Bawang Merah

☆▪☆▪☆

"Bian".

Sezi seketika merotasikan bola matanya. Tubuhnya seolah lemah, letih dan lesu saat nama pemuda itu disebut oleh sang ibu. Namun ia juga tak berani menolak saat ibunya berkata jika itu adalah permintaan ayahnya.

Wajah Sezi berubah murung ketika mata tua pria nomor satu dihatinya itu menatapnya dengan lekat seolah berkata 'menikahlah dengannya, ayah merestui kalian'.

"Kamu sama Bian pernah ada masalah apa sebenarnya?."

"Salah paham aja yah." Ucapnya dengan sedikit kebohongan.

"Ayah tidak memaksa kalo kamu memang tidak mau sama dia karena kondisinya yang tidak sempurna. Tapi yang ayah mau tanyakan apa kamu masih suka sama dia?."

Sezi hanya diam dengan sedikit gelengan samar sebagai jawaban jika ia memilih untuk tidak melanjutkan rasa sukanya kepada pemuda yang sama.

"Coba kamu pikir baik-baik, Bian mungkin memang pernah salah sama kamu dan mungkin dulu juga tidak suka sama kamu tapi jauh dari itu semua bisa jadi karena dia sebenarnya sedang menyembunyikan rasa yang dia punya supaya kamu gak jatuh hati terlalu jauh sama dia." Sang ibu memberi masukan untuknya agar ia bisa berfikir dengan matang.

Dibalik itu semua sebenarnya ada rasa takut mendalam dipikiran kedua orang tua Sezi jika anak bungsunya itu jatuh hati kepada orang yang salah. Bukan berarti mereka tidak percaya hakikat jodoh, hanya saja sebisa mungkin mereka memberikan pemahaman tentang bagaimana harus menyikapi sesuatu sampai sang anak paham mengenai kondisinya dan tahu jalan apa yang akan ia pilih nantinya.

Tidak ada perjuangan yang mudah untuk setiap yang bernyawa, apapun itu. Demikian pula dengan cinta. Yang orang tua Sezi tahu adalah Bian merupakan anak yang baik terlebih ia memiliki latar belakang keluarga yang bisa dikatakan sukses dalam hal patuh mematuhi, terlepas dari apa yang terjadi kepada anak perempuan mereka dengan tingkah absur juga sifat keras kepalanya.

--------

Sezi memikirkan keputusan tadi yang menurutnya terlalu tergesa-gesa dan tidak mempertimbangkan langkah kedepannya.

"Menikah karena rasa tak enak hati hanya akan membuat mu tersiksa dalam biduk rumah tangga yang sebenarnya akan lebih banyak menerima cobaan baik dari luar ataupun dari dalam." Ucapan sang ibu membuatnya kembali berpikir.

Apakah perasaannya yang sekarang ini adalah rasa suka atau hanya sekedar rasa tak enak hati oleh sebab kejadian yang menimpa pria itu?.

"Apa iya aku terpaksa karena kasihan?. Atau _ sebenarnya memang hati ini gampang meleyot?."

"Sezi, bodoh bodoh bodoh!."

"ERRRRRGGGHHH!."

🐛

_

_

_

Pagi ini terapis wanita itu duduk diruangannya dengan wajah lesu. Entah ia harus cerita kepada siapa karena memang tak pernah sekalipun ia cerita untuk setiap masalah yang dihadapinya, namun kali ini jelas berbeda karena keputusan untuk menikahi seseorang tidaklah semudah bergosip mengenai lawan jenis.

"Muka kusut tuh banget udah kaya kain pel aja." Cia baru saja tiba dan meletakan sebuah binder file dihadapan Sezi.

Wanita itu hanya menatap tanpa niat untuk membukanya.

"Napa sih?."

"Pening pala ay!."

"Ya iya, tapi kan pasti ada sebabnya."

Sezi tak melihat bagaimana Cia mengerutkan kening karena dirinya.

"Ci, seandainya orang yang pernah nyakitin perasaan elu minta nikah gimana?."

"Nikah sama siapa?. Sama kita gitu maksudnya?." Tanya Cia yang langsung diangguki oleh Sezi.

"Fatal banget gak salahnya?."

"Fatalnya gak fatal sih, karena bukan ke kita sih karmanya tapi ke dia."

"Lah?. Gimana gimana, kok fatalnya bisa ke dia?. Jadi karma gitu?."

"Gak ngerti juga sih karma atau bukan, tapi yang jelas sekarang orang itu lumpuh."

