"Karina, kamu kan sudah dewasa, kamu akan Ibu salurkan pada pekerjaan yang telah kamu kuasai dan telah lulus standar panti ini, tidak terlalu rumit tapi punya gaji yang lumayan," ucap Ibu Elyana pada Karina yang di panggilnya sore itu.
Selalu begitu alasan Karina dari kemarin-kemarin, berat rasanya harus berpisah dengan semua isi panti dan yang paling penting dengan adik satu-satunya Lila yang sekarang duduk di bangku SD kelas lima.
Itu dan itu selalu alasan yang Karina utarakan setiap kali Ibu panti asuhan Ibu Elyana memberikan peluang dan menyarankan Karina untuk bisa bekerja di luar panti.
Ibu Elyana ingin tahu alasan Karina kali ini apa masih tetap seperti itu?
"Ibu, bukan aku nggak mau pergi. Merubah nasib dan jalan hidupku ke arah yang lebih baik itu harapanku, tapi gimana Lila tanpa aku sebagai saudara satu-satunya?" jawab Karina memandang Ibu panti yang sudah dianggap Ibu kandungnya selama ini.
"Karina, Ibu yang bertanggung jawab semua di sini, bukan hanya Lila yang sendiri tapi hampir semua anak di panti ini tak punya keluarga, kamu begitu lama mengabdi di sini menjadi pengajar bagi anak-anak yang lain, mengurus keperluan mereka, membantu memasak dan pekerjaan lainnya yang tiada hentinya. Soal adikmu percayakan kepada Ibu, kita sudah kenal bertahun tahun sejak kamu datang kesini, Ibu tidak menemukan satupun yang kurang baik padamu juga adikmu." Ucapan Ibu Elyana selalu di mengerti Karina, tapi begitu sulit untuk di jalani
"Aku begitu ingin memberi yang terbaik dan menjadi orang tua buat adikku, mungkin aku akan pikirkan lagi, dan bicara dulu memberi pengertian sama adikku Lila Bu." Karina mengangguk seperti baru terpikirkan semuanya.
"Memang harus dipikirkan dulu, tapi jangan lupa pikirkan juga masa depan Lila adikmu Karina, bayangkan kalau kamu bisa keluar dari sini bekerja seperti orang lain, Ibu salurkan kamu bekerja pada orang-orang yang membutuhkan tenaga kamu dan mendapat gaji yang layak, kamu bisa menabung untuk masa depan adikmu, kamu bisa membiayai Lila sekolah sebatas kamu mampu dan bisa merubah nasib hidup kalian." Ibu Elyana memandang wajah cantik Karina yang begitu disayanginya.
"Iya Bu, saya mengerti hanya itu saja beban di hatiku, soal adikku yang selalu jadi pertimbangan aku setiap mendapat penawaran bekerja di luar dari Ibu." Jujur Karina memberi alasan pada Ibu Elyana.
"Ibu akan merasa berdosa kalau tetap membiarkan kamu hanya mengurus panti disini mengurus anak-anak yang lain tanpa memberi kesempatan untuk mengenal dunia luar, Ibu sungguh akan menyesal sebelum kamu bisa bekerja dan menerima gaji dengan layak, bisa merencanakan masa depan kamu sendiri dan adikmu. Siapa tahu nanti kamu bertemu jodoh ada laki-laki yang mencintaimu Ibu begitu mendoakan semua yang keluar dari panti ini mendapatkan jalan yang terbaik buat masa depan nya." Semua nasihat dan motivasi dorongan untuk maju begitu dimengerti oleh Karina.
Kali ini hati Karina begitu terpanggil dan mantap untuk mengikuti apa yang disarankan Ibu Elyana dirinya memang harus bekerja keluar. Bahkan bila memungkinkan dirinya harus bisa membesarkan panti ini yang telah begitu berjasa kepada dirinya dan adiknya, menampung sekian tahun dalam naungan panti ini dan kasih sayang orang-orang di dalamnya
"Baiklah Bu mungkin kali ini aku akan serius mempertimbangkan karena Lila juga udah gede sekarang, sudah kelas 5 SD. Sudah aku ajarkan kemandirian mengurus diri sendiri bahkan dia sudah bisa mengajarkan kepada yang lainnya. Semoga dia tidak terpukul dengan kepergian ku nanti, karena mungkin setiap waktu juga aku kalau ada izin dari tempat kerja nanti akan selalu datang menjenguk dia ke sini," jawab Karina merasa lebih yakin.
"Syukurlah Karina, kalau kamu bisa berpikir dengan benar, kapanpun kamu bulat dengan niat baikmu, Ibu akan mencari keluarga yang baik-baik dan bisa menjamin kamu, juga latar belakang dan keterampilan kamu sudah begitu baik Ibu nilai di sini, jadi semoga keberuntungan bersamamu nanti."
"Aamiin semoga, Bu. Saya permisi dulu mau melihat anak-anak dulu takutnya belum pada mandi."
Ibu Elyana mengangguk sambil tersenyum memandang Karina yang begitu sopan saat pamitan, Karina tumbuh menjadi remaja yang cantik dengan menapaki kewajiban tanggung jawab sebagai kakak bagi adiknya dan juga tanggung jawab terhadap adik-adik panti lainnya yang masih memerlukan bimbingan pelajaran dalam segala hal dari orang yang telah dewasa seperti Karina.
Karina pamitan dan permisi dari ruangan pimpinan panti Ibu Elyana, mengontrol adik-adiknya takut sudah sore belum ada yang mandi.
Sudah memastikan semua tugasnya beres, Karina masuk ke kamarnya yang dihuni sama adiknya dan tiga anak panti lainnya.
Karina berpikir dengan keras, memang dirinya yang harus merubah semuanya, masalah Lila Adiknya ada Ibu panti yang begitu baik pada dirinya juga Lila adiknya.
Mata Karina menyapu pandang kamar sempit dan pengap, dengan segala isinya, langit langit kamar dan dinding dingin juga kusam penuh coretan dan curahan hati anak panti.
Kalau bukan aku yang merubahnya semua tak akan berubah, mungkin akan tetap disini dan begini selamanya, selain usia yang berubah merambati jiwa raganya.
Setitik air mata jatuh bergulir dari bola mata Karina, mengingat perjuangannya membawa adiknya Lila yang masih balita keluar dari rumah kontrakan setelah sebulan Ibunya meninggal dunia.
Merasakan perihnya hidup sebatang kara, mencari perlindungan untuk sekedar berteduh dan penawar lapar, Tak banyak barang di kontrakan yang bisa dibawa selain pakaian dan sedikit surat penting data diri mereka.
Karina masih bisa berpikir pintar saat itu, yang dicarinya dan yang terpikirkan di otaknya hanya panti asuhan demi adiknya, Karina akan rela bekerja apapun.
Nasib baik memang berpihak pada mereka, Karina menetap di panti dengan adiknya, mendapat perlindungan dan perhatian dari Ibu panti asuhan begitu membahagiakan hatinya, apalagi saat melihat adiknya bisa tersenyum, Karina semakin betah mengabdikan hidupnya di panti itu.
"Kakak kenapa nangis?" suara kecil Lila di depan pintu mengagetkan Karina.
"Kakak menangis karena bahagia Lila, sini duduk biar Kakak ceritain." Karina menepuk kasur di sebelahnya.
Lila tersenyum dan duduk di samping Karina, begitu ingin mendengar kabar bahagia apa yang akan disampaikan kakaknya.
"Lila, Lila sudah besar sekarang, sudah kelas lima sebentar lagi naik ke kelas enam, Lila mau terus sekolah tidak?" ucap Karina hati-hati.
"Mau Kak," jawab Lila pendek
"Untuk bisa sekolah Lila nanti kita harus punya biayanya, karena kebijakan panti sampai saat ini hanya mampu membiayai sampai tamat SD saja, karena belum ada donatur yang sanggup menangani semua anak panti ini untuk sekolah lanjutan." Lila diam mencoba mengerti dengan pikiran anak-anak apa yang diucapkan Karina Kakaknya.
"Sampai di situ Lila mengerti apa yang kakak bicarakan?" Dengan lembut Karina mengusap pundak Lila
"Iya kak, Lila nggak bisa meneruskan sekolah karena nggak ada biaya."
"Bagus kamu memang pintar bisa mengerti semuanya, jadi begini Lila, Kakak ditugaskan Ibu panti untuk kerja di luar, mau tidak mau kita harus berpisah, tapi Kakak akan sering menjenguk Lila disini, Lila akan tetap tinggal disini sama teman teman yang lain, nggak apa-apa kan?" Karina berusaha menegarkan hatinya di depan adiknya, jangan sampai kelihatan rapuh.
"Lila mengerti Kak, Kak Rina jangan sedih juga cemas, Lila banyak teman di sini, pergilah Kak!" ucapan Lila begitu melegakan hati Karina.
"Masya Allah Lila, kamu memang anak baik dan pintar, teruslah rajin belajar biar juara tetap bisa kamu pertahankan, Kakak akan selalu kangen dan kalau ada waktu pasti datang ke sini." Karina memegang erat kedua pundak Lila.
"Iya Kak, Lila sudah besar, bisa menjaga diri Kakak semoga bisa banyak duit buat sekolah Lila."
"Aamiin … Lila."
Mereka berpelukan, penuh haru biru. Perpisahan di depan mata entah esok atau lusa yang menenangkan hati Karina dengan mengerti nya Lila akan situasi mereka saat ini, walau begitu menyedihkan tapi Karina bangga dengan pengertian adiknya.
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments
Dwisya12Aurizra
bab 1basah di bawah dan bab ini bikin basah yg di atas, mengsedih thor🥺🥺
2022-07-07
3