Albert, Via, Vano, dan Huri datang hampir bersamaan. Mereka terbelalak kaget saat melihat pintu pagar yang telah roboh.
Bergegas mereka berempat memasuki tempat dimana mereka tinggal dan melihat betapa berantakannya rumah tersebut.
"Sabirr!!" Albert mengedarkan pandang dan menemukan Sabir yang terkapar dibawah reruntuhan kayu meja.
Sabir ditemukan dalam keadaan tak sadarkan diri. Bergegas mereka membawa Sabir kerumah sakit sekaligus menghubungi beberapa anggota Gold Wings untuk menjaga rumah Via sementara waktu saat mereka kerumah sakit.
Jantung Via berdegup kencang. Meski Sabir belum bisa diajak bicara, namun sepertinya Via telah tahu siapa yang melakukan hal itu. Sayangnya, Via tak cukup berani mengutarakan analisanya saat melihat wajah Albert yang begitu menyeramkan.
Tiba di rumah sakit, Sabir segera ditangani secara serius. Semua begitu cemas melihat kondisi Sabir.
"Kurang ajarr!!. Siapa pelakunya?!. Gue pastikan dia akan mati berkalang tanah!!" darah Albert berdesir mendidih.
[Kakak jangan jumawa. Kali ini musuh bukan kaleng-kaleng. Bisa-bisa Kakak sendiri yang akan berkalang tanah]
"Apa kau tahu pelakunya, Sil?"
[Dari luka yang diderita Sabir, analisaku mengatakan bahwa kemampuan lawan sangat mengerikan]
"Luka yang mana?, dia sama seperti Huri waktu itu!"
[Lihat area menghitam di dada Sabir. Bukan kekuatan kecil yang mampu melakukannya. Untungnya mereka sengaja membiarkan Sabir hidup untuk menyampaikan berita kepada Kakak. Jadi Kakak tenanglah, Sabir pasti selamat]
Ditengah kesibukan Albert berkomunikasi batin dengan Silvana. Via nampak sibuk menghubungi seseorang dengan panik.
"Halo, Dian. Apakah Anggara sempat mengatakan sesuatu padamu?" tanya Via saat telepon telah diangkat dari seberang sana.
Diana Putri adalah teman satu kampus Anggara. Anggara sering mengajak berkomunikasi Dian karena ia tahu bahwa Dian adalah sahabat Via.
"Ga tuh. Ada apa emangnya?" Dian justru bertanya balik.
"Rumahku diobrak-abrik. Aku yakin bahwa dia pelakunya!" bisik Via khawatir terdengar yang lain.
"Yaa ampun, Clara. Kalian sedang bertengkar?" suara Dian berubah ikut panik.
"Bertengkar kau bilang?. Dia yang memaksa dan menjebakku selama ini. Jadi sejak awal, hubungan kami tidak baik-baik saja!" tandas Via tersinggung.
"Aku paham, sayang. Tapi kemampuan Anggara sangat mengerikan. Apa kita mampu lepas dari dia?" nada suara Dian terdengar sangsi.
"Aku harus lepas dari cengkeramannya. Apapun caranya!" geram Via.
"Lalu gimana dengan rumahmu?. Apa tak sebaiknya kau langsung menghubungi Anggara?!" dari kalimat yang diserap Via, terkesan Dian berusaha mencari aman dan cuci tangan tak mau terlibat dalam urusan sahabatnya.
"Handphonenya mati," jawab Via lemas.
"Keluarga dari saudara Sabirin Mahendra?!" terdengar suara seorang dokter didepan kamar perawatan.
Bergegas Albert, Via, Vano, dan Huri mendatangi dokter yang memanggil.
"Kami teman-teman Sabirin Mahendra," ucap Vano mewakili.
"Baiklah. Kondisi saudara Sabirin tidak kritis. Jiwanya masih selamat. Kami sudah mensterilkan semua luka dan memberi infus. Kita tinggal menunggu hasil Rontgen tulang dan organ dalam 1 jam lagi. Pasien sudah siuman, namun sementara waktu mohon jangan dijenguk dulu untuk memberikan ketenangan psikis bagi pasien. Satu jam lagi kalian bisa menemui pasien, sekaligus melihat hasil Rontgen," dokter menjelaskan.
"Ada pertanyaan?" dokter menunggu respon kesemuanya.
"Baiklah, jika tak ada lagi yang ditanyakan lagi, saya mohon diri dulu untuk menangani pasien lainnya. Kalian bisa mencari saya di ruang dokter jika diperlukan," dokter dengan nama dada Alexandro tersebut perlahan pergi meninggalkan Albert dan teman-temannya.
"Maafkan aku.." Via tiba-tiba merebak wajahnya.
"Kenapa kamu meminta maaf, Honey?" Albert mengerutkan keningnya bersamaan dengan kedua temannya.
"Sabir dan kalian justru menuai masalah saat tinggal dirumahku. Ini semua salahku karena membuat kalian susah!" Via menangis tersedu.
"Kejadian apapun tak ada yang bisa memprediksinya. Ini adalah musibah, bisa terjadi pada siapa saja, dan dimana saja. Jadi tolong kamu jangan menyalahkan diri sendiri seperti itu!" telapak tangan Albert membelai lembut puncak kepala kekasihnya.
"Kamu tak tau sayang, aku ..aku hiks," Via tak mampu meneruskan kalimat karena tangis yang terus menyesakkan dadanya.
"Ssst..sudah. Jangan dipikirkan. Nanti Sabir sembuh, malah kamu yang sakit. Ga lucu kan jadinya?!" hibur Albert diikuti anggukan Vano dan Huri.
Ingin rasanya Via mengungkapkan segala penyebab dari kejadian tersebut. Namun ia seolah mengalami kegamangan nurani. Hatinya ingin mengatakan, namun lidah dan bibirnya kelu untuk berucap. Ia masih menimbang dan menimbang pada keputusannya untuk berterus terang. Ia tak ingin membawa Albert dan sahabat-sahabatnya terseret terlalu jauh ke dalam permasalahan. Namun di lain sisi, Via juga berharap ada seseorang yang bisa menyelamatkannya dari jeratan Anggara.
Namun bagaimanapun juga, cepat atau lambat Albert tetap akan berhadapan dengan Anggara. Pria itu tak akan diam begitu saja saat Via belum juga dapat ia raih kembali.
..._-_-_...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Edy Sulaiman
KETERBUKAAN. LEBIH. BAGUS DARIPADA DITUTUP TUTUPI. NYAWA TARUHAN NYA...VIA..
2024-02-21
0
Devil of death
lama lama mlas bca nya.
2023-04-17
0
Hades Riyadi
dramatisasi muluuuu......🤔🙄😩👎👎
2022-09-29
0