Bawang merah

☆▪☆▪☆

Sezi akhirnya mengalah untuk tidak menimbulkan keributan lebih jauh. Wanita itu duduk kembali disamping brangkar setelah sebelumnya memilih berdiri agar pria judes itu tak berbicara terlalu lama.

"Cepetan!." Desaknya saat melihat gerak-gerik Bian yang seperti akan mengulur waktu.

"Sabar dikit napa. Nyamanin punggung dulu biar gak pegel." Gerutu si pria yang terlihat susah payah memposisikan tumpukan bantal dibelakang punggungnya dengan satu tangan.

"Hadeuh!. Ini orang sakit banyak banget sih maunya!." Sezi yang tak sabar pun langsung mendekat tanpa aba-aba dan langsung mendekap kepala si pria untuk memposisikan bantal dibelakang tubuhnya.

"Lammak banget, bikin kesel aja!. Udah cepetan mau ngomong apa!?." Bentaknya untuk kesekian kali setelah berhasil membenarkan sandaran si judes yang diam terpaku ditempatnya.

Bukannya menjawab Bian justru tampak syok dengan apa yang baru saja terjadi kepadanya.

'apa tadi?.' Pikirannya berkelana entah kemana sampai Sezi kembali memanggil namanya untuk yang kedua kali.

"ABIAN KHAYR!!!. Malah bengong sih!."

"A' apa?. Kamu ngomong apa tadi?." Pria itu tergagap dengan sendirinya.

"Dih!, Bukannya kamu yang mau ngomong kenapa jadi gagap gitu?."

"Oh iya, lupa." Ucapnya pelan.

"sssssh, bikin kesel aja ni orang lama-lama. Nyesel banget kesini, bela-belain cuti kerja cuman karena orang sekarat tapi nyatanya tetep aja gak guna." Umpatnya sembari berjalan meraih totebagnya kemudian mengenakan kembali kain yang ia gunakan untuk menutupi kaki mulusnya sebelum bertemu si judes yang kini berubah menjadi manusia gagap.

Penampilan Sezi jelas berbeda dengan tadi, Bian yang sejak tadi memperhatikannya pun hanya bisa menatap tak percaya, bagaimana bisa dia dengan santainya merubah penampilannya begitu saja didepan seorang pria?.

"Jadi tadi kamu kesini pake pakaian begitu?."

"Maksud kamu?."

"Gak bener-bener kebuka kaya yang barusan?."

"Paan sih gak jelas." Desisnya dengan menyampirkan totebag dipundak.

"Jangan pake kostum kaya tadi diluar rumah." Ucap Bian yang membuat Sezi menoleh dengan mata menyipit.

"Kenapa emang?."

"Gak bagus aja kalo dilihat banyak orang."

"Aku yang pake kenapa situ yang repot?."

"Sez, kamu gak pernah mikirin gimana pikiran orang lain waktu lihat kamu pake pakaian kaya tadi kan?."

"Ngapain capek-capek mikirin tanggapan orang lain, bikin capek aja. Gaknya bahagia yang ada malah makan ati!."

Bian menghela nafas perlahan untuk meredam emosinya saat berhadapan dengan jelmaan bawang merah itu.

"Ya harusnya kamu jagalah aurat kamu jangan di umbar gitu."

"Kamu lupa kalo aku LONT*?!." Jawaban sarkas Sezi mengingatkannya dengan kata-kata pedas yang dulu pernah ia ucapkan untuk wanita itu.

Hati Bian kembali merasa bersalah dengan apa yang dulu pernah ia lakukan.

"Dah ya, aku balik. Gak ada juga kan yang mau kamu omongin." Sezi mengeratkan tali sepatunya sebelum akhirnya melangkah pergi.

"Bye bye pak ustad!. bae-bae ya jagain anak orang takutnya dia ikutan lepas hijab lagi kalo ketemu aku." Sezi terkekeh sebelum akhirnya melesat dibalik pintu yang tertutup.

Bian sempat menerka siapakah yang dimaksud oleh Sezi sebelum akhirnya ia mengingat sosok Rina.

"Apa maksudnya Rina?."

Ada smirk yang tersungging dibibir tipisnya.

Tak begitu lama sejak kepergian Sezi, pintu kamar Bian kembali terbuka dan menampilkan sosok sang kakak yang tergesa-gesa mendekat kearahnya dengan wajah penuh tanda tanya.

"Apa?." tanyanya penasaran.

"Apaan?."

"Kalian tadi ngomong apa aja?."

"Gak ada."

"Bohong!. Udah cepetan cerita atau kakak langsung tanya ke Sezi?."

"Tanya aja kalo mau, kita bener-bener gak ada ngomongin apa-apa kok."

"Berarti kamu gak jadi minta maaf dong?."

