▪☆▪☆▪
Sezi yang tak mengerti pun hanya bisa mengikuti sang ibu dalam diam sambil menerka apa yang akan mereka bicarakan dengannya.
Langkah membawanya ke ruang tamu dimana seorang pria tua yang sangat ia kenali duduk berbincang dengan ayahnya sembari menertawakan obrolan ringan mereka.
Sezi terpaksa menyalami sosok pria yang dulu selalu ia dambakan untuk menjadi mertuanya itu dengan senyum yang sedikit dipaksakan.
"Alhamdulillah yang ditunggu akhirnya pulang." Ucap ayah Bian sembari tersenyum hangat. Begitu pun dengan Sezi yang hanya bisa mengangguk menanggapi ucapan pria tua itu.
Kedatangan ayah Bian jelas memiliki maksud tersendiri disamping silaturahmi karena statusnya yang adalah tetangga satu komplek.
-
-
***
-
-
Hari semakin larut, meninggalkan tanda tanya tersendiri ditengah kegalauan untuknya yang jelas sudah menjauhkan diri dari pemuda sialan itu.
Baginya permintaan yang diutarakan oleh ayah Bian terkesan lucu dan mengada-ada membuatnya ingin mengumpat dan memaki anak dari pria tua tersebut sampai-sampai setanpun malas untuk mendengarnya.
...........
"Saya minta maaf sebelumnya karena telah mengganggu waktu istirahat nak Sezi." Ucap pak Hadi perlahan hingga membuat kedua orang tua Sezi sedikit heran karenanya.
"Mungkin ini terkesan lucu dan sedikit tidak masuk akal tapi saya benar-benar minta tolong sama nak Sezi untuk bisa melihat Bian." Kalimat yang keluar seperti telah dirangkai sedemikian rupa agar terdengar bagus bagi Sezi yang saat itu masih memperhatikan wajah tua dihadapannya.
"Ini sebenarnya ada apa pak Hadi?." Ayah Sezi nampak tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya dengan langsung bertanya tentang apa yang sedang terjadi.
"Saya sendiri juga kurang paham dengan permasalahan mereka pak. Bian baru saja tersadar dari komanya dan langsung meminta untuk dipertemukan dengan Sezi."
"Sez, kamu sama Bian lagi ada masalah?." Tanya sang ibu dengan nada lembut.
Sezi hanya menggeleng sesaat lalu berkata jika ia merasa tidak memiliki masalah apapun dengan anak tetangganya tersebut.
"Saya tidak ingin memaksa nak Sezi untuk bisa datang hanya saja mungkin ini kesempatan terakhir bagi Bian untuk meminta maaf atas kesalahannya yang telah lalu."
-
▪☆▪☆▪
-
Sezi hanya melihat nomor yang telah berpindah buku ke daftar kontak miliknya dengan tatapan malas.
"Buat apalagi manusia kaya kamu nyariin Lont*!?." Sezi tersenyum sinis. "Dasar manusia kebanyakan gaya, makan tu karma!." Desisnya tepat saat ibu jarinya menekan tombol delet dari daftar kontak.
Ketukan pada pintu kamarnya kembali terdengar pada pukul 23.10 membuatnya sedikit terkejut karena mengira jika sosok astral yang tak lain adalah ibunya sendiri muncul dari balik pintu.
Wanita paruh baya itu mendekati ranjang miliknya dan memposisikan diri tepat di pinggir kasur.
"Sez, sebenarnya kamu ada masalah apa sama Bian?." kembali pertanyaan yang sama diutarakan oleh sang ibu.
"Itu sampek pak Hadi datang kesini berarti fatal banget Sez, apalagi dia baru sadar dari koma."
"Gak papa ma, Sezi gak ngerasa punya masalah apa-apa kok sama dia. Lagian kan kecelakaan yang nimpa dia bukan salah aku."
Bu Rahma hanya bisa menghela nafas lemas saat menyadari betapa keras kepalanya anak bungsu mereka untuk bisa berkata jujur dengan apa yang terjadi diantara keduanya sebelum ini.
"Besok kita sama-sama lihat kesana, mama sama ayah juga ikut."
"Buat apa ma?. Besok aku masih harus kerja." Sezi nampak kesal dengan ucapan sang ibu.
"Sezi!."
Suara bu Rahma meninggi karena ucapan Sezi yang seolah tak peduli dengan kondisi anak tetangga mereka.
"Pokoknya besok siang kita sudah harus sampek disana. Mama gak mau ada rasa penyesalan diakhir karena sudah membuat kesempatan orang lain hilang gitu aja."
