Bawang merah

☆▪☆▪☆

Perjalanan sedikit terhambat karena lakalantas yang terjadi di perempatan jalan menuju bandara.

Sezi yang semula kesal seketika berubah menjadi tegang saat melihat ceceran cairan merah pekat mengaliri jalan dimana pecahan kaca berserakan diantara puing-puing kendaraan.

"Wah kecelakaan maut ini. Sampek hancur gitu kendaraannya." ucap si supir taksi saat melintasi area kecelakaan.

Jantung Sezi solah mencelos ketika matanya menatap para korban yang kini tak lagi bernyawa. Pikirannya kembali pada sosok pria yang juga belum lama ini menjadi korban lakalantas karena ingin menemui dirinya, Bian.

"Bagaimana kondisinya waktu itu?. Apa dia juga tergeletak seperti mereka?. Dan apa yang ada dipikirannya saat itu hingga membuatnya terlibat kecelakaan?. Bagaimana jika seandainya pria itu dulu tak selamat?."

Sezi benar-benar tak bisa membayangkan jika Bian berakhir hanya karena dirinya.

-

-

-

-

"Kenapa muka lu?. Dah kaya bunga matahari aja." Mahesa terkekeh saat mendapati wajah Bian terlihat cerah tak seperti biasa.

"Bener loh Bi, mirip Mahesa pas dapetin duit haram!."

"Sialan lu!. Mana ada gue maen gituan!."

"Meh! Bohong mu, aku lihat hitungan angka yang kamu bulet-buletin itu apa?."

"Yang mana?." Mahesa tampak mengingat-ingat.

"Kamu selipin dibawah keyboard."

"Astaghfirulloh. Su'udzhon!."

"Terus itu apa?."

"Kamu gak lihat di ujungnya itu ada tulisan boardex database?. Itu tuh nomor halamannya oneng!."

Bian dan Mahesa terbahak-bahak dengan kekonyolan yang dilakukan Rudy karena telah menuduh Mahesa yang tidak-tidak.

"Tumben si Rina gak kesini?." Tanya Rudy disela-sela pergibahan ketiganya.

"Kemaren gue lihat muka dia kaya sedih gitu."

"Pasti kamu abis apa-apain dia!." Rudi kembali menuduh Bian.

"Mulai lagee!." Mahesa berdecak kesal.

"Emang aku bisa apa?." Tanya Bian yang hanya bisa terbaring tanpa bisa menggerakan kedua kakinya dan juga tangan kanannya.

"Nah loh?. Dia miring sendiri aja gak bisa!."

"Iya juga ya, lah terus kenapa dong?."

"Ya mana aku tahu dia kenapa." Ucap Mahesa cuek.

Bian mengingat kejadian sebelum wanita berhijab itu pamit dari kamarnya. Sezi?, apa iya dia cemburu sama perempuan bar-bar itu?.

Rasanya sangat lucu jika benar si solehah ternyata cemburu dengan si solehot. Bian menahan rasa geli karena pikiran ngawurnya tentang kedua wanita beda akhlaq itu.

Kedatangan dua pria sableng itu benar-benar menghibur Bian. Kekonyolan mereka membuat senyum diwajah pemuda itu semakin jelas terlihat.

"Doa gue terkabul bro!." Tiba-tiba Mahesa menyela percakapan mereka.

"Kamu doa apa?." Tanya Rudy yang sibuk mengetik sesuatu dengan gadgetnya.

"Abang gue gak jadi ngejar tu cewek."

"Cewek?. Maksud kamu perempuan yang jadi terapis anaknya itu?." Rudy menatap Mahesa

"Yap, bener!."

"Lah emang kenapa?."

"Dia ditolak, padahal udah ngarep banget tu orang dapetin bini baru yang disukai anaknya."

"Lah abang kamu aja ditolak apalagi kamu yang cuma remah gorengan?."

"Kampr*t!. Banyak juga duit gue, gak tahu aja lu padaan!." Upatnya kesal.

"Masih banyakan dia meskipun gak bisa juga ngapa-ngapain." Rudy menunjuk Bian dengan dagunya.

"Lah lupa gue masih ada dia diatas kita."

"Sialan. Seneng banget muka kalian liat temen sendiri lagi kesusahan." Bian menggerutu kesal karena kini keduanya tengah mengolok-olok dirinya yang tak bisa bergerak dengan bebas seperti dulu.

"Sory Bi, gak ada maksud loh. Mahesa noh yang ngajarin."

"Gue lagi dikambing hitamin!."

-

-

-

-

*****

Hari semakin sore, meninggalkan Bian yang hanya bisa terpaku dikamarnya sendirian karena ayah dan ibunya telah kembali ke kota mereka untuk membersihkan rumah yang sudah beberapa hari mereka tinggal.

Ia kembali teringat akan percakapan duo sableng saat bersamanya,

"Ngomong-ngomong ni ya Bai, elu kok bisa sih sampek dimakan si veri-veri itu?. Elu ngapain gitu maksud gue?."

"Nah iya Bai, elu mau kemana sebenarnya di jam yang seharusnya elu udah duduk manis dikursi panas itu?!."

Bian hanya menatap wajah penasaran keduanya dengan senyum jahil.

"Weh!. Ditanyain malah error."

"Curiga gue Rud." Ucap Mahesa dengan mata menelisik.

"Paan?."

"Ni orang kena kesambet kayaknya."

"Bah, bisanya begitu. Aku justru curiga kalo sebenarnya dia open BO."

"Kampr*t kalian semua!. Mana ada aku lakuin begituan."

"Terus apa?." Wajah Mahesa terlihat menantang dengan gaya pongahnya.

*

-

*

-

Pukul 17.45, Bitha baru selesai menjalani prakteknya di poli dan langsung naik untuk menemui sang adik.

"Bi."

Bian menatap Bitha dengan wajah datar.

"Nanti jam 9 mulai puasa ya, besok pagi kita operasi ke tiga."

"Masih berapa kali lagi sih kak?."

"Ini yang terakhir. Abis tuh pemulihan luka, terus pembentukan tenaga, persiapan buat kamu terapi nantinya."

Bian menghembuskan nafasnya perlahan, ia seperti lelah dengan kondisinya saat ini pasalnya sekedar untuk mengangkat kepala saja ia tidak bisa dan harus dibantu.

"Sabar, orang sabar dapetnya Sezi deh!."

"Ada bonus seperti itu?."

"Adalah!. Diterapi sama bini sendiri emang gak mau?."

Bian sepertinya lupa jika Sezi adalah seorang terapis. Tapi apa iya akan jadi seperti itu?. Yang manis-manis seperti dalam sinetron. Bukankah justru akan lebih menyeramkan jika Sezi yang menjadi terapis untuk dirinya?.

Pikirannya kembali berkelana dengan kejadian kemarin saat wanita itu membantunya membenarkan letak bantal yang ia gunakan untuk mengganjal tubuhnya.

"Aaish, kotor kotor kotor!." Bian bergumam pelan.

Apa memang seperti itu pekerjaan seorang terpis?. Harus bersentuhan meskipun dengan lawan jenis?.

Bian tengah bertanya-tanya bagaimana seorang terapis ketika sedang bekerja namun kesadarannya harus dikejutkan oleh sesuatu yang melayang menghampiri tepat diwajahnya.

"Apaan sih Kak!. Pake lempar-lempar tisu bekas. Jorok tau!."

"Abisnya kamu diajakin ngomong malah ngelamun."

"Suka-sukalah."

"iih geregetan banget deh sama kamu!. Kalo gak inget aja kamu tu pasien udah tak uleg dicobek pake cabe." Bitha berdecak kesal, "Gak heran kalo Sezi nolak lamaran kamu, cowok modelannya kaya gitu biarpun cakep tetep aja orang mikir."

Bitha begitu gemas dengan kelakuan Bian yang selalu membuat orang sekelilingnya menjadi kesal.

-

☆▪☆▪☆

-

Setibanya dirumah, Sezi langsung mengabarkan kedatangannya kepada Cia untuk mendapatkan informasi terbaru seputar lingkungan kerja mereka dan hal itu mendapat respon positif dari teman seprofesinya.

"Om duda masih nyariin kamu tau Sez!."

"Diih berita gak penting itu sih. Yang lain aja, ada berita apalagi?."

"Gak ada."

"Beneran?."

"Iya elaah. Kamu perginya kurang lama, baru juga dua hari udah minta banyak kabar."

Suara ketukan menginterupsi panggilan video keduanya.

"Ci, lanjut besok ya."

"Yok dah. bye."

Sezi mematikan panggilannya tepat saat pintu kamarnya dibuka oleh sang ibu.

"Abis nelpon?."

"Iya, si Cia."

"Sez, ayah mau bicara."

"Ayah, kenapa lagi ma?."

"Masalah Bian."

.

.

.

tbc

Terpopuler

Comments

reni rili

reni rili

kocak kalo ada duo sableng, haha Mahesa dan Rudy 😆😆

2022-07-10

1

Lilik Rudiati

Lilik Rudiati

jadi gak ya Bian ma Sezi..

2022-07-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!