhini memeluk suaminya dan menangis tumpah dalam dekapan Raditya.
"Aku takut Mas, aku takut kehilangan Mas Radit, aku mencintai kamu Mas," ucap Andhini dalam isak pilunya.
"Hai, hai, ada apa ini? iya sayang. Aku tahu kita saling cinta lantas apa masalahnya?"
"Aku tak ingin mengecewakan Mas Radit, keluarga Mas juga orang tuaku, tapi kenapa sampai saat ini aku belum hamil Mas?" ucap Andhini di sela-sela isakan sambil tersedu.
"Ya ampun sayang, semua itu bukan kuasa kita, kita hanya berusaha dan berdo'a hasilnya Yang Maha Kuasa yang menentukan."
"Aku mau anak Mas!"
"Iya, sabar. Kalau yang Maha Kuasa sudah menentukan semua akan begitu mudah."
"Tapi Mas Radit akan tetap mencintaiku? seandainya aku sampai tidak memiliki anak?"
"Ssst … jangan berkata seperti itu, jangan berprasangka buruk terhadap takdir lebih baik kita berbaik sangka, untuk membesarkan hati kita," ucap Radit membesarkan hati dan bijaksana menenangkan hati istrinya.
Radit juga begitu sedih hatinya tapi lebih bisa menyembunyikan semua perasaannya. Dengan mengusap air mata istrinya Radit memeluk Andhini sambil mencium kepalanya berkali-kali.
"Aku juga sayang kamu, aku sudah tak berpikir apa-apa lagi, memiliki kamu adalah kebahagiaan buatku sayang, aku sungguh bahagia bisa di cintai dan mencintaimu, Aku nggak mau kamu berpikir seperti itu kita di satukan dalam janji suci pernikahan, tak ada yang bisa memisahkan kita, jangan pupuk kesedihanmu sendiri." Ucapan Radit membesarkan dan menghibur Andhini yang lagi bersedih.
"Aku begitu takut Mas."
"Takut apa? sudahlah sayang ada aku suamimu, semua masalah kita hadapi bersama."
"Apa aku terlalu berlebihan jika menginginkan seorang anak Mas?" tutur Andhini dalam diam, seperti gumaman yang terputus.
"Tidak sayang, semua orang boleh berharap dan berhak berkeinginan, tapi semua ada yang mengatur kehidupan dan langkah kita, kita harus pandai mencari hikmah dari semuanya, sabar ya sayang lepaskanlah semua beban pikiranmu jangan sampai keinginan itu membuat kita terperosok dalam keterpurukan." Raditya mengusap kepala Andhini dan menenggelamkannya dalam dadanya.
Perih rasa hati Raditya, mulai sekarang mungkin harus lebih di seriuskan lagi ikhtiar dan mencari solusi dari permasalahan yang mereka hadapi, kelihatan istrinya begitu serius dengan keinginannya.
Sakit rasanya hati Raditya setiap istrinya berkata menginginkan anak, membahas masalah anak, bahkan terkadang Andhini cerita soal temannya Erika yang kesana kemari menuntun anaknya yang begitu mungil lucu dan cantik Jeanny yang sudah fasih bicara.
Setiap habis cerita Andhini langsung menangis, dan mood-nya turun seakan terkena tohokan dan baper berat, menjadikan itu seakan kesalahan dirinya.
Kejadian itu berulang dan berulang, akhir-akhir ini dan sekarang mereka lagi liburan juga bukan kebahagiaan yang mereka nikmati tapi Andhini semakin memperlihatkan keinginannya memiliki anak.
Terkadang dalam do'a dan khayalnya begitu tak masuk akal, Andhini menginginkan menemukan sesosok bayi yang di buang ibunya, atau seperti apalah sehingga dirinya bisa mengasuh me-nina bobokan bayi itu dan bayi itu menjadi anggota keluarganya, atau mengadopsi seorang bayi yang masih merah dan kelak anak itu akan memanggilnya Mama dan Papa pada Andhini dan suaminya.
