Bawang merah

☆▪☆▪☆

Sezi benar-benar menikmati waktunya duduk dikantin rumah sakit dengan memesan makanan berat juga seporsi pisang gapit dengan saus khas aroma buah nangka yang begitu wangi dan membuatnya tak tahan untuk melahap dengan cepat. Segelas jus melon pun nampak begitu menggoda tenggorokannya hingga membuatnya nyaris lupa akan tujuannya semula datang ketempat itu.

"Ah, hampir aja lupa sama dia. Heduuuhh, dasar manusia gak penting. Bikin masalah tambah rumit aja." Sezi melirik jam dipergelangan tangannya yang menunjukan pukul 11.25 waktu setempat.

Sezi baru akan meninggalkan tempat duduknya saat sosok wanita yang begitu familiar datang menghampirinya.

"Ka Bitha?."

"Kamu ngapain malah duduk disini?. Udah ketemu sama penggemar rahasianya?." Candanya disertai kekehan.

"Belum, tadi baru buka pintu kamarnya aja trus keluar lagi soalnya masih ada tamu." Jelasnya sederhana yang langsung diangguki oleh Bitha.

"Ka Bitha gak praktek?."

"Masih satu jam lagi."

Obrolan demi obrolan pun akhirnya tercipta diantara keduanya dan membuat Sezi kembali lupa dengan tujuan awal kedatangannya ketempat itu hingga terdengar suara azan yang menyadarkannya dari percakapan asik mereka.

"Astagfirulloh, ka Bitha kan!. Aku lupa lagi sama tujuan awal ku kesini Hiiisss ...!." Sezi berdecak kesal lantaran mengingat seseorang yang harus ditemuinya dan membuat Bitha malah tertawa karenanya.

"Ya udah sana datengin dulu, kangen berat dia tuh sama kamu."

"Dih!. Enggak banget lah dikangenin sama petasan banting!."

Bitha benar-benar terkikik geli mendengar umpatan Sezi untuk adik semata wayangnya yang kini justru terbaring lemah tak berguna dibrangkar rumah sakit.

Dokter muda itu menggeleng pelan sembari manatap kepergian Sezi yang mengenakan rok tapihnya setelah sebelumnya ia sempat melihat bagaimana wanita muda itu membuka kain penutupnya saat hendak memasuki kamar Bian. Bitha sempat mengintip bagaimana wanita muda itu melepas simpul ikatan pada roknya dan hanya menyisakan Hotpants yang Bitha tahu jika Sezi memang sengaja mengenakannya untuk membuat pria muda itu semakin tak suka terhadapnya.

Lalu, Bagaimana jika kini Bian berpandangan lain tentang adik Sarah itu?.

Entahlah, Bitha hanya bisa berdoa yang terbaik untuk adik-adik mereka bagaimanapun keadaan mereka nanti.

-

-

☆▪☆▪☆

-

-

Sezi melangkah dengan santai ditengah heningnya koridor rumah sakit menuju kamar Bian si petasan banting. Setibanya didepan pintu ia kembali membuka rok tapih miliknya kemudian melipat dan memasukkannya kedalam totebag yang ia bawa.

Perlahan namun pasti Sezi mendorong pintu itu kembali dan hanya mendapati Bian seorang diri tengah terlelap dengan kondisi yang sebenarnya cukup memperihatinkan.

Sezi sama sekali tak berniat membangunkan pria itu. Ia memilih untuk duduk dengan tenang di sofa yang berada tepat disamping jendela kaca dan berhadapan langsung dengan brangkar pasien.

Wanita dengan rambut panjang itu sama sekali tak menghiraukan sang pasien yang juga tengah terlelap pada jam makan siangnya.

"Bodo amat, yang penting perut ku kenyang." Ia bergumam sebelum menyamankan posisinya.

Sezi tampak asik bermain ponsel kala manik mata Bian terbuka dan langsung mendapati kaki mulus wanita itu menjuntai saling betumpu satu sama lain tak jauh dari tempatnya terbaring.

Tak ada kata 'hai' atau kalimat basa-basi lainnya saat tatapan keduanya saling bertemu. Pandangan keduanya tampak kosong meskipun manik mata mereka saling mengunci.

Sezi menyimpan ponselnya lalu melepaskan hodie yang ia kenakan dan hanya menyisakan tanktop hitam yang nampak begitu kontras dengan kulit putih super mulusnya.

Bian jelas sangat risih dengan penampilan Sezi meski sudah tak asing lagi baginya untuk melihat bagaimana wanita itu berpakaian.

"Gimana kabar kamu hari ini?." kalimat Sezi membuat hati Bian terasa perih meski yang diucapkannya hanya sebuah pertanyaan.

