"Bi Ummah, berapa lama kerja di sini?" ucap Karina sambil mereka duduk di kursi ruangan santai di taman belakang, Bi Ummah menyuguhkan teh manis hangat pada Karina dengan kue hasil kreasinya.
"Bibi sudah sejak awal Nyonya menikah dengan Tuan Radit, lebih dari empat tahun. Karena orang tua bibi mengabdi juga di orangtuanya Nyonya Andhini, dulu Ibunya bibi sama mengabdi di keluarga Nyonya Andhini keluarga Tuan Suryadilaga selama belasan tahun sampai Ibuku meninggal, hubungan yang cocok berlanjut saat Nyonya menikah meminta Bibi mendampinginya sampai sekarang."
Karina mengangguk, sepertinya majikan yang baik.
"Bibi meninggalkan anak sudah gede di rumah dan suami yang bekerja juga, Bibi pulang tiap hari Sabtu, kerja di sini tak begitu capek cuma nggak ada teman ngobrol saja karena satu lagi yang membantu Bibi di sini lagi pulang kampung ada keperluan keluarga, ada dua orang yang membantu di rumah ini. Bibi masak sama bantu beres-beres, Bi Minah nyuci gosok sama beres-beres juga, selain satpam dan tukang kebun. Tahu sendiri rumah segede ini walau jarang ke injak tetap saja harus di bersihkan juga ada dua lantai."
"Berarti Bibi sudah kenal banget keluarga Nyonya?" tanya Karina sambil mencomot kue bikinan Bi Ummah.
"Bukan kenal lagi, dari kecilnya Nyonya saya sudah tahu karena suka ikut Ibu yang kerja di keluarga Suryadilaga, kebaikan keluarganya tak di ragukan lagi pada siapapun makanya Bibi betah di sini. Gajinya lebih dari cukup makanya Bibi betah dan bertahan lama di sini walaupun hati bertolak belakang karena meninggalkan keluarga tapi karena anak sudah besar
mau lulus SMA dan suami juga kerja mereka sudah pada mandiri, soal makan mereka bisa mengurus diri masing-masing, juga kadang masih bisa beli banyak makanan jadi, kalau pulang Bibi belanjin ke pasar di simpan di kulkas awet buat beberapa hari, cuma kebaikan mereka ada saja cobaannya, Nyonya sama Tuan belum di karuniai anak itu yang sangat sedih, aku selalu berdo'a semoga mereka cepat di beri keturunan."
Karina tertegun mendengar penuturan Bi Ummah tentang sakelumit cerita tentang majikan barunya, berbagai cobaan setiap manusia beda-beda, ada yang begitu banyak anak dimudahkan memiliki anak tetapi dalam hal ekonomi mereka kekurangan bahkan kesulitan, dan ada juga yang dimudahkan dalam segi ekonomi dan usaha tapi sulit untuk mendapatkan anak itulah kehidupan dengan segala permasalahannya.
"Semoga saja Nyonya dan Tuan cepat di beri keturunan Bi," jawab Karina merasa simpatik dan ikut prihatin.
"Iya suster, sekarang malah Nyonya kecelakaan, kata Tuan lagi poto-poto di pantai mungkin naik ke undakan yang agak tinggi Nyonya kepleset, belum di kasih tahu pada orangtuanya juga mertuanya takut bikin mereka khawatir Nyonya melarangnya."
"Bi, apa Nyonya sehari-harinya kerja juga seperti Tuan?"
"Iya sus, Nyonya itu anak tunggal pewaris bisnis keluarga Surya Group, orangtuanya juga besannya sama-sama pengusaha Nasional, yang punya mini market se-Indonesia dengan Nama Surya itu punya keluarga Suryadilaga, ya ini anaknya Nyonya Andhini Maharani Suryadilaga."
Karina melongo saja mendengar cerita Bi Ummah.
"Kalau Tuan Raditya orang tuanya sama punya kerajaan bisnis keluarga, usaha di bidang supermarket juga yaitu Subrata Group, Tuan punya adik dua bersaudara laki-laki, tuan muda Rahadian masih kuliah di luar negeri, memang seperti sudah digariskan kalau orang kaya jodohnya juga orang kaya. Orang berada jodohnya juga tidak main-main orang yang punya segalanya karena mungkin pergaulan mereka juga lingkungan yang menentukan."