Bu Rahma segera meninggalkan kamar Sezi setelah menyelesaikan kalimatnya. Ia tak ingin terus menerus mendengar penolakan anaknya yang hanya akan membuatnya lebih emosional.
-
*****
-
Pagi-pagi sekali Sezi tiba dirumah sakit untuk bertemu Cia dan seorang rekan kerjanya yang saat itu akan menggantikan posisinya sementara waktu.
"Sory ya Mil, ganggu waktu kamu." Sezi meminta maaf karena harus merubah jadwal kerja rekannya yang seharusnya mengambil cuti kerja tiga hari.
"Ya udah gak papa. Lagian pas juga sama acara resepsi kakak aku yang digelar hari sabtu depan."
"Jangan lama-lama ya Sez, entar kalo aku kangen kan bisa repot." Cia mengerucutkan bibirnya karena Sezi akan meninggalkannya untuk beberapa hari.
"Tenang aja, aku gak bakalan lama!." Ucapnya begitu yakin.
Sezi berlalu meninggalkan rumah sakit dengan hati yang begitu berat. Ingin sekali ia menolak permintaan itu namun apa daya ketika orang tuanya saja justru akan ikut bersama dengannya demi memastikan keadaan tetangga mereka yang baru saja siuman dari masa kritisnya.
***
***
Tiba dibandara, Sarah terlihat berdiri diambang pintu kedatangan bersama sang suami dan juga anak mereka, Bara.
Ketiganya menyambut kedatangan orang tua mereka dengan sebuah pelukan hangat namun tidak begitu dengan Sezi yang justru melangkah sedikit lebih lambat dari pada ayah dan ibunya.
"Cepetan woy!. Ditungguin pangeran noh dibangsal!." Ibram dengan usilnya malah menggoda adik iparnya yang tampak memberengut kesal karena ucapannya.
"Biarin, mati sekalian juga gak papa." Gumamnya yang masih bisa didengar oleh sang ibu.
"Astagfirulloh Sezi!." Tepukan kasar mendarat tepat dipangkal lengan wanita itu. "Omongan mu dijaga!. Mama gak pernah ngajarin kamu jadi orang jahat." Bentaknya dengan suara sedikit tertahan sembari berjalan menuju pick up zone.
Sezi tampak tak peduli dengan ucapan sang ibu. Wanita itu hanya menoleh sekilas lalu menurunkan kaca mata hitamnya yang semula bertengger diatas kepala dan berjalan sedikit angkuh akibat rasa muak yang terus menerus menggelayuti hatinya sejak dua hari belakangan.
Tak jauh berbeda dengan sebelumnya, selama diperjalanan pun ia tak banyak bicara seperti biasanya yang selalu bercanda, bergosip, ataupun bertengkar dengan sang ipar yang seringkali menjadikannya sasaran bullying.
📩"Kamu masih suka sama dia?."
Satu pesan masuk dari Sarah.
📨"Udah berlalu."
📩"Jangan gitu jugalah kamunya. Jahat bah itu namanya, mana tahu kan dia sekarang jatuh hati sama kamu."
📨"Aku belajar dari yang udah lalu kak. Dah lah, aku juga manusia biasa kok kaya yang lain, yang bisa sakit hati hanya karena sebuah ucapan."
📩"Ya tapi masa kamu segitu teganya sih sampe ngarepin dia mati."
📨"Gak ada aku ngarepin dia mati. Kan hanya pengandaian aja tadi."
Sarah menghela nafas kasar yang seketika membuat Ibram menoleh sekilas ke arahnya untuk melihat apa yang terjadi.
Mereka tak langsung bertandang kerumah sakit untuk melihat keadaan Bian, melainkan beristirahat lebih dulu dirumah Sarah lalu melanjutkan tujuan mereka esok hari.
-
-
*****
Dilain suasana,
Bian merasakan kakinya tengah berdenyut nyeri karena luka baru setelah menjalani operasinya yang kedua kali.
Sesekali ia mengecek ponsel miliknya, menanti panggilan jikalau ada nomor baru yang akan menghubunginya. Namun harapannya beberapa hari ini seperti sia-sia lantaran setiap kali berbunyi ia hanya mendapati pesan dari dua pria sableng yang selalu menemani hari-harinya saat dikantor dan juga sosok wanita yang sempat beberapa kali mengunjunginya belakangan, Rina.
.
.
.
tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Septi Wulansari
mendingan dapat si duda ya drpd bian.Kebangetan banget ya si bian
2022-07-07
1