Ia sadar jika ada yang berbeda dengan kalimat tersebut. Wanita itu tidak lagi memanggilnya 'abang' seperti yang dulu biasa ia dengar.

"Baik." jawabnya pelan. "Dari kapan disini?." Tanyanya

"Barusan." Sezi menarik kursi besi disamping tempat tidur Bian lalu menyamankan tubuhnya dengan menyilangkan kaki.

"Kamu mau ngomong apa?." Tatapan Sezi tampak tak begitu peduli pada kondisinya saat ini. Ia melihat jika wanita itu hanya menatapnya dengan tatapan malas.

"Kamu cuti kerja cuman buat kesini?." Pertanyaan Bian jelas melenceng dari apa yang Sezi harapkan.

"Kamu mau ngomong apa?." Sezi sendiri seolah tak peduli jika pria itu ingin bermain-main dengannya.

"Makasih udah mau datang kesini buat ketemu aku."

"Kalo gak ada yang mau kamu omongin aku permisi." Sezi langsung berdiri meninggalkan kursi besinya menuju sofa dimana barang-barangnya berada.

Bian seketika kelimpungan, ia bingung bagaimana cara mencegah wanita itu agar tidak pergi meninggalkannya. Seketika ide gila melintas begitu saja untuk mengerjai si seksi yang kini tak lagi centil itu.

UGH!!!

Bian memekik dengan sedikit keras karena ulahnya sendiri yang nekat mencabut selang infus yang menancap pada botol dan membuat darah segar ditangannya turun mengaliri selang yang ia jatuhkan kelantai.

"Tolong." lirihnya

Satu kata yang membuat Sezi seketika menoleh dan langsung berlari menghampiri selang yang menjuntai keatas lantai itu.

Bukannya berterimakasih, Bian justru beristigfar dengan suara lirih berkali-kali karena dialah yang kini merasa tersiksa?. Ingat, jika Sezi hanya mengenakan tanktop dan belum memasangkan hoodienya?. Ya, dan apa yang Bian temui adalah hal yang seharusnya tidak boleh ia lihat.

Sezi menutup aliran pada selang infus Bian lalu memencet tombol yang terhubung dengan nurse station. Wanita itu berdecak kesal dan menatap sinis kepadanya yang justru membuang muka.

"Gak usah bikin ulah deh ya!." Geramnya sebelum kembali menghampiri barang-barangnya.

"Sez_

Bian dengan cepat menahan pergelangan tangan Sezi dengan tangan kirinya dimana selang yang tertanam ditangannya sudah berubah merah.

"Apaan pegang-pegang?."

"Cuman tangan elaaahhh."

"Ya udah cepetan ngomong!." Bentaknya yang semakin kesal dengan ulah si pria.

"Kamu marah terus sih?."

"Jutru kamu tuh yang kebanyakan tingkah!. Udah sakit malah polah, bikin kesel aja!." Umpatnya.

"Iya maaf."

"Udah cepetan mau ngomong apa?." Lagi, RPM wanita itu naik untuk kesekian kalinya.

"Ya kamu duduk dulu lah, mana bisa aku ngomong kalo kamunya aja kaya orang kebelet boker gini."

"Dih, mulai ngelunjak ni manusia." Desisnya disertai semirk jahat.

"Banyak yang mau aku omongin, takutnya kaki mu nanti kesemutan."

"Dirangkum aja intinya apa."

"Mana bisa gitu!." Bian sedikit kesal dengan wanita dihadapannya yang tak juga menuruti permintaannya.

"Eh manusia, aku juga punya kesibukan lain ya. Tujuan ku kesini itu gak cuman karena kamu doang, ngerti!?."

Bian tersenyum penuh arti. "Kenapa?. Kamu ada janji kencan sama si duda itu?."

Sezi jelas terkejut saat Bian mengatakan tentang sosok pria yang belakangan tengah mendekatinya.

"Kenapa bengong?. Jadi tebakan ku benar?."

"Kamu_

"Ya aku tahu kalo duda kampr*t itu dijodohin sama anaknya sendiri."

Tawa Sezi seketika pecah. Wanita itu terbahak-bahak karena pengakuan Bian yang mungkin tak pria itu sendiri sadari.

"Kamu cemburu?." Ada senyum jahil yang tercetak diwajah cantik Sezi.

"Ngapain cemburu sama duda?."

"Jadi selama ini kamu mata-matain aku?."

"Kaya gak ada kerjaan lain aja." Gerutunya sembari membuang wajah saat menyadari jika dirinya telah salah dalam mengucapkan kalimat.

.

.

.

tbc.

Terpopuler

Comments

reni rili

reni rili

ooww kamu ketauan Bian, cembokur 😆

2022-07-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!