Episode 20 - Lamarannya

"Jadi apa keputusanmu, In? Operasi? Atau menunggu waktu yang tepat?" tanya Arzi saat kami tengah menyantap makan siang.

Tanganku yang sedang mengaduk sup, berhenti. Lalu aku menghela napas dan menatap Arzi.

"Aku gak mungkin operasi, Pak."

Kali ini tangan Arzi yang membeku di udara. "Maksudmu?"

"Biaya operasi segitu besar, dapet dari mana aku? Aku juga gak mau ngerepotin orangtuaku."

Sendok di tangan Arzi lepas, ia memandangku lekat. "Kamu gak punya asuransi? Perusahaanmu gak nanggung biaya pengobatan? Terus selama ini kalau kamu sakit gimana? Siapa yang bayar?"

Aku mengangkat bahu. "Kalau itu hanya sakit biasa, aku biasa pake akun perusahaan di klinik. Tapi ini kan beda. Aku harus operasi di rumah sakit sini. Aku bahkan belum setahun bekerja di perusahaan. Soal asuransi atau biaya pengobatan, selama ini aku gak pernah mikirin. Mikirnya kerja aja."

Tangan Arzi memainkan sendoknya. "Gak mungkin gak ada, Inka. Perusahaanmu itu kan cukup stabil. Apalagi kamu. Coba kamu cek dulu dan omongin baik-baik ke perusahaan. Mungkin saja ada, tapi kamu aja yang gak tau."

"Mungkin. Tapi selain itu, aku juga gak tau harus gimana, Pak? Ini pertama kalinya aku dengar kata operasi. Dirawat di rumah sakit aja dulu banget waktu aku masih kecil. Kemarin dirawat, orang lain yang urusin. Jadi aku benar-benar gak tahu dan gak ngerti harus bagaimana sekarang?"

Aku bisa mendengar suara berat napas Arzi yang ia hembuskan. Entah ia mengerti atau tidak, tapi itulah yang kurasakan saat ini. Semua masalah datang bertubi-tubi, dan sejujurnya aku merasa sendirian. Arzi memang menemaniku, tapi tetap saja ia bukan siapa-siapa.

"Bagaimana dengan keluargamu? Kekasihmu? Apa rencana kalian? Apa dia tahu kamu seperti ini?"

Aku menjawab dengan gelengan kepala. Tak yakin. Hubungan kami masih sangat baru. Membicarakan sesuatu sensitif seperti uang, sangatlah tidak enak.

"Orangtuamu? Saudaramu?" tanya Arzi lagi. Aku bisa melihat sorot matanya kali ini.

Sakit biasa saja aku dianggap sudah sangat merepotkan oleh Mama. Entah bagaimana kalau mereka tahu, aku harus menjalani operasi. Aku terlalu lelah menghadapi kemarahan Mama. Iya kalau Papa mau membelaku, kalau tidak?

Aku kembali menggeleng. "Aku hanya punya Papa dan aku tak ingin menambah masalah orangtuaku, Pak. Mama pasti ribut kalau harus mengurusiku saat sakit. Buat mereka, setelah aku kerja, berarti tanggung jawab mereka sudah selesai."

Setelah mengatakannya, aku berusaha tersenyum dan menunduk menyantap kembali sop buntut yang mulai dingin.

"Inka... " Suara Arzi begitu pelan. Ia masih menunduk.

Kepalaku terangkat lagi. Lalu sedetik kemudian ia mengangkat wajahnya.

"Kalau semua jalan yang kamu pikirkan saat ini buntu, saya bersedia membantumu," kata Arzi dengan tatapan tegas. Aku tersenyum mendengarnya. Senang sekali mendengar tawaran yang begitu tulus.

"Aku tak mau berhutang, Pak. Merepotkan. Belum tentu aku juga bisa membayar kembali."

Arzi menggeleng. "Bukan itu yang saya tawarkan, In."

Bibirku terbuka. Maksudnya?

"Menikahlah dengan saya, Inka. Ikutlah dengan saya. Saya akan mendampingimu, mengurusmu, menjagamu, mengobatimu, merawatmu dan memberikan semua yang kamu butuhkan. Kamu tak perlu membayar apapun. Tinggal di sisi saya saja itu sudah cukup," kata Arzi. Suaranya sangat jelas. Terlalu jelas hingga membuat pelayan yang sedang lewat mengantar pesanan meliriknya, dan beberapa tamu lain di restoran itu memperhatikan kami berdua.

Aku tak tahu harus menjawab apa. Lamaran Arzi terdengar tulus, hingga aku bahkan ingin segera mengiyakan. Tapi bukan otakku yang bermasalah, otakku terlalu sehat untuk berpikir betapa banyak perbedaan di antara kami.

Yang jelas Arzi mungkin melupakan satu hal. Aku sama sekali tidak mencintainya.

Maka aku tersenyum manis padanya. Menatap tulus. "Makasih banyak, Pak. Tapi aku ingin menikah karena aku mencintai suamiku, bukan karena aku butuh bantuan."

Kurasa Arzi mengerti, karena ada senyum muncul di wajahnya saat ia mengangguk-angguk. "Saya tahu, Inka. Tapi kapanpun kamu ingin menerimanya. Saya akan tunggu." Ia menunduk lagi. “Lagipula Inka... di mata Allah, alasan pernikahan itu adalah kebaikan untuk kedua belah pihak. Jika pernikahan itu bisa membantumu dan saya senang bisa membantumu, itu bisa membuatmu dan saya sama-sama bahagia, maka alasan itu saja sudah cukup.”

Aku tak menjawab lagi, hanya diam menghabiskan makan siangku. Begitu pula Arzi. Mendadak suasana kaku tercipta di antara kami.

*****

Tapi aku ingin menikah karena aku mencintai suamiku, bukan karena aku butuh bantuan.

Mengingat jawabanku saat bicara dengan Arzi, membuatku memikirkan pernikahan sebagai cara untuk keluar dari semua masalah ini sekaligus.

Menikah akan membuatku memiliki seseorang untuk bergantung, menghindari Dirga selamanya dan mungkin melepaskan diri dari bayang-bayang kecemburuan Mama. Aku juga bisa menghilangkan aneka gosip tak enak karena status lajangku di kota ini. Semua akan selesai kalau aku menikah.

Tapi dengan siapa?

Tentu aku memikirkan Andra sebagai calon utama. Hanya saja, apa aku bisa yakin hidup bahagia selamanya dengan dia? Tak sadar aku menggeleng-geleng. Tidak mungkin! Bagaimana bisa aku memikirkan pernikahan sebagai jalan keluar dari masalah?!

Sudahlah, ini saatnya aku bekerja. Aku tak boleh memikirkan masalah pribadi saat ini. Terlalu banyak masalah di kantor yang tak boleh dianggap remeh. Pengurangan budget, pengurangan jumlah karyawan, project cost yang meningkat tajam...

"Ada apa, In?"

Aku mendongak, menatap Dirga yang tiba-tiba sudah berdiri di depan meja kerja. Keningku berkerut melihatnya. "Mas, ngapain di sini?" tanyaku sebal.

Dirga menghela napas. "Gimana? Mas dapet info katanya kamu berobat ke Balikpapan. Kok gak ajak-ajak Mas? Mas loh yang meriksa kamu dari awal."

Bahuku terangkat. Tak berarti dia bisa mengendalikan aku.

"Mau pergi dengan siapa, itu bukan urusan Mas. Itu urusanku!" sergahku.

Dirga diam. Tapi bukannya menyingkir, ia malah duduk di depanku.

"Papa nelpon, dia nanya kapan kamu mau pulang untuk cuti? Udah hampir setahun, dan kamu belum pulang juga. Papa nyuruh Mas nganterin. Mas gak cerita kalo kamu sempat ke Balikpapan."

"Aku sibuk. Lagi banyak kerjaan. Soal aku pulang atau tidak, nanti aku pikirin."

"Tapi, In. Kamu harus mikirin kesehatanmu juga. Mas tahu, pasti dokter sudah bilang kalau kamu harus operasi, kan? Itu perlu persiapan. Jadi sebaiknya ... "

"Could you please stop involving in my life, Mas?!" [Bisakah kau berhenti ikut campur urusanku?]

"Inka ..."

Aku berdiri, memutari mejaku untuk mendorong Dirga keluar. Ia masih mencoba untuk bicara, tapi aku tak perduli. Beberapa teman-teman kerjaku memperhatikan tingkah kami berdua.

"Next time, jangan pernah ke kantor saya lagi, Pak Dirga! Tidak enak dilihat sama orang-orang. Kalau Anda perlu membahas masalah pribadi yang tidak penting, sebaiknya lewat telpon saja. Terima kasih banyak," kataku dengan nada resmi tepat di depan meja front office. Ratih yang berdiri di situ termangu menatap kami.

Saat kembali ke kantorku, aku berhenti dan bicara pada Ratih. "Mbak, maaf. Siapapun yang datang, mau dokter, mau presiden, tanya dulu apa aku mau ketemu atau tidak? Aku sibuk banget dan gak sempat ngurus urusan begini."

"Iy... iya, In."

"Makasih. Tolong ya, Mbak!" pintaku tegas. Aku mungkin lebih muda dari Ratih. Tapi di kantor, aku atasannya dan aku benar-benar membutuhkan konsentrasi saat ini. Krisis moneter yang melanda Indonesia, mulai mempengaruhi operasional perusahaan.

Tapi belum sempat aku duduk, telepon di mejaku telah berbunyi. Suaranya berasal dari nomor telepon line pribadi. Artinya seseorang yang berada di lingkaran pentingku. Bahkan Dirga tak tahu nomor telepon ini. Buru-buru aku mengangkatnya.

"Halo? Inka?"

Suara Andra. Mendadak seluruh energiku kembali. Dengan riang aku menjawab, "Ya, Kak Andra. Ini Inka."

"Mau makan siang bareng gak?"

Aku langsung mengiyakan ajakan itu. Akhirnya setelah sekian minggu menunggu. Ia pulang. Tak ada lagi yang perlu kukuatirkan. Ada Andra, dan pasti semua masalahku akan segera terpecahkan.

*****

 

 

Terpopuler

Comments

listia_putu

listia_putu

suka sama alur ceritanya, ringan dan mengalir....❤️❤️❤️❤️

2022-08-20

0

Annisa Rahma

Annisa Rahma

whooaaaa aku juga mau donk kalo dilamar begitu... mas arzi manis banget sih 😍😍😍😍😍😍

2021-11-24

1

Irawati Haryanto

Irawati Haryanto

sesekali, bilang koq gak pake handphone,lah lgsung sadar klo ini thn 90'an yaakk 😀

2020-12-02

0

lihat semua
Episodes
1 Episode 1 - Punggung Lelaki itu
2 Episode 2 - Di antara Pekerjaan
3 Episode 3 - Lingkaran Kehidupanku
4 Episode 4 - Suara Lelaki itu
5 Episode 5 - Pengunjung Tak Terduga
6 Episode 6 - Tanpa Siapapun
7 Episode 7 - Apa Aku Penting Baginya?
8 Episode 8 - Sulit Diucapkan, Sulit Ditanyakan
9 Episode 9 - Pengakuan
10 Episode 10 - Sejuta Rasa Cinta
11 Episode 11 - Kutukan Ulang Tahun
12 Episode 12 - Wajah Yang Menenangkan
13 Episode 13 - Hanya Seorang Teman
14 Episode 14 - Bukan Mahrom
15 Episode 15 - Antara Ratih dan Arzi
16 Episode 16 - Saat Menyenangkan Bersamanya
17 Episode 17 - Terlalu Banyak Pertanyaan
18 Episode 18 - Cemburu
19 Episode 19 - Perjalanan Singkat
20 Episode 20 - Lamarannya
21 Episode 21 - Debat
22 Episode 22 - Janji Kami
23 Episode 23 - Kenangan Masa Lalu
24 Episode 24 - Malam yang Menyenangkan
25 Episode 25 - Calon Keluarga atau Musuh
26 Episode 26 - Ikut Dia Selamanya
27 Episode 27 - Sisi Lain
28 Episode 28 - Lamaran Resmi
29 Episode 29 - Untuk Cinta Sejati
30 Episode 30 - Kemarahannya
31 Episode 31 - Hari-hari Penantian
32 Episode 32 - Berita Buruk
33 Episode 33 - Lebam
34 Episode 34 - Pengumuman
35 Episode 35 - Potongan Kenangan
36 Episode 36 - Undangan
37 Episode 37 - Perhatiannya
38 Episode 38 - Putus
39 Episode 39 - Malam yang Menakutkan
40 Episode 40 - 3 Lelaki: Cinta Tanpa Maaf
41 Episode 41 - Jatuh Cinta Tiap Hari
42 Episode 42 - Racun
43 Episode 43 - Hikmah Di Saat Sakit
44 Episode 44 - Hari Pernikahan
45 Episode 45 - Pengantin Bodoh
46 Episode 46 - Hidup yang Baru
47 Episode 47 - Seandainya
48 Episode 48 - Perjalanan ke Kampung
49 Episode 49 - Mertua
50 Episode 50 - Adik-adik yang Baru
51 Episode 51 - Anak Gembala
52 Episode 52 - Menjelang Pulang
53 Episode 53 - Waktu Untuk Menerima
54 Episode 54 - Rumah Masa Depan
55 Episode 55 - Di Antara Dua Agama
56 Episode 56 - Mengubah Desain
57 Episode 57 - Gadis Berkerudung Hijau
58 Episode 58 - Rumah Tangga
59 Episode 59 - Saatnya Bicara
60 Episode 60 - Selamat Tinggal, Sahabat!
61 Episode 61 - Kecurigaan
62 Episode 62 - Pertengkaran Pertama
63 Episode 63 - Berbaikan
64 Episode 64 - Perdebatan
65 Episode 65 - Kecelakaan Kerja
66 Episode 66 - Tamu Tengah Malam
67 Episode 67 - Kesayangan Allah
68 Episode 68 - Hadiah Dari Tammy
69 Episode 69 - Bukan Sebagai Beban
70 Episode 70 - Alasan Untuk Pindah
71 Episode 71 - Persiapan
72 Episode 72 - Terluka
73 Episode 73 - Di Antara Tragedi
74 Episode 74 - Memaafkan
75 Episode 75 - Berita Kehamilan
76 Episode 76 - Kunjungan
77 Episode 77 - Di Antara Penyesalan
78 Episode 78 - Dari Hati ke Hati
79 Episode 79 - Epilog (Andra) Janji Cinta Pertama
80 Episode 80 - Epilog (Andra) Bye, Love!
81 Preview - Welcome, Love!
82 Catatan Penulis
Episodes

Updated 82 Episodes

1
Episode 1 - Punggung Lelaki itu
2
Episode 2 - Di antara Pekerjaan
3
Episode 3 - Lingkaran Kehidupanku
4
Episode 4 - Suara Lelaki itu
5
Episode 5 - Pengunjung Tak Terduga
6
Episode 6 - Tanpa Siapapun
7
Episode 7 - Apa Aku Penting Baginya?
8
Episode 8 - Sulit Diucapkan, Sulit Ditanyakan
9
Episode 9 - Pengakuan
10
Episode 10 - Sejuta Rasa Cinta
11
Episode 11 - Kutukan Ulang Tahun
12
Episode 12 - Wajah Yang Menenangkan
13
Episode 13 - Hanya Seorang Teman
14
Episode 14 - Bukan Mahrom
15
Episode 15 - Antara Ratih dan Arzi
16
Episode 16 - Saat Menyenangkan Bersamanya
17
Episode 17 - Terlalu Banyak Pertanyaan
18
Episode 18 - Cemburu
19
Episode 19 - Perjalanan Singkat
20
Episode 20 - Lamarannya
21
Episode 21 - Debat
22
Episode 22 - Janji Kami
23
Episode 23 - Kenangan Masa Lalu
24
Episode 24 - Malam yang Menyenangkan
25
Episode 25 - Calon Keluarga atau Musuh
26
Episode 26 - Ikut Dia Selamanya
27
Episode 27 - Sisi Lain
28
Episode 28 - Lamaran Resmi
29
Episode 29 - Untuk Cinta Sejati
30
Episode 30 - Kemarahannya
31
Episode 31 - Hari-hari Penantian
32
Episode 32 - Berita Buruk
33
Episode 33 - Lebam
34
Episode 34 - Pengumuman
35
Episode 35 - Potongan Kenangan
36
Episode 36 - Undangan
37
Episode 37 - Perhatiannya
38
Episode 38 - Putus
39
Episode 39 - Malam yang Menakutkan
40
Episode 40 - 3 Lelaki: Cinta Tanpa Maaf
41
Episode 41 - Jatuh Cinta Tiap Hari
42
Episode 42 - Racun
43
Episode 43 - Hikmah Di Saat Sakit
44
Episode 44 - Hari Pernikahan
45
Episode 45 - Pengantin Bodoh
46
Episode 46 - Hidup yang Baru
47
Episode 47 - Seandainya
48
Episode 48 - Perjalanan ke Kampung
49
Episode 49 - Mertua
50
Episode 50 - Adik-adik yang Baru
51
Episode 51 - Anak Gembala
52
Episode 52 - Menjelang Pulang
53
Episode 53 - Waktu Untuk Menerima
54
Episode 54 - Rumah Masa Depan
55
Episode 55 - Di Antara Dua Agama
56
Episode 56 - Mengubah Desain
57
Episode 57 - Gadis Berkerudung Hijau
58
Episode 58 - Rumah Tangga
59
Episode 59 - Saatnya Bicara
60
Episode 60 - Selamat Tinggal, Sahabat!
61
Episode 61 - Kecurigaan
62
Episode 62 - Pertengkaran Pertama
63
Episode 63 - Berbaikan
64
Episode 64 - Perdebatan
65
Episode 65 - Kecelakaan Kerja
66
Episode 66 - Tamu Tengah Malam
67
Episode 67 - Kesayangan Allah
68
Episode 68 - Hadiah Dari Tammy
69
Episode 69 - Bukan Sebagai Beban
70
Episode 70 - Alasan Untuk Pindah
71
Episode 71 - Persiapan
72
Episode 72 - Terluka
73
Episode 73 - Di Antara Tragedi
74
Episode 74 - Memaafkan
75
Episode 75 - Berita Kehamilan
76
Episode 76 - Kunjungan
77
Episode 77 - Di Antara Penyesalan
78
Episode 78 - Dari Hati ke Hati
79
Episode 79 - Epilog (Andra) Janji Cinta Pertama
80
Episode 80 - Epilog (Andra) Bye, Love!
81
Preview - Welcome, Love!
82
Catatan Penulis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!