"Duh sumpah aku gak ngerti. Coba deh kamu jelasinnya dari akar masalah biar aku gak cuma mandang dari satu sisi."

-

-

☆▪☆▪☆

Dipagi yang sama, Rina kembali datang untuk menjenguk si judes yang tak lagi judes dengan membawa tas karton berisikan puding buah dengan brand terkenal.

Rina mendorong pintu kamar rawat Bian dan tak mendapati sosok yang ia cari selain Bitha yang tengah mengambil sesuatu dari dalam nakas.

"Assalamualaikum." Sapanya pada Bitha yang tak melihat kedatangannya.

"Wa alaikumsalam. Eh Rina, cari Bian ya?."

"Iya, mas Biannya udah pulang?."

"Belum. Bian masih di atas, sebentar lagi ada tindakan." Jelas Bitha kepada wanita yang ia ketahui sebagai teman sekantor adiknya itu.

"Oh, ya udah kak saya langsung aja. Mudahan mas Bian lekas membaik."

"Hati-hati, makasih ya." Ucap Bitha sembari menerima tas karton berisi kudapan manis dari Rina.

Bitha hanya bisa menggeleng samar melihat ketulusan hati wanita berhijab yang tampak menyukai adik sematawayangnya itu.

"Mudahan jodohnya orang sholeh." Doanya untuk Rina.

_

*

*

_

"Mau dinikahin sama orang yang pernah ngehina kamu?."

"Emang muka aku kaya gampangan gitu ya?." Sezi mendengus kesal.

"Emmh, gak juga sih sebenarnya."

"Aku ngerasa kasian aja gitu sama dia, kaya apa dong?."

"Ya udah nikahin aja tu laki, mumpung dia lumpuh sekalian kan kalo kamu mau balas dendam sama dia."

"Jahat banget sih itu namanya."

"Tinggalin aja dah kalo gitu."

"Awalnya aku mikir gitu Ci, tapi kalo dia mati penasaran gimana?."

"Gak akan!. Dia mati juga karena ajalnya kali non."

"Iya ya. Tapi aku udah bilang 'iya' gimana yok?."

"Batalin aja. Toh gak mungkin juga kan dia maksa nikah mau sampek mau ngejar-ngejar kamu. Apalagi pake hajatan sehari semalem dengan kondisinya itu."

"Kamu bener Ci. Tapi tunggu,

"Duuh, apalagi sih?. Banyak banget tapi-nya!."

"Kan aku udah berakali-kali minta batalin sebelum ini dan dia keukeh gak mau. Emang sah ya orang nikah tanpa persetujuan dari pihak perempuan?."

"Lah kalo kamunya keberatan ya harusnya enggak."

"Kaya apa dong Ci jadinya." Sezi menelungkupkan dahinya keatas meja.

"Ya udah coba aja ngomong ke dia sekali lagi. Jangan pake emosi, biar dia juga gak emosi ngadepin kamunya."

Sezi terdiam memikirkan kata-kata Cia dan berniat untuk melakukannya nanti setelah sampai dirumah.

"Sez, orang kalo nikah tu pasti ada adegan hotnya kan?." Cia kembali mengeluarkan uneg-uneg dikepalanya. "Terus nanti kalian gimana?."

"Iya juga ya." Sezi tampak ikut berfikir namun kemudian otaknya menolak saat bayangan wajah Bian menari-nari dalam pikirannya. "Pikiran kamu jauh banget sih!. Ya gak usah gitu-gituan lah biar gak rugi. Lagian dia juga gak bisa berdiri, gerak aja susah masa mau minta gitu-gituan, Dih mimpi banget tu manusia!."

"Laki non, biar gimana pun kondisinya dia tetep laki-laki dan pasti butuh!."

"Sudah lah jangan diterusin. Mending fokus kerja, kumpulin duit buat modal ke eropa." Sezi meninggalkan kursinya menuju ruang penyimpanan yang berada dibalik tempat duduk mereka.

"Iya Eropa, tempat mbah mu tanam saham."

"Kaya mendadak woy." Sahut si cantik dari dalam.

"Ngipi woy!." Cia terkikik geli sembari menutup mulutnya dengan telapak tangan.

tbc

Terpopuler

Comments

Mimin Switnawati

Mimin Switnawati

mau ga mau ga bingung sezi

2022-07-30

0

reni rili

reni rili

Sezy galauuu 😄

2022-07-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!