Bawang merah

☆▪☆▪☆

Kedatangan Bitha bertepatan dengan langkah Sezi yang baru saja keluar dari taksi setelah mengantarkannya kerumah Sarah.

Gadis itu tersenyum kala Bitha menegurnya dari jendela mobil yang berbelok memasuki halaman rumah seiring dengan langkahnya.

"Sendirian aja?." Tanya Bitha basa-basi.

"Tadi ngajakin temen tapi dia gak mau, malu." Jawab Sezi sembari mencubit gemas pipi chubby Zhian yang tengah menggandeng tangan Bitha.

"Temen cewek apa cowok nih?." Goda ibu beranak satu itu sembari menaik turunkan kedua alisnya.

"Iish, ya cewek lah kak." Sezi mengerucutkan bibirnya dan membuat tawa Bitha pecah karenanya.

"Loh bisa aja kan, diem-diem gitu dianterin sampe luar pagar terus entar pulangnya ditungguin diujung jalan." Bitha semakin menggoda adik dari sahabatnya itu.

"Dih, enggak lah ya. Kak Bitha lebih berpengalaman deh kayaknya." Keduanya lantas terbahak bersamaan dengan terbukanya pintu rumah dimana Sara menyambut kedatangan mereka dengan tangan terlipat diatas perut.

"Kenapa kalian berdua ngakak depan rumah orang?."

"Ngomongin kamu, apalagi?." jawab Bitha sekenanya.

"Kalian emang terlalu!."

*****

Makan malam mereka berlangsung dengan penuh kehangatan, banyak canda dan tawa yang tercipta didalamnya karena keberadaan Sezi yang selalu menjadi bahan bullyan Ibram.

"Muyak loh abang ini seneng banget bikin kita kesel!." Ucapnya dengan penuh kekesalan.

"Sez, kamu gak kengen sama si judes?." Akhirnya Bitha menanyakan hal yang paling diantisipasi oleh adik perempuan Sarah itu.

Sezi terlihat biasa saja seolah itu bukanlah sesuatu yang menarik untuk dibahas baginya.

"Enggaklah, udah gede gini malu kali kak gangguin dia."

"Lah?. Kamu ngerti malu juga sekalinya?." Ibram bersuara.

"Paan sih bang!. Ya ngertilah, emang situ yang suka ngawur kalo ngomong." Sezi membalas ledekan Ibram sembari memasukan potongan mangga kedalam mulutnya. "Makin tua makin suka bikin kesel ni laki orang."

"Kakak ipar mu itu." Sarah menengahi

"Masa' sih?. lupa eh!."

Lima belas menit setelah mereka merampungkan makan malam Sezi pun tak lama berpamitan untuk segera pulang karena hari semakin malam dan dia hanya mengandalkan angkutan umum untuk kembali ke tempat kosnya.

"Hati-hati, jangan lupa telepon kalo sudah sampai kos." Pesan Sarah sebelum akhirnya taksi yang ditumpangi Sezi meninggalkan kediamannya.

***

Bitha dan Sarah masih berada pada posisi mereka sembari menatap belakang taksi putih yang membawa Sezi berbelok di ujung jalan prumahan tempatnya tinggal.

"Bith, kayanya si centil sama si judes lagi ada problem deh." Sarah melipat tangannya kedada. "Kamu ngerasa gak sih beberapa tahun belakangan ini anak itu udah gak seceria dulu." Lanjutnya.

"Itu juga yang mau aku omongin sama kamu." Bitha beralih menatap Sarah yang masih mengarahkan pandangannya ke ujung jalan. "Udah lebih dari tiga tahun ini dia gak pernah nongol kerumah apalagi buat ketemu sama Bian."

"Kenapa ya Bith?. Aku malah jadi penasaran sama mereka."

"Sama, aku juga." Bitha mengusap lengannya yang terasa dingin. "Tapi ya udahlah, biarin aja itu urusan mereka juga."

☆▪☆▪☆

Di kediaman Alexander,

Bian membuka kembali laptop miliknya yang berisikan laporan pekerjaan. Niatnya semula ingin menyelesaikan bagian yang masih perlu revisi justru harus terganggu dengan pikirannya sendiri mengenai gadis yang selama ini membuatnya selalu merasa bersalah.

flashback

Siang itu dikantor tempat Bian bekerja, Sezi sengaja menunggunya dengan menenteng sebuah paperbag yang ia bawa dari rumah Sarah untuk kemudian diberikan kepada pria itu saat jam makan siang. Sezi tak pernah sekalipun menghubungi Bian, tetapi ia justru mendapatkan informasi keberadaannya melalui Bitha sang kakak. Hal apapun yang bersangkutan dengan si judes ia pasti akan menanyakannya pada dokter cantik itu.

Awalnya Sezi hanya ingin mengajaknya untuk makan diluar meski ia tahu bagaimana respon pemuda itu nantinya namun prasangkanya justru lebih dari apa yang bisa ia bayangkan.

Bian membentaknya, memakinya dan juga membandingkannya dengan seorang gadis yang saat itu hendak melintas didekat mereka. Kekesalan Bian semakin memuncak kala Sezi masih juga berada ditempatnya, menatapnya diam tanpa kata. Tanpa berfikir panjang lagi Bian justru menarik Rina untuk menetap disebelahnya.

Bian menunjuk Sezi dan membandingkan keduanya bagaikan bumi dan langit tepat didepan khalayak.

"Dengar ya nona Sezi, Kamu kalau mau jual diri itu jangan disini. Saya tidak pernah suka sama kamu, perempuan yang doyannya pamer tok*t sama paha kemana-mana sebab saya tidak mau masuk neraka gara-gara kenal perempuan seperti kamu yang GAK TAHU MALU, DASAR LONT*!." meskipun tidak keras tapi Sezi yakin jika semua bisa mendengar dengan jelas bagaimana Bian memakinya.

^^^^^

Bian mengusap kasar wajahnya sampai ke ubun-ubun. Ia tak habis pikir jika mulutnya akan berkata sejahat itu kepada gadis yang sejak dulu menyukainya dengan sifatnya yang memang ceria tidak pernah dibuat-buat untuk terlihat baik dan menarik.

Sezi memang selalu tampil apa adanya tanpa menutup-nutupi jika dia suka atau tidak suka akan sesuatu.

Bian kembali menutup pekerjaannya lalu meraih jacket serta kunci motor yang tergeletak diatas meja konsol. pukul sembilan malam dan si pemilik rumah belum juga kembali dari acara mereka. Ia lalu memutuskan untuk pergi menghirup udara kota sejenak sembari mencari jajanan yang bisa membuatnya lupa akan kalimat-kalimat pedas yang jelas terekam dalam ingatannya.

Motor matic biru yang terlihat bulug itu melaju tak tentu arah dan tujuan. Bian mengendarainya melewati jalan-jalan protokol. Ia sempat berfikir untuk membeli salad di resto adik dari kakak iparnya namun saat tiba disana ia mendapati tempat itu sangat penuh dan memilih untuk berlalu.

Setelah beberapa meter kembali berkendara Bian reflek menarik rem tangannya karena terkejut lantaran motornya hampir saja menabrak sebuah taksi putih yang tetiba memasang lampu sein untuk menepi didepan gerobak tukang sate kaki lima.

Ia sempat mengumpat karena rasa kesalnya dalam hati namun matanya harus dikejutkan oleh sosok yang baru saja keluar dari balik pintu taksi putih itu,

Sezi?

Bian masih terdiam dibelakang taksi putih tadi bahkan setelah angkutan umum itu berlalupun ia masih setia berada pada posisinya hingga suara klakson dari mobil lain yang akan menepi menyadarkannya dari lamunan.

Bian meminggirkan kendaraannya untuk memastikan apa yang baru saja ia lihat benar ataukah hanya halusinasinya semata. Namun sayang setelah beberapa menit menunggu dan tak kunjung mendapatkan hasil ia memilih untuk meninggalkan tempat itu.

***

"Dari mana Bi?." Tanya Bitha saat melihat Bian baru saja melepas jacket dan juga helm yang dikenakan.

"Cari angin."

"Angin apa?. Topan?." Alex menambahi.

"Kentut."

"Ya ampun seleramu!." Bitha menutup mulutnya karena menahan tawa.

"Lagian udah tahu aja masih pake nanya." Balasnya dengan wajah datar.

"Bi, tadi kami ketemu si centil loh, tambah cantik sekarang!." Bitha mulai menebar umpan.

Bian hanya melirik sekilas lalu pergi meninggalkan dua kakaknya dalam keadaan hening tanpa komentar apapun.

.

.

.

tbc.

Terpopuler

Comments

othor ini orang Banjar kah?

2023-08-25

1

Mimin Switnawati

Mimin Switnawati

parah Bian

2022-07-28

2

Nurlaila Ginting

Nurlaila Ginting

ini sih mmg kasar tingkat dewa

2022-07-25

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!