"Ayo di minum suster, kuenya juga cicip lagi, tahu enak apa nggak nya sepertinya gagal itu kurang lembut, jadi saya malu kalau harus nawarin sama Nyonya juga Tuan walaupun mereka suka antusias kalau saya bikin apa-apa, mereka suka nyicip walau sedikit."
"Iya Bi, enak kok. Aku juga senang yang namanya masak dan mau belajar apapun."
"Kamu masih muda, usia berapa? sudah mau kerja apa tidak lebih baik kuliah atau kursus seperti kebanyakan anak lainnya suster?" tanya Bi Ummah sambil menyimpan kembali gelas minumnya.
"Panjang ceritanya Bi, kisah hidup saya terlalu pahit dan berliku jika diceritakan, mungkin tidak akan selesai dalam satu obrolan saja memerlukan waktu panjang untuk mengulur perjalanan kisah hidup saya sampai bisa berada di sini," sahut Karina.
"Nggak apa-apa cerita kalau ada waktu saja, semua orang punya kisah perjalanan hidup, pahit manis suka duka, dan juga senang bahagia, orang hidup dengan kisahnya sendiri suster."
Karina tersenyum dan mengangguk, mulai merasa betah tinggal di sini walau baru beberapa jam.
"Eh suster, kelihatan Nyonya di kursi roda di dorong Tuan habis mandi tuh, mau santai di teras coba samperin dan temenin takut Tuan mau sarapan dan minta sesuatu biar saya yang samperin Tuan."
"Oh iya Bi, mari aku ke depan dulu."
Karina bangkit dan menghampiri Andhini yang lagi mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil.
Andhini tersenyum melihat antusias Karina menghampirinya tanpa di pinta, kelihatan seperti nggak enak di suruh istirahat dulu.
"Nyonya, sebelah kanan ya kakinya yang luka itu?" tanya Karina sambil meneliti kaki Nyonya barunya. Merendahkan dirinya dengan duduk dengkul di ke lantaikan di hadapan Andhini."
"Eh suster jangan bersimpuh begitu, ambil kursi itu nggak boleh begitu duduk sejajar sama saya."
Karina manut mengambil kursi teras menggesernya dan duduk di samping agak berjarak dengan Andhini.
"Berapa hari dari kejadian itu Nyonya?" tanya Karina.
"Tiga hari, tapi sakitnya masih ampun apalagi di engkel pergelangan kaki itu."
Iya sabar Nyonya, kesembuhan ada prosesnya. Kalau luka luar mulai agak kering kalau nanti masa penyembuhan merasa gatal kita kompres pakai air hangat untuk meredam gatal dan rasa ingin menggaruk."
"Enak kedengarannya sus."
"Biasanya begitu, lalu keringkan dan kasih salep pasti cepet sembuhnya."
"Semoga saja sus, tadinya keseleo engkel pergelangan kaki mau di urut tapi saya nggak tahan sakit karena ada luka luarnya, makanya biar sembuh salah satunya dulu." .
"Harusnya pas kejadian langsung di urut Nyonya, luka masih terasa baal jadi nggak begitu berasa hanya pasti membetulkan keseleo pasti sakit banget nggak lama kok kalau sama ahlinya, jadi nggak bengkak begini, nanti pasti sembuhnya bareng." tutur Karina mengomentari luka Andhini.
Iya, ya. Tapi kami panik boro-boro ingat tukang urut waktu kejadian karena mungkin Mas Radit panik melihat darah memenuhi betis saya waktu itu, jadi yang kami pikirkan hanya rumah sakit saja kalau diurut secara tradisional tidak akan bengkak seperti ini mungkin."
"Bengkak pasti aja Nyonya, tapi nggak begitu parah, nanti kalau luka luarnya mulai kering dan berangsur membaik pelan-pelan saya akan mengembalikan fungsi engkel ke posisi semula secara perlahan."
"Suster bisa?"
"Di Panti segala di ajarkan Nyonya walau belum begitu mahir, tapi aku akan berusaha membuat orang sakit menjadi nyaman."
"Baiklah suster, aku senang mendengarnya. Tolong dorong kursi ku ke dalam aku mau minum."
Karina mengangguk sambil membalikkan kursi roda Andhini mendorongnya perlahan masuk ke dalam.
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments