"Akhirnya selesai juga Mas, tinggal pamitan untuk terakhir kalinya sama Ibu, Bapak, kalaupun mereka tak ikut mengantar juga tak apa-apa aku tak tega melihat wajah Ibu yang selalu sedih saat mengingat kita akan jauh dari mereka," ucap Andhini masih duduk di meja kerjanya.
"Namanya juga orangtua sayang, kekhawatiran mereka begitu beralasan, keluarga kita sama kekurangan saudara jadi mereka pasti berat melepas kita," jawab Radit duduk di sofa ruangan kantor istrinya, menyandarkan tubuhnya begitu nikmat.
"Aku juga sudah selesai pelimpahan segala urusan di kantor, menitipkan suster Karina sama Pak Budi semoga mereka bisa kerjasama dan Karina bisa di andalkan, kelihatannya dia pintar mungkin perlu adaptasi saja." timpal Andhini lagi tangannya tetap membereskan segala yang ada di mejanya yang hampir bersih di masukin lemari, berkas dan file-file yang dianggap penting semua sudah masuk lemari.
"Apa kamu punya tujuan lain pada teman barumu perawat itu sayang? maksudnya kamu kok begitu perhatian banget?" selidik Radit menatap wajah cantik Andhini.
"Aku melihat potensi kemampuannya Mas, apa salahnya kita memajukan seseorang, entah kenapa aku merasa cocok dan dekat sama dia, ngobrol begitu nyambung terasa begitu hidup saja." jawab Andhini kalem.
"Kamu mencetak dia biar bisa jadi asisten kamu begitu?"
"Mungkin, tapi sampai saat ini biar dia pengalaman dulu aku sudah wanti-wanti sama Pak Budi biar dia bisa dan mengerti pekerjaan, makanya aku suruh tinggal di sini biar menemani Bi Ummah, tak usah sewa tempat tinggal atau kost jadi merasa tidak terbebani di awal-awal kerja."
"Jangan-jangan nanti kamu ingin membawanya juga ke Australia ya?"
"Mungkin juga, banyak sesuatu yang tak kita duga, semua bisa saja terjadi kita butuh orang yang bisa kita percaya apa salahnya kita siapkan segalanya."
"Intuisi kamu itu bagus sayang, tak seperti aku malas mendalami karakter orang."
" Hehehe ... Mas bisa saja, ngomong-ngomong Mas jemput aku kan ke sini?" ujar Andhini sambil duduk di sofa samping suaminya, melihat sekeliling kantornya yang tiap hari dirinya berkantor di sini menghabiskan waktu sambil menunggu Mas Radit menjemputnya atau dirinya yang keluar kantor mencari suaminya lalu jalan ke mana mencari segala yang mereka suka.
Kantor ini akan di biarkan kosong tanpa ada yang mengisi, karena Andhini akan tetap menduduki jabatannya walau dari jauh.
Begitu juga Raditya berharap semoga adiknya Rahadian bisa cepat selesai kuliahnya yang sekarang ada di luar negeri biar bisa membantunya memantau dan mengurus semua usahanya, juga usaha keluarganya.
Walau berat rasa Raditya meninggalkan tanah air, keluarga dan perusahaannya tapi dirinya harus mendukung kemauan istrinya, saling menghargai dan mengikuti keinginannya terlebih untuk bisa checkup rutin di rumahsakit terkenal di Australia, mengikuti semua keinginan istrinya adalah satu kewajiban selama itu untuk kebaikan.
"Sekarang suster Karina di mana?" tanya Radit, yang sebenarnya dirinya belum begitu jelas melihat pribadi dan karakternya, apalagi jelas melihat raut mukanya, paling bertemu selintas saja saat ada di rumahnya mengurus keperluan istrinya.
"Masih di ruangan Pak Budi biar di beri pengarahan dulu dan di kenalkan awal tugasnya, aku ingin dia punya kemampuan mengurus administrasi dan bisa merapihkan semua pembukuan, jadi aku bisa memantau dan bertanya langsung sama dia nanti."
"Oke, semua kerjaan aku juga selesai, kemarin aku bertemu sahabatku sayang, dr Fadli SpOG itu, dia masih saja bertanya kenapa nggak lanjutin periksa rutin? katanya." ucap Radit sambil mengusap kepala istrinya.
"Oh ya? Mas pasti malas jawabnya ya kan?"
"Aku jawab aja, tanggung mau pindah ke Australia, eh dia malah antusias mendukung kita banyak yang sukses melakukan ikhtiar di sana katanya."
"Iya Mas, itu salah satu yang membuat aku semangat untuk segera bulan madu penuh harapan di sana nanti."
"Di sini juga kita bisa melakukannya, aku bukan orang yang terpaku pada satu harapan, biarkanlah hati kita bahagia dengan keadaan kita saat ini sayang, aku tidak terbebani dengan semua harapan yang belum saatnya datang buat kita, kebersamaan kita adalah kebahagiaanku itulah yang selalu aku jadikan pegangan."
"Mas tapi aku begitu menginginkannya, dan itu satu kebahagiaan dalam hidupku Mas, seorang anak yang begitu berarti dalam hidupku."
"Iya, sayang makanya aku mendukungmu, tapi harus sabar, kuat dan tegar seandainya semua belum rezeki kita, mungkin di situ kita harus pandai mencari hikmah dari semua masalah yang ada dalam dalam keluarga, juga saat harapan tak seindah kenyataan."
"Iya Mas, aku tetap bersabar tapi ingin maksimal dalam usahaku kali ini."
"Dr Fadli SpOG malah mengatakan pilihan terbaik apalagi tinggal di sana jangan lewatkan kesempatan, sepertinya dia juga ingin memperdalam lagi pendidikan di sana, tapi sebatas wacana katanya, semoga saja jadi kenyataan jadi kita ada teman dekat buat konsultasi."
"Benar Mas, selalu ada jalan terbaik kalau kita ikhlas menjalani semuanya."
"Benar sayang, melihat kamu semangat, gembira aku sudah begitu senang."
"Melihat Mas Radit begitu mendukung keinginanku itu juga kebahagiaan buat aku Mas."
Radit menatap istrinya dengan perasaan berjuta perasaan sayang, mengusap membelai dan memeluknya seakan tak ada bosannya, hidup bersama adalah anugrah bagi terindah bagi mereka. Walaupun berjalannya waktu belum ada buah cinta diantara mereka tapi tetap mensyukuri semuanya.
"Mas, aku merasa terpanggil untuk lebih memberi arti hidup bagi orang lain, aku mulai dari mengangkat kehidupan suster Karina yang hidup bersama adiknya di Panti dari masih kecil, sekecil apapun uluran tangan kita begitu berarti bagi hidup mereka." tutur Andhini sambil menyandarkan kepalanya di sebelah dada suaminya, mereka duduk begitu rapat di sofa ruangannya.
"Selagi itu hal baik aku begitu mendukung sayang, lakukan bagi kebahagiaan jangan hanya buat suster Karina saja sisihkan buat Panti itu, jadilah donatur sekecil apapun yang kita peruntukkan buat kelangsungan berjalannya operasional begitu berarti bagi mereka." tutur Radit begitu bangga akan kebaikan dan budi pekerti istrinya.
"Mas kok baik banget sih? selalu bikin aku tenang dan nyaman."
"Malah orangtuaku bilang untuk harapan, cita-cita juga tolak bala dan musibah mulailah bersedekah rutin, jadi gimana aku nggak mendukung kamu sayang orangtuaku saja begitu menyarankan seperti itu, mungkin mereka telah melakukan jauh-jauh hari dan merasakan manfaatnya."
Andhini asyik ngobrol merasa seperti perpisahan dengan kantor dan ruangan kerja, sambil di selingi ciuman sayang dan usapan suaminya.
Sampai tak sadar pintu di ketuk dari luar mereka asyik berciuman.
Karina mendorong pintu yang tak di tutup rapat, melihat pemandangan Nyonya sama Tuannya yang lagi bermesraan, menutup kembali pintu itu hatinya begitu malu dan mematung di balik pintu.
Andhini menepuk pipi suaminya, lalu berdiri membuka pintu.
"Masuk Rin," ucap Andhini tanpa merasa bersalah.
Dengan malu Karina masuk dan duduk di sofa ujung, Radit membuka ponselnya dan Andhini duduk kembali di tempatnya.
"Gimana sudah perkenalannya Rin?"
"Sudah Nyonya, besok mulai bisa kerja."
"Aku sengaja nggak dampingi kamu biar kamu lebih percaya diri tidak menjadi titipan aku, syukurlah, semangat ya menerima segala instruksi Pak Budi besok."
"Baik Nyonya."
"Sekarang ikut aku, kita pulang bareng Mas Radit, aku masih banyak yang harus di persiapkan untuk keberangkatan lusa."
Iya Nyonya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments