Setelah menyimpan jas kerjanya, Keiko menemui Takagi yang telah menunggunya di parkiran. Setibanya di sana, ia menghampiri Takagi yang berada di samping mobil dengan senyumannya.
"Hei apa kau menunggu lama, Tuan Detektif?" Tanya Keiko.
" Tidak juga " Jawab pria yang memakai kemeja biru seraya menggulung kemejanya.
"Kita pergi pakai mobil mu atau punyaku?"
"Tidak keduanya. Kita naik ini" Takagi terlihat membuka bagasi mobilnya mengeluarkan dua buah sepeda lipat berwarna hitam dan putih.
"Tadaa.."
"Kita naik ini?"
" Iya " Jawabnya dengan singkat, dan tak lupa ia memamerkan giginya yang putih.
" Kau yakin? "
" Tentu saja. Jika kita memakai sepeda ini, kita tidak akan terkena macet dan pastinya lebih cepat sampai. Kita juga tidak perlu repot-repot mencari tempat parkir, Dok"
Takagi membuka lipatan sepeda berwarna hitam dan kemudian dilanjutkan yang berwarna putih.
"Ayo, Dok. Naiklah"
Keiko yang hari itu mengenakan rok pendek sedikit di bawah lutut, dengan ragu menaiki sepeda lipat berwarna putih.
"Kau bisa mengendarai sepeda, kan?"
"Bisa. Tapi sudah lama sekali. Akan sedikit kaku pasti"
"Pelan-pelan saja. Lama-lama akan terbiasa"
Keiko mengayuh pedal sepeda perlahan. Awalnya tampak begitu kaku. Perlahan namun pasti, ia mulai bisa menguasai sepedanya dengan baik.
"Nah kan mulai lancar" Takagi mengayuh sepedanya di samping Keiko.
"Sepeda ini kau dapat dari mana?"
"Aku menyewanya. Tadi sekalian aku ambil waktu menuju ke rumah sakit. Kau tau dokter, waktu kecil, aku ingin sekali punya sepeda sendiri. Kalau teman-temanku bermain atau berangkat sekolah mengendarai sepeda, aku iri sekali"
"Oh iya?"
"Iya. Apalah daya. Aku cuma anak panti. Hidup dan dibesarkan di panti asuhan. Sudah bisa hidup dan bersekolah dengan baik, sudah sangat bersyukur sekali. Jadi keinginan untuk memiliki sepeda, aku kubur dalam-dalam"
"Aku baru tau cerita itu. Kalau boleh tau, apaka kedua orang tuamu masih hidup?"
"Aku tidak tau, Dok. Kata suster di panti, aku ditemukan di dalam keranjang yang diletakkan di depan pintu panti. Disertai dengan secarik kertas yang bertuliskan tanggal lahir ku. Tidak ada keterangan lainnya"
"Rumit sekali hidupmu. Ternyata kita punya cerita hidup yang hampir sama"
"Oh iya? Apanya yang hampir sama?"
"Aku juga anak panti, Detektif. Aku juga tidak tahu siapa kedua orang tuaku. Kata pengasuhku, aku diantar oleh seorang lelaki paruh baya suruhan seseorang"
"Orang bayaran? Atau bawahan seseorang?"
"Entahlah aku tidak tahu. Aku tidak mau memikirkannya"
"Kalau begitu ya tidak usah difikirkan. Lebih baik memikirkan hal-hal yang menyenangkan. Kita hampir sampai, Dok. Itu sudah keliatan tokonya"
Sepeda terus melaju menyusuri jalan Soemon-cho, Chuo-ku. Dan berhenti di depan restoran Tsuru Ton Tan.
"Kita sudah sampai, Dok. Ayo turun"
Mereka turun dari sepeda dan menuntunnya ke tempat parkir sepeda yang telah disediakan.
Tsuru Ton Tan merupakan restoran yang menyajikan mie udon unik dan udon klasik seperti kitsune udon, nabe-yaki udon.
Selain udon mereka juga menyajikan menu seafood yang juga sangat recommended. Restoran yang luas dan beratmosfer seperti rumah tradisional Jepang ini, sangat nyaman untuk menghabiskan waktu bersama teman atau keluarga. Toko dirancang agar terlihat seperti rumah Jepang kuno, dengan kamar dan kursi pribadi yang menghadap ke Dotonbori.
Dotonbori merupakan distrik hiburan di tepi kanal yang populer di kalangan pelajar dan karyawan yang datang untuk minum-minum di bar kecil dan kedai minum izakaya. Baliho neon menerangi jalanan sempit di malam hari seperti baliho pelari Glico yang ikonik, dan juga deretan kedai jajanan kaki lima yang menyajikan takoyaki. ― Google
Mereka menempati table yang telah dipesan oleh Takagi sebelumnya. Ia memesan salah satu menu yang menjadi andalan restoran itu, mentaiko cream udon. Mie udon yang tebal dan lembut disajikan dengan kuah kental yang creamy dan dengan mentaiko (spicy cod roe).
"Kau harus coba. Mie udon di sini sangat lezat"
Tak lama kemudian pesanan mereka datang.
Mie udon yang disajikan di mangkok yang super besar seukuran panci dengan sendok besar seukuran sendok nasi.
"Wow. Surprise, tapi unik. Rasanya juga enak, lumayan, kuahnya light, udonnya lembut, ukurannya besar besar, pelayanan juga bagus"
"Udon mereka turun dengan mulus dan berkilau. Resepnya disesuaikan dengan suhu di luar ruangan dengan mengubah jumlah air dan garam yang digunakan" Terang Takagi.
"Hmm. Begitu ya.."
***
" Kau sangat **** " bisik Geo ke telinga wanita yang ia jemput di depan restoran Tsuru Ton Tan. Bibirnya menyambar bibir merah yang menggoda hasrat laki lakinya.
Pasangan yang tidak tau malu itu menampilkan kemesraan di tengah-tengah keramaian. Melu mat dengan rakus. Telapak tangannya bergerilya nakal di bo kong sang wanita yang memakai dress berwarna putih sebatas paha. Dalam waktu bersamaan, Keiko keluar restoran berbarengan dengan Takagi yang berada di belakangannya. Matanya membulat sempurna, melihat adegan panas mantan suaminya. Nafasnya tercekat, detak jantungnya berhenti sejenak dengan tubuhnya yang menegang. Perasaanya runtuh, hatinya begitu hancur. Berusaha tegar bagaikan karang, namun air mata yang ingin ia tahan, mencair sempurna membasahi lapisan kulit pipinya. Keiko berusaha kuat, ia mengusap air matanya. Takagi yang masih di belakang memegang pundak Keiko yang bergetar. Merangkul, menjauh dari sana.
"Ayo, Dok. Kita pergi dari sini"
Mereka mengayuh sepeda kembali ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan pulang, Keiko hanya diam dengan ekspresi yang sulit untuk dijelaskan. Ketika tiba di jalanan yang lengang, Keiko mengayuh sepedanya dengan kencang. Mau tidak mau, Takagi ikut mempercepat laju sepedanya. Ketika tiba di tikungan taman kota yang sepi, Keiko menghentikan sepedanya. Ia turun dari sepeda dan berlari sekencang-kencangnya.
"Oh sh it" Takagi ikut turun dari sepedanya dan mengejar Keiko. Dengan nafas yang memburu, ia berhasil meraih tangan Keiko dan menarik tubuh perempuan itu ke dalam dekapannya.
"Tenanglah, Keiko. Sttt.. Tenanglah. Sttt.."
Keiko meronta dalam dekapan Takagi. Ia memukul-mukul dada bidang Takagi dengan kedua tangannya. Takagi bergeming, ia tetap mendekap erat tubuh Keiko membiarkan kemejanya basah. Tangis Keiko pecah dalam dekapan lelaki 35 tahun itu.
Selang beberapa lama, tangis itu pun mereda. Takagi mengurai pelukannya. Memandang wajah Keiko yang merah, dan sembab penuh air mata. Ia mengambil saputangan dari kantong celananya, lalu ia mengusap wajah keiko dengan lembut.
"Maaf. Kemejamu jadi basah" Keiko mencoba tersenyum.
" Tidak masalah "
" Ini ambil " Takagi memberi kain berbetuk persegi itu kepada Keiko. " Lap ingusmu. Kau terlihat berantakan sekali" Takagi mencoba menghibur Keiko
Keiko mengambil saputangan itu dan menghapus hidungnya yang berair. Lalu ia mengajak Keiko duduk di kursi taman yang berada tak jauh dari tempat itu.
"Sebenarnya apa yang terjadi? Dan ada hubungan apa kau dengan Mr. Jo ?"
Keiko menarik nafas panjang. Dengan tenggorokan yang masih tercekat ia menceritakan pernikahannya dengan Geo yang baru saja berakhir.
"Aku ikut sedih dengan peristiwa yang menimpamu. Tapi kau harus segera bangkit. Lelaki seperti itu tidak pantas mendapatkan air matamu. Dirimu lebih lebih berharga, Dok. Kau berhak untuk bahagia. "
Takagi mengusap lembut punggung Keiko, memberi semangat untuk wanita yang duduk di sampingnya.
"Aku yakin kau bisa melewati semua ini. Kau lebih kuat dari yang pernah kau bayangkan"
Telapak tangannya mengusap sisa air mata di pipi Keiko. Sehingga wanita itu menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyuman.
"Nah gitu. Itu baru Dokter Keiko, yang aku kenal murah senyum"
"Ayo kita kembali ke rumah sakit"
Takagi bangkit dari duduknya. Ia menarik Keiko untuk berdiri sejajar dengannya lalu pria itu mengajak Keiko menuju ke tempat di mana mereka meninggalkan sepedanya.
Pukul 8 malam mereka sudah berada di parkiran rumah sakit.
"Terimakasih telah mentraktirku makan siang yang kemalaman ini" Mereka mentertawakan alasan Takagi mengajak Keiko keluar untuk makan.
"Terimakasih juga sudah meminjamkan tubuhmu untuk memberikan ketenangan sehingga kemejamu basah dengan air mata yang sia-sia"
"Tidak masalah. Kau bisa memakainya jika suatu waktu butuh. Aku akan dengan sukarela meminjamkannya lagi padamu"
"Thank you" Keiko mengucapkannya tanpa bersuara.
Takagi tersenyum melihat ekspresi Keiko.
"Tadi itu sangat menyenangkan. Lain kali aku akan mengajakmu ke tempat yang lain" Takagi berujar.
"Lain kali aku yang akan mentraktir mu, Detektif" ucap Keiko yang masih tersenyum.
"Aku sangat menantikan saat itu, Dok"
"Aku masuk dulu. Jam istirahatku sudah selesai "
"Ok. Aku juga mau langsung ke kantor"
"Sampai jumpa lagi, Detektif"
"Sampai jumpa lagi Dokter. Aku akan menelepon mu besok"
"Baiklah. Aku akan menunggu telepon dari mu"
Takagi tersenyum lebar mendengar perkataan Keiko. Keiko beranjak memasuki gedung rumah sakit. Ia memandang tubuh Keiko yang berlahan menghilang di tikungan lorong.
"Bolehkah aku membasuh luka hatimu, Dok?Akankah kau memberi kesempatan itu pada ku?" Gumam Takagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
adi_nata
memanfaatkan kesempatan dengan sebaik baiknya 😅
2024-12-17
0
nath_e
boleeeh...pada saat yg tepat nanti🤗semangat mengejar cinta Takagi🥰
2023-08-24
0
🍭ͪ ͩ🐣ᷡ ᷤ ɳιҽʂ🏹 ᵇᵃˢᵉ📴
boleh bangeett Takagi
2023-04-18
8