"Lupa." Bian melengos, memalingkan wajahnya kesebelah kanan.

"Ya elah Bi gak guna banget sih!. Dia udah datang jauh-jauh terus sampek sini kamu cuekin."

"Aku gak nyuekin. Cuman dia tu susah banget mau diajak bicara serius." Sanggahnya

"Bukan dia, tapi kamunya yang gak ngerti gimana cara ngambil hatinya." Bitha yang kesal pun lantas meninggalkan ruangan tanpa pamit.

-

-

☆▪☆▪☆

-

-

Sepulangnya dari rumah sakit Sezi tak lantas kembali kerumah Sarah. Ia menghabiskan waktu untuk menikmati sisa-sisa waktunya dikota itu. Dari pada memikirkan hal-hal tak penting yang hanya akan membuat emosinya tidak stabil lebih baik ia memanjakan perutnya dengan berkuliner ria disepanjang jalan tempat anak-anak muda biasa berkumpul diakhir pekan mereka.

"Halo?."

📲"Kamu dimana?." Suara Sarah terdengar begitu keras diujung sana.

"Ngejajan di BisPark."

📲"Ya ampun, kenapa gak bilang coba. Kita nyusulin kerumah sakit nih."

"Ya udah kesana aja gak papa. Aku juga udah dari sana kok tadi."

📲"Ya sudah."

Tuuut ...

Telepon Sarah terputus dan hanya mendapat decakan dari mulut Sezi.

"Pain sih jengukin orang kayak dia?. Gak guna banget." Ucapnya sembari menikmati seporsi sate padang.

-

-

-

Dirumah sakit, tepatnya diruangan Bian berada. Tawa hangat para lansia terdengar begitu membahagiakan.

Keluarga Sarah dan Bitha kembali berkumpul dan membicarakan hal-hal seputar perubahan yang terjadi dikampung tempat mereka tinggal. Namun percakapan mereka harus terhenti saat suara Bian menyebut salah satu nama orang tua Sezi.

"Ada apa Bi?." Tanya sang ibu yang beranjak dari tempat duduk untuk mendekatinya.

"Ma, Bian mau ngelamar Sezi boleh?."

Ucapan Bian membuat ruangan ramai itu seketika menjadi hening. Baik Alex maupun Ibram yang gemar menghujat kini juga ikut terdiam. Mereka tak menyangka jika Bian akan seberani itu untuk mengutarakan isi kepalanya kepada orang tua Sezi terlebih dengan keadaannya yang sekarang.

"Kamu gak lagi ngigau kan Bi?."

"Enggak ma. Bian mau bicara langsung sama pak Amir, seandainya ditolak berarti dia memang bukan jodoh untuk Bian perjuangkan."

"Memangnya kamu beneran suka sama anak itu?." Pertanyaan itu keluar dari mulut bu Rahma, ibunda Sezi.

"Nah iya bener, emang beneran kamu suka sama dia?. Atau cuman karena hal lain?." Bitha mulai membuka suara.

"Kita aja puyeng ngelihat kelakuannya." Sarah menambahi.

"Kalo kamu mau sama dia bapak sih gak keberatan yang penting kan kamu sudah tau gimana kelakuan anak itu, baik dan juga buruknya yang gak bisa ditutupi lagi." Pak Amir tampak menyahut dari sudut sofa dimana para ayah duduk dengan nyaman.

"Tapi Bi, keadaan kamu aja kaya gini loh!. Masa ngeyel mau nikahin anak perempuan orang?."

"Justru itu ma, siapa tahu dengan begini dia bisa berubah kalem." Ucap Bian.

"Yakin kamu gak tersiksa?." Ibram justru mengingatkannya dengan sesuatu yang tak seharusnya mereka bahas.

"Kuat iman dia Bar." Alex tampak menggoda yang menjadikan wajah Bian berubah kecut dan itu sukses membuat mereka terbahak-bahak.

"Gak papa, kalo kamu mau nanti kita coba bantu bujuk dia." Ucap bu Rahma yang langsung di angguki oleh sang ayah.

"Dia juga terapis jadi bisa ngerjain dua kerjaan sekaligus ya Bi, sekali dayung bisa dapet semua." Ayah Sezi menambahi yang langsung mengundang gelak tawa mereka, sedangkan Bian sendiri hanya bisa tersenyum miris mengingat dirinya akan menjadi bulan-bulanan jika benar si seksi itu mau menerima pinangannya.

.

.

.

tbc.

Terpopuler

Comments

Devi Ratna Sari

Devi Ratna Sari

haduhhh lucu beudt

2022-10-02

0

ladyG

ladyG

tetep bikin ketawa si ibram sama alex ni kalo ngumpul buat ngolokin orang

2022-07-26

0

Nurlaila Ginting

Nurlaila Ginting

wah langsung di lamar ya

2022-07-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!