Bawang Merah

◇◇▪◇◇

Kegiatan mereka berlangsung sampai setengah hari dan berhenti saat jam makan siang tiba. Endah mengajak Sezi untuk pergi ke kantin bersama tiga orang peserta lainnya yang terdiri dari seorang wanita dan dua orang pria yang berasal dari daerah berbeda.

Kelimanya duduk disatu meja yang sama dengan obrolan ringan untuk mengisi kekosongan diantara mereka.

"Pertama kalinya sih aku kesini dan gak pernah kebayang kalo ternyata dalemnya seluas ini." Ucap Miftah yang duduk disebelah Endah sembari merekam suasana kantin rumah sakit dengan ponsel pintarnya.

"Aku udah dua kali kesini, cuman yang pertama bukan untuk studi tapi buat benerin gigi." Pemuda bernama Ilham itu memamerkan deretan giginya yang mengenakan behel.

"Elu pasangnya kejauhan bro!." Diki menjawab ucapan Ilham dengan sebuah candaan.

"Harusnya kita kenalan dari sebelum ini biar elu kagak kejauhan pasangnya, soalnya tetangga gue buka bengkel las." lanjutnya sembari terkekeh.

"Ngaco kamu!. Kalo cuma gitu sih gak usah sampe tempat mu juga bisa, disebelah ruko ku ada tukang patri emas malah lebih enak bisa custom dengan harga tetangga." kelimanya terbahak-bahak saat mendengar balasan Ilham untuk Ucapan Diki.

"Udah yuk!. Waktu kita mepet loh keburu dingin ni entar soto." Sezi menengahi banyolan mereka untuk segera menyudahi acara makan siang singkat kelimanya.

"Sez, elu udah ada gebetan belum?." Tanya Diki sembari menatap Sezi yang berada diseberang mejanya.

"Paan gebetan. Kaya gak ada kesibukan lain aja." Endah mencemooh ucapan pemuda itu.

"Si Ilham mau nyalon katanya." Lanjut Diki tanpa rasa bersalah karena telah melibatkan si behel.

"Apa aku lagi dibawa-bawa!?. Ngaco kamu!." Ilham melemparkan tisu bekas kearah tersangka yang kemudian disambut gelak tawa Diki.

"Buat kalian kaum adam!. Asal tahu aja 'hawa' jaman sekarang tu udah gak level di becandain receh macam abg labil gini." Sezi mengeluarkan kalimatnya sembari menyeruput jus alpukat favoritnya.

"Kalo elu-elu pada suka sama hawa berdoa sama yang punya hati, Ckk!. Lemah lu pada!." Sezi berdecak malas sembari mengangkat tubuhnya dari sandaran kursi yang semula ia tempati. "Yuk dah, siap-siap masuk lagi."

"Oke dah, siap!." Diki terlihat sedikit kecewa karena ucapan Sezi yang memang ada benarnya. Pria itu sadar jika gadis yang ditaksirnya termasuk kedalam kelas berat.

Kelimanya berjalan kembali menyusuri lorong yang semula mereka lewati namun tepat di perempatan lorong Sezi dikejutkan oleh suara wanita yang memanggilnya dari arah samping.

"Sezi!.".

Reflek Sezi menoleh saat namanya disebut.

"Kak Bitha?."

Bitha berjalan menghampirinya dari sebuah nurse station. Wanita itu tersenyum lebar saat mata mereka bertemu pandang.

"Tinggalin aja." Titah Sezi kepada dua orang wanita yang bersamanya.

"Yok dah kita duluan!." Endah menarik lengan Miftah untuk meninggalkan Sezi, menyusul dua lelaki yang semula bersama mereka dan kini berjalan menjauhi keduanya.

*****

"Ya ampun, berapa tahun sih gak ketemu kamu, kok kayanya banyak banget yang berubah?." Bitha mencubit lengan berbalut seragam hijau pupus yang dikenakan oleh Sezi.

"Aww, sakit kak Bitha!."

"Ya ampun, gimana gak ketar-ketir Sarah kalo yang ditinggalin kaya gini bentukannya." Bitha masih memindai si cantik bertubuh semampai itu dengan sangat detail.

"Kak Bitha jangan gitu lah lihatnya!. Nurse di station pada ikut merhatiin tuh."

"Don!. Doni!. Si Doni mana Ji?." Tanya Bitha kepada Jihan yang berdiri dibalik meja counter.

"Ke atas tadi Dok." Jawab Bidan bertubuh subur itu dengan suara besarnya.

"Yah, gak rejekinya dia berarti."

"Apa sih kak, Ih kan pasti ada maksudnya ini." Sezi terlihat menggembungkan pipinya karena ulah Bitha.

"Gak ada, ya udah sana entar kamu telat."

"Nah kan!. Ya udah, aku pergi. Daaah!."

Bitha tersenyum melihat perubahan yang terjadi pada gadis itu selama beberapa tahun karena tak pernah sekalipun melihatnya baik saat pulang kampung beberapa waktu lalu.

Dokter cantik itu memiliki firasat jika Sezi mungkin memang sengaja menjauhkan diri darinya atau tepatnya menjauhi si judes, Bian.

Tidak seperti yang biasa Sezi lakukan jika gadis itu bertandang kerumah Sarah. Gadis itu pasti tak lupa untuk mengunjunginya dengan tujuan lain atau seperti yang baru saja terjadi jika dulu gadis itu bertemu dengannya pasti akan langsung menanyakan pemuda yang kerap kali diganggu olehnya. Namun ia masih tidak tahu apa yang menjadi penyebab dibalik perubahan yang terjadi.

"Pasti masalahnya ada di anak itu!." Bitha menggelengkan kepalanya samar sembari mengingat bagaimana kelakuan adik lelakinya sendiri jika berhadapan dengan gadis tadi.

*****

Bian masih berada diruang meeting saat jam pulang kantor telah berlalu. Pemuda itu masih bermain dengan gadgetnya ketika Bitha menghubunginya.

"Emh?."

📲"Ya ampun om, jawab yang bener kek!." Bitha terdengar mengeluh diujung sana.

"Kenapa sih kak?."

📲"Kamu udah sampe rumah?."

"Belum, masih dikantor. kenapa?."

📲"Oh enggak, kakak kira udah pulang. Kakak mau ke rumah Sarah kamu ikut gak?."

"Ya enggak lah, kayak gak ada kerjaan aja!." jawabnya dengan sedikit ketus.

📲"Ada Sezi disana, kali aja kamu mau ikut sekalian temu kangen." ucap Bitha yang terdengar seperti sebuah candaan.

Tak ada suara yang terdengar selain hembusan nafas yang sedikitnya terasa berat.

"Gak deh, kakak aja sama abang. Aku langsung pulang aja."

Bian menutup panggilan itu sepihak. Tak ada kata atau kalimat penutup yang menjadi penanda akhir percakapan keduanya.

Bitha semakin merasa jika ada sesuatu yang tengah disembunyikan oleh adik lelakinya itu sebab tidak seperti yang sudah-sudah ketika ia menyebutkan nama Sezi pasti ada nada khusus yang dikeluarkan oleh Bian untuk menolak permintaan Bitha karena telah melibatkan gadis itu.

*****

Bian merapikan berkas dan peralatan yang semula ia gunakan untuk presentasi kedalam sebuah ransel lalu menyampirkannya dibelakang punggung.

Pria itu menuruni anak tangga tanpa suara dan mendapati seorang wanita yang selama ini membuatnya diliputi rasa bersalah kepada gadis terapis itu.

"Mas Bian baru mau pulang?." Tanya Rina, seorang karyawan wanita yang bertugas dibagian perencanaan perusahaan.

"Iya, ini baru selesai." Bian hanya menjawab seadanya karena ia berfikir jika terlalu banyak bicara maka akan menimbulkan berbagai spekulasi untuk orang lain yang melihatnya. "Saya duluan."

"Iya, hati-hati." Rina tersenyum tipis saat mengucapkan kalimat untuknya.

Bian mengangguk tipis lalu meninggalkannya tanpa menoleh lagi kebelakang.

Rina merupakan seorang wanita muda dengan perangainya yang ramah serta tutur katanya yang lembut. Ia juga termasuk dalam salah satu jajaran wanita idaman dikantor tempat Bian bekerja. Dengan kesopanan juga cara berpakaiannya yang menutup kepala membuatnya banyak disukai siapa saja termasuk Bian.

Bian tidak akan berbohong jika ia memang menyukai gadis dengan pakaian tertutup. Namun jika untuk masalah pasangan hidup ia pasti akan berfikir dua kali. Sebab kita tidak bisa menilai seseorang hanya dari penampilannya saja.

Lalu bagaimana dengan Sezi?!

.

.

.

tbc.

Terpopuler

Comments

Baihaqi Sabani

Baihaqi Sabani

visualy thor...mkin greget crtay

2022-08-25

0

Mimin Switnawati

Mimin Switnawati

wes pokoknya suka sama karakter Bian

2022-07-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!