Terkadang khayalan yang tak masuk akal hinggap dalam pikiran kosong Andhini saat sendiri, menjadikan Andhini malas melakukan apapun kalau sudah begitu.
Untuk apa bekerja menumpuk harta yang sudah tak ternilai? aset orangtuanya begitu tak terhitung, uang deposito, dan tabungan di beberapa bank tak menjamin kebahagiaan dan mengobati kerinduannya akan sosok bayi mungil dari rahim buah cinta pernikahannya dengan Mas Radit.
Andini seakan frustasi dengan keadaan dirinya. Penantian selama empat tahun lebih pernikahannya sampai saat ini tetap belum membuahkan kehamilan yang sangat di tunggunya, terkadang kata orang jangan di ingat-ingat tapi mana mungkin tak akan ingat, setiap mandi selalu mengusap perutnya yang tetap rata, setiap habis melakukan hubungan suami istri berharap kali ini yang jadi, tapi semua kandas saat bulan berikutnya datang bulan lagi.
"Mas, aku mau pulang saja," gumam lirih Andhini masih dalam pelukan Raditya.
"Sayang? kita baru dua hari di sini. Rencana kita kan satu minggu, serius mau pulang? jawab Radit, tak seperti biasanya kali ini Andhini meminta pulang lebih awal, seakan batal saja liburan mereka.
"Aku merasa nggak enak badan Mas, aku mau di rumah kita saja."
"Baiklah sayang, kalau kamu mau pulang sore ini juga kita pulang, biasanya kamu yang ngotot lebih lama tinggal di sini, tempat favorit kamu. Apalagi setelah kita menikah kita selalu menghabiskan waktu dan bercinta di sini." senyum Radit tak membuat Andhini tersenyum juga, hanya sungging kecil sekedar membalas senyuman suaminya.
"Apa kita ganti suasana, kita teruskan liburannya tetapi pada tempat yang belum pernah kita jejaki misal ke pantai, sepertinya asik bagaimana?" Radit begitu ingin merubah suasana hati Istrinya dan mengajaknya pada hal yang baru dan keluar dari kebiasaan rutinitas kesibukan mereka sehari-hari.
Andhini kelihatan berpikir, lama tak memberi jawaban dari ajakan suaminya.
Apa salahnya mereka mencoba hal yang baru mungkin akan mengasyikan dan melupakan masalah mereka.
"Boleh Mas, kita ke pantai saja aku ingin menghirup udara pantai, dan merasakan dinginnya tiupan angin di malam hari."
"Gitu dong sayang, kalau begitu kita berkemas sekarang, kamu mulai dari pakaian dan peralatan lainnya aku kasih tahu penjaga villa ini kalau kita akan pulang sore ini."
Andhini tersenyum, saat Raditya memeluk dan menciumnya, selalu ada keceriaan dan kehangatan juga kenyamanan saat mereka dekat.
"Aku belum puas rasanya bikin kusut seprai di sini sayang," bisik Radit di telinga istrinya.
"Aaaah ... Mas Radit itu aja yang diinginkannya, di sana juga nanti bisa!"
"Tapi di sana lain lagi sayang."
"Ayo kita lakukan dulu di sini, kalau Mas Radit menginginkannya."
"Serius sayang?"
"Kapanpun Mas Radit menginginkannya boleh saja, kan itu selalu ucapan aku Mas, saat Mas menginginkannya!"
"Hahaha ... iya aku tidak lupa, itu kata-kata selalu kamu ucapkan dari awal pernikahan kita, makasih sayang."
Mereka mengakhiri liburan di villa keluarga Andhini dengan saling memberi dan menerima, Jauh di sudut hati keduanya tersimpan harapan yang berarti.
Mereka berpelukan penuh perasaan saat usai melepas kenikmatan, Radit mengusap peluh yang membasahi kening Andhini, mencium kepala dan rambutnya dengan perasaan berjuta sayang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments