Episode 16 - Saat Menyenangkan Bersamanya

Aku masih tak percaya mengingat apa yang kulihat tadi. Sepanjang jalan menuju Mesjid, aku menyetir sambil setengah melamun. Untunglah, jalanan pagi ini masih cukup sepi.

Arzi pasti mengatakan sesuatu pada Ratih, hingga ia menangis seperti itu. Juga, alasan apa yang membuat Ratih tidak mengatakannya padaku?

Otakku sulit mencerna semua yang terjadi ini. Hubungan Arzi dan Ratih berbeda dengan hubungan cintaku dengan Andra. Mungkin karena hubungan mereka didasari keinginan untuk menikah tanpa pacaran seperti seharusnya seorang muslim, tidak sepertiku dan Andra yang lebih mengikuti kebanyakan orang. Pacaran untuk saling mengenali satu sama lain.

Menarik sebenarnya. Bagiku, perkenalan tanpa cinta seperti yang dilakukan Arzi dan Ratih itu justru sangat langka. Kalau mereka bisa saling cocok, itu pasti luar biasa. Hanya saja. kadang sulit bagiku memahami pemikiran orang-orang dewasa ini. Terlalu jauh. Terlalu banyak pertimbangan.

Begitu berbelok masuk ke dalam parkiran Mesjid, aku sudah melihat Arzi. Ia nampak mengobrol dengan dua orang pengurus Mesjid berbaju putih. Saat ia mendengar deru mobilku, Arzi menoleh dan memperhatikanku sampai aku berdiri di depannya. Sementara kedua pengurus tadi meninggalkannya.

"Pagi, Pak Arzi!" sapaku sopan.

Arzi mengangguk. "Assalamualaikum, Inka!"

"Waalaikumsalam. Maaf Pak, aku lupa ngasih salam." Tak sadar tanganku menggaruk kepalaku.

Arzi hanya tertawa kecil. "Gak papa, In. Ayo masuk! Di dalam aja. Lebih adem."

Kami berjalan beriringan masuk ke ruangan pengurus. Arzi mempersilakan aku duduk dan ia sendiri mengambil kursi yang lain. Aku langsung mengeluarkan dokumen yang kubawa, dan menyodorkannya pada Arzi. Sambil menjelaskan semua rincian detail mengenai rencana maintenance dalam rumah ibadah umat Islam itu.

Arzi memperhatikan semuanya, sesekali bertanya. Lalu ia diam memperhatikan lagi. Sampai semuanya benar-benar ia pahami.

"Jadi proyek ini hanya seminggu, semuanya selesai?" tanya Arzi, sekali lagi ia membaca dokumen yang kubawa itu.

Aku mengangguk, sambil menutup kembali map tempat dokumen penawaran itu dan menyerahkan pada Arzi.

"Sebentar sekali. Terus, kita gak ketemu lagi ya?" tanya Arzi lagi. Ada kedut di sudut bibirnya, menahan senyum.

"Sebenarnya, entar kalo kerjaannya udah mulai juga, aku gak bakal ke sini lagi. Nanti ada Supervisor lain yang lanjutin. Kalo Bapak mau ketemu aku sih ya datang aja ke kantor atau ke rumah."

Arzi menggeleng. "Gak enak ketemu Ratih kalo saya ke kantormu. Saya kuatir dia salah paham," katanya tanpa melihatku. Tangannya sibuk menyimpan dokumen penawaran yang aku serahkan itu ke dalam laci meja.

Aku yang tadinya hendak berdiri dan berpamitan, urung melakukannya dan kembali duduk. "Nah itu, aku mau nanya. Bapak sama Mbak Ratih itu tadi kenapa? Kupikir kalian... "

"Pikir apa sih, In? Sudah saya jelasin sejak tadi malam kan? Kami itu hanya pernah mencoba saling mengenal. Ta'aruf. Sayangnya kami gak berhasil. Ratih dan saya itu gak cocok. Apalagi sekarang."

Kata asing lagi. Aku menggelengkan kepala. "Tapi Mbak Ratih masih sayang loh sama Bapak!" tekanku berusaha meyakinkan Arzi.

Tawa Arzi pecah. Ia menggeleng-geleng. "Sekarang itu yang saya harapin itu cuma kamu jadi sayang sama saya, In. Kalo yang lain, buat saya udah berakhir." Nadanya bercanda, tapi matanya terlihat serius.

Tak sadar aku cemberut. "Padahal Mbak Ratih itu cantik, baik, lembut lagi. Aku sayang banget sama Mbakku itu loh, Pak. Bapak jadian aja lagi deh sama Mbak Ratih."

"Kamu ini... terus tunangannya yang sekarang mau dikemanain? Sudah ah bahas itu terus. Kamu habis ini mau kembali ke office atau ada meeting lain?" tanya Arzi mengalihkan tema obrolan kami.

Aku mengangkat bahu. "Mau ke minimarket bentar. Mau nyari es krim. Dinginin hati! Sebel ih sama Bapak. Mau dicomblangi juga."

"Kalo gitu saya boleh numpang sampai minimarket itu?" tanya Arzi dengan mata jenaka.

Hah? Numpang mobilku? Aku menatap Arzi yang segera mengalihkan tatapannya. "Bapak tadi naik apa ke sini?"

"Numpang sama teman yang kebetulan lagi mau beli barang. Kami janjian ketemu di situ lagi."

"Ya udah aku anterin deh sekalian ke kantor Bapak. Kasian orangtua disuruh jalan kaki," godaku sambil berdiri.

"Kasian sama adikmu ini gitu," sambar Arzi tak mau kalah. Beriringan kami menuju tempat parkir.

Dalam mobil, aku berencana membahas soal Ratih lagi. Tapi belum lagi menemukan kalimat yang tepat, malah Arzi yang lebih dulu bicara.

"Ratih... kapan rencananya nikah, In?" tanya Arzi.

"Kenapa, Pak? Mau bawa lari pengantinnya?" godaku lagi. Menoleh sedikit sebelum kembali menatap lurus ke depan. Arzi tertawa kecil. Menggeleng-geleng.

"Kalau kamu gak ada teman buat ngehadirin, saya nawarin diri nih jadi kandidat."

"Iih, Bapak. Kalo Mbak Ratih nikah, aku pagar ayunya loh."

"Benarkah? Wah menarik!" Mata Arzi bersinar. Mata kami tak sengaja saling bertatapan sekilas.

"Menarik? Kenapa?" tanyaku.

"Menarik melihat cewek tomboy nanti pakai kebaya. Pasti... lucu," balas pria itu menggodaku sambil menahan tawa. Aku  tertawa mendengarnya.

Setelah tawa kami mulai menghilang, barulah Arzi berkata dengan wajah serius. "Hubungan saya dan Ratih sudah benar-benar berakhir, In. Jaaauh sebelum ada tunangannya sekarang. Saya tidak cocok dengan Ratih. Untuk memulai obrolan saja sulit."

"Sulit? Kok bisa sih?"

Arzi mengangkat bahu. "Saya juga gak ngerti. Mungkin karena sifat kami hampir mirip. Sama-sama pendiam."

Aku hampir menyemburkan ludah mendengar kalimat terakhirnya. "Pendiam? Bapak pendiam? Apanya yang pendiam? Bawel nyo iya!" candaku tak tahan.

Arzi tertawa lagi. "Nah itu... kalo sama kamu, pendiam saya jadi ilang. Kabur entah ke mana! Artinya kita emang cocok."

Lagi-lagi kami tertawa berderai bersama.

Aku memutar kemudi memasuki tempat parkir Town Hall. Tepat di sisi samping minimarket, dan aku bisa melihat mobil bertulis kode perusahaan Arzi terparkir. Sengaja aku memilih memarkirkan mobil di sisi mobil itu. Pasti mobil ini yang akan ditumpangi Arzi.

"Masih belanja deh temannya Bapak!"

"Ho oh. Kalo gitu saya ke minimarket aja sekalian."

Aku baru selesai mengunci pintu mobil dengan kunci otomatis dan Arzi berdiri menunggu, ketika seseorang memanggilku dari belakang. Kami berdua sama-sama menoleh, dan aku terkesiap melihat Tamrin dan Yudi mendekat.

"Halo Dek!"

"Kak Tamrin, Kak Yudi! Ngapain di sini? Gak kerja?" tanyaku bingung sembari memperhatikan pakaian mereka yang terkesan santai. Sama-sama memakai kaos biasa, bukan seragam. Keduanya memandangiku dan Arzi bergantian. Aku tak peduli.

Tidaklah aneh menghabiskan waktu bersama pria di jalan seperti ini. Pekerjaanku, lingkungan sosial sekitar kami, semua itu biasa saja. Hampir 90% rekan kerja dan relasiku adalah pria. Kalau hanya karena jalan berdua itu sesuatu yang wajar.

Tamrin menggeleng, sembari mengangkat tangannya. "Shift malam, Dek. Kamu sendiri? Ngelayap jam segini. Bukannya kerja."

Aku tertawa. "Barusan selesai meeting dengan... eh iya, aku lupa ngenalin..." Aku menoleh pada Arzi yang berdiri di sisiku. "Ini Pak Arzi. Pak, ini teman-temanku Kak Tamrin dan Kak Yudi."

Ketiganya saling memberi salam dan berjabat tangan. Tapi entah mengapa, aku merasa tatapan berbeda terpancar dari kedua sahabat Andra itu. Tak banyak yang kami obrolkan. Karena hanya beberapa menit kemudian, aku dan Arzi sudah kembali berjalan menuju minimarket. Yudi dan Tamrin memilih pulang.

"Mereka itu sahabat pacarku, Pak," kataku menjelaskan. Aku tak enak melihat raut wajah teman-teman Andra tadi saat menatap Arzi. Aku juga bisa melihat Arzi terlihat tak nyaman. Karenanya, aku putuskan untuk memberitahunya agar mengerti situasinya.

"Mmmm..." Hanya dehem. Tidak ada komentar dari Arzi. Ia hanya mengangguk-angguk.

"Pacarku lagi tugas ke kota lain. Sebentar lagi pulang. Kami juga sebenarnya baru jadian, Pak. Baru berapa hari gitu, sebelum aku... "

"Eh iya, saya lupa nanya. Katanya mau ditemani untuk berobat. Gimana? Sudah dapet kabar?" tanya Arzi tiba-tiba. Aku terdiam. Oh iya, aku melupakan hal itu.

Dengan malu-malu, aku menggeleng. "Aku gak ngerti harus mulai dari mana, Pak. Ada sih temanku yang bisa ngurusin. Tapi aku gak mau sama dia. Kalau sama dia, pasti semua orang bakal tahu."

Arzi berhenti melangkah. "Kalo begitu nanti saya yang atur ya, kamu atur izinmu saja dengan kantor. Gimana?"

Tanpa ragu, aku mengangguk penuh keyakinan.

Arzi menraktirku lagi. Kali ini ia membelikanku dua batang es krim. Ia sendiri tak menyukai es atau segala yang dingin-dingin. Giginya sakit, katanya. Jadi aku tenang-tenang saja menyantap kedua es itu di depannya. Kami mengobrol lagi cukup lama. Lebih tepatnya, bercanda. Sungguh, kalau dengan Arzi, aku jarang bicara serius.

Tak lama, teman yang ia tunggu selesai berbelanja dan Arzi pun pamit.

Sepanjang perjalanan pulang sendirian, aku kembali memikirkan tentang Ratih. Ada perasaan tak enak menyelinap di dalam hatiku, tapi aku tak ingin memaksakan diri menjadi mak comblang lagi. Arzi sudah mengatakan isi hatinya, dan aku merasa ia benar. Aku tak bisa memaksa jika perasaan Arzi memang sudah tidak ada apa-apa. Hubungan mereka sudah lama berakhir, meski di hati Ratih masih tersimpan rasa sayang untuknya. Ratih sudah bertunangan, dan jelas aku tak boleh ambil bagian merusak janji dua keluarga untuk menyatukan keduanya. Tidak.

Tapi kurasa itu hanya alasanku saja. Entah mengapa, di sudut hatiku yang paling dalam, aku menyukai status Arzi yang bukan milik siapa-siapa.

******

Terpopuler

Comments

gaby

gaby

Kalo menurut pandangan gw, si Arzi ini munafik, sok alim. Pura2 ga mau bertatap mata & bersentuhan tapi mepet Inka mlulu. Ngegombalin Inka mlulu, katanya bkn Mahrom tp ko modusin Inka mlulu. Justru gw lbh respect ke Andra, dia bkn tukang gombal kaya Arzi. Tp syg gw dah baca endingnya kalo Andra jd sadboy😥😥

2023-02-22

1

Annisa Rahma

Annisa Rahma

ayoloh inka mulain suka nih... 🤭🤭🤭🤭

2021-11-24

1

Calzi

Calzi

gemessssss.. kenapa cerita kaya gini yg baca kurang banyakkkk. atau mungkin pembaca yg pinter emang dikit 😝

2021-08-04

0

lihat semua
Episodes
1 Episode 1 - Punggung Lelaki itu
2 Episode 2 - Di antara Pekerjaan
3 Episode 3 - Lingkaran Kehidupanku
4 Episode 4 - Suara Lelaki itu
5 Episode 5 - Pengunjung Tak Terduga
6 Episode 6 - Tanpa Siapapun
7 Episode 7 - Apa Aku Penting Baginya?
8 Episode 8 - Sulit Diucapkan, Sulit Ditanyakan
9 Episode 9 - Pengakuan
10 Episode 10 - Sejuta Rasa Cinta
11 Episode 11 - Kutukan Ulang Tahun
12 Episode 12 - Wajah Yang Menenangkan
13 Episode 13 - Hanya Seorang Teman
14 Episode 14 - Bukan Mahrom
15 Episode 15 - Antara Ratih dan Arzi
16 Episode 16 - Saat Menyenangkan Bersamanya
17 Episode 17 - Terlalu Banyak Pertanyaan
18 Episode 18 - Cemburu
19 Episode 19 - Perjalanan Singkat
20 Episode 20 - Lamarannya
21 Episode 21 - Debat
22 Episode 22 - Janji Kami
23 Episode 23 - Kenangan Masa Lalu
24 Episode 24 - Malam yang Menyenangkan
25 Episode 25 - Calon Keluarga atau Musuh
26 Episode 26 - Ikut Dia Selamanya
27 Episode 27 - Sisi Lain
28 Episode 28 - Lamaran Resmi
29 Episode 29 - Untuk Cinta Sejati
30 Episode 30 - Kemarahannya
31 Episode 31 - Hari-hari Penantian
32 Episode 32 - Berita Buruk
33 Episode 33 - Lebam
34 Episode 34 - Pengumuman
35 Episode 35 - Potongan Kenangan
36 Episode 36 - Undangan
37 Episode 37 - Perhatiannya
38 Episode 38 - Putus
39 Episode 39 - Malam yang Menakutkan
40 Episode 40 - 3 Lelaki: Cinta Tanpa Maaf
41 Episode 41 - Jatuh Cinta Tiap Hari
42 Episode 42 - Racun
43 Episode 43 - Hikmah Di Saat Sakit
44 Episode 44 - Hari Pernikahan
45 Episode 45 - Pengantin Bodoh
46 Episode 46 - Hidup yang Baru
47 Episode 47 - Seandainya
48 Episode 48 - Perjalanan ke Kampung
49 Episode 49 - Mertua
50 Episode 50 - Adik-adik yang Baru
51 Episode 51 - Anak Gembala
52 Episode 52 - Menjelang Pulang
53 Episode 53 - Waktu Untuk Menerima
54 Episode 54 - Rumah Masa Depan
55 Episode 55 - Di Antara Dua Agama
56 Episode 56 - Mengubah Desain
57 Episode 57 - Gadis Berkerudung Hijau
58 Episode 58 - Rumah Tangga
59 Episode 59 - Saatnya Bicara
60 Episode 60 - Selamat Tinggal, Sahabat!
61 Episode 61 - Kecurigaan
62 Episode 62 - Pertengkaran Pertama
63 Episode 63 - Berbaikan
64 Episode 64 - Perdebatan
65 Episode 65 - Kecelakaan Kerja
66 Episode 66 - Tamu Tengah Malam
67 Episode 67 - Kesayangan Allah
68 Episode 68 - Hadiah Dari Tammy
69 Episode 69 - Bukan Sebagai Beban
70 Episode 70 - Alasan Untuk Pindah
71 Episode 71 - Persiapan
72 Episode 72 - Terluka
73 Episode 73 - Di Antara Tragedi
74 Episode 74 - Memaafkan
75 Episode 75 - Berita Kehamilan
76 Episode 76 - Kunjungan
77 Episode 77 - Di Antara Penyesalan
78 Episode 78 - Dari Hati ke Hati
79 Episode 79 - Epilog (Andra) Janji Cinta Pertama
80 Episode 80 - Epilog (Andra) Bye, Love!
81 Preview - Welcome, Love!
82 Catatan Penulis
Episodes

Updated 82 Episodes

1
Episode 1 - Punggung Lelaki itu
2
Episode 2 - Di antara Pekerjaan
3
Episode 3 - Lingkaran Kehidupanku
4
Episode 4 - Suara Lelaki itu
5
Episode 5 - Pengunjung Tak Terduga
6
Episode 6 - Tanpa Siapapun
7
Episode 7 - Apa Aku Penting Baginya?
8
Episode 8 - Sulit Diucapkan, Sulit Ditanyakan
9
Episode 9 - Pengakuan
10
Episode 10 - Sejuta Rasa Cinta
11
Episode 11 - Kutukan Ulang Tahun
12
Episode 12 - Wajah Yang Menenangkan
13
Episode 13 - Hanya Seorang Teman
14
Episode 14 - Bukan Mahrom
15
Episode 15 - Antara Ratih dan Arzi
16
Episode 16 - Saat Menyenangkan Bersamanya
17
Episode 17 - Terlalu Banyak Pertanyaan
18
Episode 18 - Cemburu
19
Episode 19 - Perjalanan Singkat
20
Episode 20 - Lamarannya
21
Episode 21 - Debat
22
Episode 22 - Janji Kami
23
Episode 23 - Kenangan Masa Lalu
24
Episode 24 - Malam yang Menyenangkan
25
Episode 25 - Calon Keluarga atau Musuh
26
Episode 26 - Ikut Dia Selamanya
27
Episode 27 - Sisi Lain
28
Episode 28 - Lamaran Resmi
29
Episode 29 - Untuk Cinta Sejati
30
Episode 30 - Kemarahannya
31
Episode 31 - Hari-hari Penantian
32
Episode 32 - Berita Buruk
33
Episode 33 - Lebam
34
Episode 34 - Pengumuman
35
Episode 35 - Potongan Kenangan
36
Episode 36 - Undangan
37
Episode 37 - Perhatiannya
38
Episode 38 - Putus
39
Episode 39 - Malam yang Menakutkan
40
Episode 40 - 3 Lelaki: Cinta Tanpa Maaf
41
Episode 41 - Jatuh Cinta Tiap Hari
42
Episode 42 - Racun
43
Episode 43 - Hikmah Di Saat Sakit
44
Episode 44 - Hari Pernikahan
45
Episode 45 - Pengantin Bodoh
46
Episode 46 - Hidup yang Baru
47
Episode 47 - Seandainya
48
Episode 48 - Perjalanan ke Kampung
49
Episode 49 - Mertua
50
Episode 50 - Adik-adik yang Baru
51
Episode 51 - Anak Gembala
52
Episode 52 - Menjelang Pulang
53
Episode 53 - Waktu Untuk Menerima
54
Episode 54 - Rumah Masa Depan
55
Episode 55 - Di Antara Dua Agama
56
Episode 56 - Mengubah Desain
57
Episode 57 - Gadis Berkerudung Hijau
58
Episode 58 - Rumah Tangga
59
Episode 59 - Saatnya Bicara
60
Episode 60 - Selamat Tinggal, Sahabat!
61
Episode 61 - Kecurigaan
62
Episode 62 - Pertengkaran Pertama
63
Episode 63 - Berbaikan
64
Episode 64 - Perdebatan
65
Episode 65 - Kecelakaan Kerja
66
Episode 66 - Tamu Tengah Malam
67
Episode 67 - Kesayangan Allah
68
Episode 68 - Hadiah Dari Tammy
69
Episode 69 - Bukan Sebagai Beban
70
Episode 70 - Alasan Untuk Pindah
71
Episode 71 - Persiapan
72
Episode 72 - Terluka
73
Episode 73 - Di Antara Tragedi
74
Episode 74 - Memaafkan
75
Episode 75 - Berita Kehamilan
76
Episode 76 - Kunjungan
77
Episode 77 - Di Antara Penyesalan
78
Episode 78 - Dari Hati ke Hati
79
Episode 79 - Epilog (Andra) Janji Cinta Pertama
80
Episode 80 - Epilog (Andra) Bye, Love!
81
Preview - Welcome, Love!
82
Catatan Penulis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!