"Anak mommy ganteng...jangan nakal di rumah ya..." Almira menciumi Rafa dengan gemas. Bocah 2 tahun itu tampak sangat senang sekali.
"Mommy ium daddy uga..."
"Hah???" Aku yang tak menyangka bakal dapat permintaan begitu dari Rafa jadi kaget.
"Iya mommy...kiss daddy juga dong!! Masaàà Rafa aja yang di kiss, daddy ngga!!"
Aliandhara maju mendekatiku.
"Stop...jangan terlalu dekat!!" Kataku.
"Kalo ngga dekat gimana bisa dicium, mommy sayang?"
"Sini, dekat-dekat sama daddy." Aliandhara memelukku erat dan menciumi ke dua pipiku dan keningku.
Saat bibir nakalnya mau ******* bibirku..."Stop...tidak ada perjanjian kiss bibir lho ya...berani kiss bibir, nih...." Almira
mengacungkan tinjunya ke wajah Aliandhara.
"Galak bener sih, mom??? Sama calon suami sendiri juga..."
""Kepedeannya orang ini." Aku memcibir.
"Ayo Almira...mesra-mesraan terus...ingat di sini ada yang lagi jomblo!!" Alia menepuk dadanya sendiri.
Almira melepaskan pelukan Aliandhara dengan paksa. Wajahnya terlihat sangat kesal, tapi berusaha ditahannya di depan Rafa.
"Mommy pergi dulu ya Rafa, inget jangan nakal di rumah ya nak...kasihan nanti bi Asih."
"Yes mommy!!!"
Sekali lagi kuciumi Rafa sebelum pergi. "Dah Rafa...mommy sama aunty pergi dulu ya!!"
"Dah mommy, jangan selingkuh di sana ya...kasihan daddy dan Rafa di sini kalau mommy di sana selingkuh." Malah Aliandhara yang menyahuti.
*
*
"Ssttt.. liat tuh siapa yang berdiri di parkiran sana?" Alia menunjuk dengan ujung bibir monyongnya.
Aku mengikuti arah tunjukan Alia. "Deg...duh...ada mahluk Tuhan paling seksi."
Di samping mobil sportnya Xavier berdiri sambil menelpon.
Begitu dia melihat kami turun dari mobil, dia menutup pembicaraannya dan tersenyum pada kami.
"Selamat pagi pak Xavier!!" Alia menyapa.
Sementara aku hanya diam sambil mendengarkan irama musik di hatiku yang menyanyikan lagu rockn'roll saat melihat Xavier tadi.
"Itu yang di belakang sakit gigi ya...kok cemberut aja dari tadi..." Xavier menatapku sambil tersenyum.
"Dia habis ribut sama suaminya, pak...lebih tepatnya calon suami."
"Apa sih Alia? Suami yang mana? Menikah aja belum..." Aku jadi sewot.
"Itu bang Ali, daddynya Rafa!!"
"Ngga kok pak...Almira belum menikah apalagi punya calon suami, pacar aja ngga punya...ups..." Aku menutup mulutku karena sudah keceplosan bicara.
Wajah Xavier yang tadi sempat menegang, jadi tersenyum lagi.
"Jadi si cantik ini belum punya pacar...syukurlah, jadi aku bisa leluasa mendekatinya!!" Bisik hati Xavier.
Alia dan Xavier tampak akrab bercakap-cakap, layaknya seorang dosen dan mahasiswinya.
Aku hanya berjalan di belakang mereka, sesekali mataku mengawasi samping kanan, kiri, depan dan belakang. Aku tau tugasku sebagai bodyquard dari Alia, jadi aku harus waspada dengan apapun.
Xavier berhenti tiba-tiba di saat aku sedang menoleh ke belakang. Entah mengapa sejak dari perjalanan menuju ke kampus tadi hatiku gelisah, seperti ada seseorang yang tengah menguntit kami.
"Bruk...."
"Waduh, kira-kira kalau mau berhenti dong pak...jangan dadakan gini...nabrak kan saya jadinya!!" Aku bersitatap mata lagi dengan Xavier dengan jarak yang sedekat ini.
"Maaf Almira, saya hanya mau bilang kamu seperti taman bunga berjalan hari ini."
"Maksudnya taman bunga berjalan gimana pak?"
"Baju kamu itu lho...cerah, secerah matahari pagi." Xavier tersenyum sambil menilai penampilanku.
"Ya saya mau ngga mau harus pakai baju ini pak, saya ngga punya baju yang lain lagi."
"Lho, emang baju Almira pada kemanaan? Atau ngga punya duit beli bajukah?"
"Sembarangan aja bapak ini, semua stok baju terbaik saya di buang sama kakek."
"Terbaik dari mana Mira? Stok bajumu itu kan celana jeans robek, kemeja dan kaos oblong doang." Alia menyahuti.
"Nah itu yang saya maksud terbaik..." Kataku.
Xavier geleng-geleng kepala saja. Kami berpisah dengan Xavier. Kami menuju ke ruangan kelas.
"Kulihat dari tadi kamu gelisah Mira, ada apa?" Alia rupanya juga memperhatikan gerak-gerikku mulai tadi.
"Aku merasa ada seseorang yang tengah mengawasi kita Alia, tapi aku tak tau dia di mana!!"
"Sejak tadi kuperhatikan, aku sama sekali tak bisa melihat keberadaannya...kamu waspadalah, kita tak tau dia lawan atau kawan, tapi melihat caranya mengikuti kita seperti ini besar kemungkinan dia adalah musuh ayahmu."
Kami berjalan menuju kelas yang letaknya memang agak ke belakang dari kelas lainnya.
"Tumben, kenapa suasana pagi ini kok agak sepi ya? Apa kami yang datang kepagian?" Aku membatin.
Suasana pagi ini memang berbeda dari hari biasanya. Entah kenapa dadaku sedikit berdebar. Bukan berdebar karena jatuh cinta, tapi berdebar karena merasakan sesuatu bakal menimpa kami.
Aku terus menajamkan mata dan indra pendengaranku. Aku bukan hanya menjaga diriku sendiri, tetapi ada Alia yang sekarang menjadi tanggung jawabku.
Benar saja begitu kami melewati pohon mangga dekat taman, aku merasakan ada benda berdesing mengarah pada Alia.
"Alia awas...." Dengan reflek aku mendorong Alia hingga dia terjatuh.
Senjata kecil yang mengarah pada Alia menancap di pohon mangga dan pohon tersebut langsung berwarna kebiruan pertanda ada racun diujung senjata itu.
Senjata ke dua mampu ku tangkap di antara jepitan jariku dan senjata ke tiga yang meluncur sedemikian cepatnya tak mampu lagi kuhindari. Senjata itu meluncur cepat mengarah pada kepala Alia yang duduk berjongkok ketakutan.
Aku harus cepat mengambil keputusan, aku melihat racun jahat yang ada di ujung senjata itu yang menyebabkankan batang pohon mangga tadi menjadi biru dan daun-daunnya yang tadinya menghijau menjadi layu.
Jika Alia yang terkena sedikit saja racun dari senjata itu, kemungkinan dia akan mati dalam hitungan sepersekian detik. Tapi jika aku yang terkena, mungkin aku masih bisa bertahan.
Dengan cepat kuraih Alia dan kami jatuh tumpang tindih. Aku yang ada di posisi atas merasakan nyeri di bahuku. Di barengi darah merah kehitaman yang mengucur dari luka dibahuku. Walaupun tak telak terkena, karena senjata tadi menyerempet dan menancap dalam di tas punggungku, menancap pada buku tebal yang kubawa di dalam tasku.
Aku hanya mengerang menahan sakit. Bajuku yang terkena serempetan senjata tadi robek besar di bagian bahu. Dengan cepat luka sayatan itu membiru dan membengkak.
Aku tak mampu bergerak dari atas tubuh Alia, karena separuh badanku terasa mati dan kaku. Aku hanya sempat mendengar mahasiswa dan mahasiswi yang berteriak berlari berdatangan ke arah kami.
Lalu aku tergeletak tak sadarkan diri diiringi tangisan Alia yang masih berada di bawah tubuhku.
"Ada apa ini?? Dekan, beberapa dosen yang mengajar pagi ini termasuk Xavier dan sekuriti di kampus berdatangan.
"Alia...kamu tidak apa-apa..." Xavier berusaha mengangkat tubuhku dari atas Alia..
Ketika beberapa dosen dan mahasiswa hendak membantu, Xavier berteriak memberikan larangan.
"Jangan disentuh..."
Mereka spontan berhenti lalu menoleh pada Xavier untuk meminta penjelasannya.
"Luka di bahu Almira itu beracun...kalian lihat pohon mangga yang batangnya membiru serta daun-daunnya yang layu itu?"
"Dahan pohon itu tertancap senjata beracun sama persis seperti yang menancap di tas punggung dan yang ada di lantai itu."
Xavier menggendong Almira dan melarikannya ke ruangan tempat mahasiswa dan mahasiswi yang sakit biasanya beristirahat.
***Bersambung...
Happy reading💗💗💜 kayaknya jagoan kita yang super cuek dan juteknya ngga ketulungan ini dapat lawan yang ilmu bela dirinya tinggi ya....
Jangan lupa minta selalu dukungannya ya readers...like, komen, vote, favorit dan rate nya...matur thank you🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
Juanda
oohh no Rafa
2023-05-17
0
Nindira
Tenang dedy momy tidak akan selingkuh disana momy selingkuhnya disini aja
2022-10-29
0
Nindira
Hahaha yang jomblo sensi🤣
2022-10-29
1