"Loh, Melody? Cepet amat," sapa Maya sambil tersenyum menghampiri Melody yang sedang memarkirkan motor kesayangannya tepat di depan kontrakan.
Maya memperhatikan wajah Melody yang terlihat menekuk. "Kamu kenapa, Mel? Dan mana sabun wajah pesananku? Kamu tidak lupa membelinya 'kan?"
Melody merogoh saku celana jeans yang ia kenakan kemudian menyerahkannya kepada Maya. "Ini uangmu. Aku tidak jadi ke minimarket."
"Hah! Kenapa bisa begitu?" Maya mengerutkan alisnya heran.
Bukannya menjawab pertanyaan Maya, Melody malah melanjutkan langkahnya. Maya kembali melirik Melody yang kini sudah melenggang masuk ke dalam kontrakan mereka.
"Melody, tunggu!" teriaknya.
Maya bergegas menyusul Melody kemudian mensejajarkan langkahnya bersama gadis itu.
"Mel, kamu kenapa, sih? Kamu marah sama aku, ya?" tanya Maya lagi, dengan wajah cemas menatap Melody.
Kini mereka tiba di ruang depan. Melody menjatuhkan dirinya di sofa yang ada di ruangan tersebut sambil menghembuskan napas panjang.
"Mel?" Maya segera menyusul dan duduk di samping Melody.
Melody menatap Maya. "Bukan, Maya. Mana pernah aku marah sama kamu. Hanya saja hari ini aku lagi-lagi ketiban sial."
"Ketiban sial? Sial bagaimana maksudmu, Mel?" Maya semakin heran.
"Kamu tahu tidak? Barusan, aku bertemu dengan lelaki itu. Sepertinya yang kamu katakan padaku, aku menghampirinya dengan niat baik, mengucap terima kasih atas pertolongannya tadi malam. Namun, kamu tahu apa yang terjadi selanjutnya?" tutur Melody dengan mata membulat menatap Maya.
"Lelaki itu? Maksudmu Tuan Galaxy? Sahabatnya boss Aaron, 'kan? Yang menyelamatkanmu tadi malam," sambung Maya yang masih penasaran.
"Ya. Siapa lagi kalau bukan dia? Si lelaki pembawa sial itu. Mau Galaxy, mau langit, mau bumi, terserah!" ketus Melody sambil melipat kedua tangannya di dada.
Maya tersenyum getir. "Trus, apa yang terjadi selanjutnya?"
"Di saat aku berjalan menghampiri lelaki itu, tiba-tiba sebuah ban nyasar muncul di belakangku dan menggelinding dengan sangat cepat. Aneh, 'kan?"
"Lalu apa yang terjadi padamu selanjutnya?" tanya
"Ban itu menyerudukku seperti banteng yang marah. Aku terjerembab ke tanah. Coba kamu lihat ini! Dan ini! Ini semua gara-gara ban sialan itu!" kesal Melody sembari memperlihatkan luka-luka lecet di kaki dan tangannya akibat terjatuh barusan.
"Ya ampun, Mel. Yang salah 'kan ban itu, tapi kenapa kamu malah menyalahkan Tuan Galaxy?" tanya Maya Heran.
"Kamu masih belum mengerti juga ya, May? Aku ketiban sial ini 'kan gara-gara ada dia! Gara-gara lelaki itu ada di sekitarku. Sebenarnya bukan rasa sakit yang aku pikirkan saat ini, tapi rasa malu saat diseruduk ban itu, Maya! Itu benar-benar memalukan," tutur Melody sambil menepuk jidatnya kemudian menggeleng pelan.
Maya terkekeh pelan. "Ish, Melody. Jangan begitu. Siapa tahu nanti dia bakal jadi jodohmu."
"Jodohku? Ya ampun, jangan deh! Begini saja aku selalu ketiban sial. Trus, apa jadinya jika lelaki itu selalu berada di sampingku?"
Maya kembali tertawa pelan. "Lalu, apa yang ingin kamu lakukan sekarang?"
"Temani aku menemui Mak Sum. Aku ingin bicara pada wanita itu soal kesialanku ini," ucap Melody dengan begitu antusias.
Maya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Kapan?"
"Hari ini! Sekarang juga boleh," sambung Melody.
"Ehm, Mel. Kalau menurutku sebenarnya kamu itu—" Belum habis Maya mengeluarkan pendapatnya, Melody sudah memotong pembicaraan gadis itu.
"Sudah cukup, Maya. Aku tidak butuh pendapatmu saat ini. Yang aku butuhkan saat ini adalah pendapat dari Mak Sum!" Melody bersikukuh.
Maya menghembuskan napas berat. "Ya, sudah kalau begitu. Kalau kamu mau ke rumah Mak Sum, sebaiknya sekarang saja."
"Ok, sipp! Tunggu, aku ganti pakaian dulu," sahut Melody.
Sementara Melody mengganti pakaiannya, Maya pun turut bersiap-siap untuk menemani gadis itu ke tempat Mak Sum.
Di dalam kamar.
"Sepertinya kamu benar, Melody. Tidak ada salahnya jika kamu menemui Mak Sum. Siapa tahu Mak Sum bisa menghilangkan kesialan itu dari tubuhmu, 'kan? Kalau kesialan itu sudah menghilang dari tubuhmu, siapa tahu kamu bisa dekat-dekat sama Tuan Galaxy. Aku yakin lelaki itu bukanlah lelaki sembarangan. Coba lihat pakaiannya, bermerek semua 'kan. Sederhana tetapi tetap terlihat elegan."
Melody tersenyum miring. "Kalau aku sih tidak peduli siapa dan bagaimana lelaki itu. Yang penting itu aku terlepas dari kutukan ini dan kalau perlu biarlah lelaki itu pergi jauh-jauh dariku. Lagi pula aku sama sekali tidak mempunyai perasaan apa pun terhadapnya."
Maya tertawa pelan. "Hati-hati, kemakan omongan sendiri."
"Ish, enggak lah!" protes Melody.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
selir jansen༻
🤣🤣🤣ya ampun aku kasian tp jg geli
2022-12-28
0
Eka ELissa
nanti kmu kmkn ma sumph kmu melo kmu bkln bucin akut ma gala yg suka kata mu bikin sial😁😁
2022-08-18
3
Muhammad Dimas Prasetyo
Mel Mel jaman udah maju koq ya masih percaya sama mak dukun😂😂😂😂
2022-08-12
2