Bawang merah

☆▪☆▪☆

"Sebenarnya kalian ada masalah apa sih?." Bitha berusaha memecah keheningan diantara macetnya jalanan kota sore ini.

Bian sama sekali tak menjawabnya. Pria itu hanya fokus pada jajaran mobil-mobil lain yang juga merayap disamping kanan dan kirinya.

"Bi, kalo kamu diem itu artinya masalahnya terlalu berat ya kan?." Bian tak juga menoleh ataupun sekedar mengiyakan ucapan sang kakak.

"Bi, dosa loh kalo kita memutus tali silaturahmi dengan sesama hanya karena masalah pribadi yang sebernarnya bisa untuk diperbaiki."

"Tapi masalahnya itu dia kak."

Bitha menoleh untuk sesaat setelah akhirnya Bian mengeluarkan suaranya.

"Kenapa kamu nyalahkan dia kalo sebenarnya akarnya ada dikamu?." Bitha mempertegas ucapannya. "Sebenarnya kamu gengsi kan buat minta maaf duluan karena kamu sadar kalo kamu yang salah?." Bitha benar-benar membuat adik lelakinya itu terdiam.

"Kakak tebak pasti gara-gara mulut mu dia jadi begitu." Tak ada jawaban berarti dari si tampan yang sedang duduk dibalik kursi kemudi untuk pertanyaannya.

-

-

-

☆▪☆▪☆

Sezi dan Endah berjalan santai menyusuri jalanan pemukiman untuk pulang ke rumah kos mereka sembari membeli banyak jajanan untuk persediaan malam hari.

Endah sadar jika Sezi tidak banyak bicara sepulangnya dari rumah sakit. Ia lantas menanyakan penyebab wanita itu lebih banyak diam dari sebelumnya.

"Gak kenapa-kenapa, cuma lebih kerasa capek aja dari pada yang kemarin." jawaban yang sebenarnya juga bisa dijadikan alasan semua orang untuk tidur seharian.

Sezi berlalu ke kamarnya meninggalkan Endah yang masih berdiri diambang pintu. Tak lama wanita itupun masuk ke kamarnya lalu menutup pintu untuk mengistirahatkan tubuhnya.

Sezi melepas semua yang melekat ditubuh seksinya kemudian berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Kilasan kejadian sebelum ia pulang tadi kembali membayanginya dimana ia menyadari jika Bian memang melihat kearahnya saat ia berpamitan kepada Bitha hanya saja rasanya begitu enggan untuk membalas tatapan mata pria itu setelah kejadian tiga tahun silam dimana hatinya benar-benar pecah karena pria yang disukainya membandingkannya dengan gadis lain, terlebih kata-katanya yang benar-benar hampir membuatnya meneteskan air mata karena tak kuasa dengan caciannya yang begitu kasar.

"Lont*?. Kamu ngatain aku Lont* dan sekarang kamu malah ngelihatin Lont* ini?. Lucu banget sih kamu Abian ... Abiaan." Sezi terkekeh pelan dengan terus mengulang sebutan Bian untuknya sembari menggosok wajahnya menggunakan foam.

"Dasar sampah!."

***

***

"Mau kemana Bi?." Tanya Bitha saat melihat adik lelakinya mengenakan jacket.

"Cari angin."

Bitha hampir saja tertawa mendengar alasan itu karena mengingatkannya pada sang suami yang jelas akan meledek kata-kata Bian.

"Hati-hati." Hanya itu yang Bitha ucapkan sebelum akhirnya Bian menutup kembali pintu rumah dari arah luar.

Bian berniat mengunjungi tempat yang sama dengan sebelumnya. Ia yakin jika Sezi tidak tinggal dirumah Sarah setelah malam itu melihatnya turun dari taksi dijam yang seharusnya Bitha pulang seusai makan malam.

Malam ini rombong sate itu masih tampak dipenuhi oleh orang-orang yang mengantri pesanan mereka, begitupun Bian. Ia sengaja ikut mengantri dengan harapan bisa bertemu dengan Sezi yang masih tidak ia ketahui dimana rimbanya.

***

"Sez, keluar yuk beli nasi goreng."

"Ya ampun Ndah, jajan sebanyak tadi gak cukup apa buat ganjel perut?."

"Dih ya gak kenyanglah. Nasi Sez, nasi yang bikin kenyang."

"Tunggu bentar, pake jacket dulu."

......

Endah dan Sezi keluar tak jauh dari tempat kos mereka, hanya sekitar lima puluh meter dari gang dimana keduanya tinggal kemudian pulang setelah mendapatkan apa yang mereka cari.

Lalu bagaimana dengan usaha Bian?. Pria itupun pulang setelah hampir mendekati jam sepuluh malam dengan hasil nihil. Ia tak mendapatkan apa-apa selain rasa kenyang karena melahap habis dua puluh cucuk sate bersama lontongnya.

"Dimana dia tinggal." Gumamnya sembari menatap langit-langit kamarnya yang temaram.

☆▪☆▪☆

Bulan berganti dan Sezi telah merampungkan urusannya dirumah sakit tempat Bitha bekerja.

Beruntung selama menjalani harinya disana ia tidak pernah disibukkan dengn urusan asmara, berbeda dengan Miftah dan Endah yang justru terkena pelet semar mesem pegawai rumah sakit itu hingga membuat dua pria yang juga bersama mereka berdecak malas lantaran keduanya seperti tak rela jika mereka harus segera pergi dari tempat itu.

"Makanya kalo punya mata itu dijaga biar gak salah-salah jatuh hati. Mewek kan sekarang!." Ilham mengolok Endah yang sedari tadi terus menekuk wajahnya, begitu pula dengan Miftah yang malah terisak karena rasa kesalnya akibat ulah Diki yang sengaja mengganggunya agar tak bisa melakukan kencan terakhir bersama gebetan barunya. Pria itu terbahak bak menertawakan sebuah lelucon.

"Bisanyaaa Miftah, Miftah .... ada gitu orang nangis gara-gara batal kencan?!." Pria itu kembali tertawa.

"Gara-gara kamu oneng!!!. Gak sadar diri lagi!!!."

"Udah, udah. Entar cari yang baru." Sezi justru memberikan saran yang tak bisa mereka terima begitu saja.

"Iya, kamu enak. Udah Cantik, seksi lagi. La kita?. Untung-untung ada yang mau ya gak Ndah?." Mifta mengeluhkan dirinya sendiri yang langsung disangkal oleh Sezi,

"Cantik dan seksi tapi gak dilirik gimana donk?." Ucapan Sezi membuat kedua wanita yang berkumpul bersamanya seketika menoleh dan menatap tak percaya kearahnya.

"Beneran Sez?."

"Bo'ong itu." Balas Endah dengan wajah tak acuh.

"Udah sama aku aja, aku tipe laki-laki yang bisa terima perempuan apa adanya kok!." Diki menyela obrolan para wanita disampingnya.

"Heleh! muna' lu!." Miftah melemparkan tisu kearahnya. "Gak ada laki-laki yang terima perempuan apa adanya, yang bener itu ada apanya!."

"Emang perempuan ada apanya?." Tanya Diki dengan wajah yang dibuat sok polos.

"Pikir aja sendiri!." Ketus wanita berumur duapuluh tiga tahun itu.

Diki dan Ilham terkekeh melihat kelakuan Miftah yang tak juga bisa diam karena rasa sedih dan kesalnya bercampur menjadi satu.

▪▪▪▪▪

Sudah lebih dari lima hari ini Bitha tidak bertemu Sezi namun setelah jam prakteknya selesai ia justru melihat adik Sarah itu tengah menunggunya di deretan kursi tunggu yang berjejer rapi didepan poli.

"Kak Bitha!."

"Hei, mau kemana?. Tumben gak pake seragam?." Tanya Bitha saat melihat penampilan Sezi yang Jelas berbeda dari biasanya.

Wanita muda itu tak hanya terlihat cantik tapi juga menarik, rambut panjangnya terurai dengan sebuah masker menutupi sebagian wajahnya dan membuat Bitha hampir saja tak mengenalinya. Sezi tampak berbeda dengan setelan blouse berwarna peach dan juga selembar rok plisket setinggi betis yang mampu memberikan kesan dewasa padanya.

"Kak Bitha gak mau nitip apa gitu buat dikasihkan ibu?." Tawaran sekaligus pertanyaan ia berikan kepada wanita dihadapannya.

"Kamu mau pulang?."

Sezi hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Sekarang?."

"Iya, pesawat jam empat."

"Cepet banget, padahal kamu belum ada main kerumah."

Ucapan Bitha hanya ditanggapi dengan senyuman manis oleh Sezi.

"Kapan-kapan aja kak kalo ada waktu."

"Hati-hati ya dijalan."

Sepeninggalan Sezi, Bitha terus memikirkan kesalahan apa yang telah dibuat adiknya hingga menyebabkan si centil yang selalu menghibur itu kini terlihat berbeda.

.

.

.

tbc.

Terpopuler

Comments

Reni Apriliani

Reni Apriliani

c Bian mulutnya lebih pedes dari bon cabe level 100

2022-07-05

3

Rafa Aqif

Rafa Aqif

terlaluuu dalaaaam sakitnyaaaa Abiaaannn.....😪😪😪😪

2022-07-04

2

Lilik Rudiati

Lilik Rudiati

kepikiran kan Bian makanya jaga mulut jg sampai keluar kata2 yg nyakitin orang ,buru minta maaf biar plong

2022-07-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!