×××××
Sore itu Rina kembali mengunjungi Bian dengan membawa buah tangan didalam paperbag yang ia tenteng.
Senyum ramah ia tampilkan saat memasuki ruangan berwarna putih dimana Bian terbaring dengan bermain ponsel.
Kedatangannya disambut oleh ibu Bian yang saat itu sedang menyuapi si bayi besar dengan sapaan hangat.
"Assalamualaikum." Salamnya saat membuka pintu kamar Bian.
"Wa alaikumsalam. Eh Rina, ayo masuk." Ibu Bian tersenyum hangat. "Udah pulang kerja?." Tanyanya sembari menyisihkan mangkok yang semula ia pegang ke atas nampan.
"Alhamdulillah sudah bu."
Berbeda dengan Bian, kedatangan Rina tak membuatnya lantas tersenyum seperti apa yang dilakukan oleh ibunya yang kini tengah asik berbincang dengan wanita teman sekantornya tersebut. Ia tampak tak acuh dengan keberadaan Rina dan malah sibuk memperhatikan ponselnya sendiri.
Sedikitnya Rina merasa dirinya yang seperti salah alamat karena Bian sama sekali tak merespon kedatangannya. Tak begitu lama akhirnya wanita muda itu memilih untuk pamit karena waktu juga semakin sore.
"Cepet sembuh ya mas Bian." Ucapnya sebelum melangkah meninggalkan ruangan dimana Bian berada.
Bian hanya menyebut kata 'terimakasih' dengan senyum tipis sebelum Rina berlalu, hanya sebagai formalitas karena telah datang membesuknya.
-
-
***
"Kamu kenapa sih?. Ada temennya kok malah diem aja." Tanya Ibu dengan nada kesal.
"Gak papa."
"Jangan gitu Bi, dia datang kemari juga karena peduli sama kamu."
Bian tak begitu merespon ucapan ibunya sendiri yang terus menasehatinya agar tak bersikap sesuka hati kepada orang lain terlebih seorang wanita.
"Bi!, kamu gak dengerin mama?."
"Aku denger ma, tapi aku gak bisa kalo harus basa-basi sama orang lain tanpa sebab. Apalagi sama perempuan kaya Rina."
"Terus gimana sama Sezi?."
Bian terdiam, lidahnya seolah sulit merangkai kalimat sanggahan untuk pertanyaan sang ibu.
"Kenapa?. Gak bisa jawab?. Biasanya kamu cepet banget kalo suruh maki anak itu?."
Tak ada kata yang bisa ia ucapkan selain hanya fokus pada ponsel dalam genggamannya meski pikirannya tidak sedang berada ditempat yang sama.
"Hati-hati sama mulut kamu Bi, inget kata pepatah 'mulut mu harimau mu'. Manusia itu punya batasan, salah langkah binasa tu badan." Sang ibu meninggalkannya sendiri di dalam kamar untuk membeli buah di ruko yang berada tak jauh dari rumah sakit.
-
-
***
Hari semakin gelap saat Bitha dan Alex datang mengantarkan makanan untuk Bian dan ibunya. Kali ini kedatangan mereka bersama dengan sang ayah yang berjalan sedikit tertinggal sembari menggandeng tangan Zhian yang tengah sibuk dengan tas ransel barunya oleh-oleh dari sang kakek.
"Ayah?." Bian sedikit terkejut karena tak mengira jika ayahnya akan mengunjungi dirinya dalam kurun waktu kurang dari seminggu.
"Mereka sudah kesini?." Tanya pak Hadi kepada sang istri.
"Siapa?." Ibu menoleh sekilas sembari membuka bungkusan makan malam yang dibawakan oleh Bitha.
"Keluarga pak Amir."
"Belum." Jawab bu Minah santai namun tidak dengan yang dirasakan oleh Bian saat mengetahui siapa yang dimaksud oleh ayahnya.
"Apa ayah tadi bareng mereka berangkatnya?." Tanya Bitha yang sibuk menyuwir ayam goreng milik Zhian.
"Enggak, kayaknya mereka udah pergi dari pagi soalnya pas ayah lewat depan rumahnya udah sepi." ucap sang ayah setelah menuang teh hangat yang baru saja bu Minah keluarkan dari penghangat.
"Mungkin istirahat dulu dirumah Sarah." Bitha beralasan sembari melirik kearah Bian untuk melihat bagaimana respon pemuda berhati dingin itu setelah mendengar kabar tentang wanita yang ditunggunya selama ini.
Bian tampak biasa saja dengan manik mata yang terus berpusat pada layar pipih miliknya.
"Kirain gak bisa nyerang!." Ucap Alex sembari terus memainkan kedua jempol tangannya pada ponsel pintar yang menampilkan sebuah game andalan.
"Oh itu bukan masalah. Biar cuman satu tangan semua bisa teratasi." Balasnya tanpa peduli bagaimana ibu dan kakak perempuannya menatap tingkah keduanya.
"Heleh, belagu banget!. Yang kemaren tangannya normal aja masalah sampek menahun." Ucapan Bitha seketika membuat Alex terbahak-bahak karena tak kuasa menahan rasa geli yang menjalari telinganya.
"Ya beda lah kalo itu!." Bian merasa tak terima ketika dirinya di bully.
"Beda apa?. Beda urusan?. Tunggu sampe peyot dulu baru sadar?."
"Ya kakak lihat dong usaha ku sampek jadi begini." Balasnya sambil mengerucutkan bibir.
"Kakak gak yakin kamu bakalan usaha kalo waktu itu kakak gak salah ngucapin kalimat."
"Kalimat apa?." Alex yang tak tahu pun akhirnya bertanya tentang kesalahpahaman yang terjadi.
"Udah gak usah dibahas!." Bian menghentikan permainnannya lalu menyimpan ponselnya ke atas nakas.
"Biasa ada yang salah tanggap." Ucap sang ibu yang diiringi decakan malas dari Bian.
Seketika itu pula Kata 'OH' langsung meluncur saat pikiran Alex terkoneksi dengan kalimat tanggap ibu mertuanya.
"Jadi maksudnya dia mau pulang itu karena ngira kalo Sezi yang mau nikah?." Alex terbahak-bahak dengan kebodohan yang dilakukan oleh adik iparnya sendiri hingga mengakibatkan pemuda itu koma karena terlibat kecelakaan tragis.
Bian tampak tak suka saat menatap seisi ruangan menertawakan kebodohannya. Ia kemudian menarik selimut sampai menutupi bagian kepalanya dan mendengus kesal.
-
-
☆▪☆▪☆
-
-
Cerahnya pagi tak selaras dengan perasaan wanita cantik yang sedang berjalan dikoridor rumah sakit tempatnya dulu menjalani pelatihan.
Ya, pagi ini Sezi datang sendiri untuk menemui si pesien yang 'katanya' tengah merindukan dirinya.
Bukan tanpa sebab ia memilih pergi sendiri, malainkan karena ia tak ingin membahas masalah yang terjadi dihadapan banyak orang. Oleh karenanya ia melarang ayah dan ibunya untuk ikut dan mengatakan kepada mereka agar menjenguk saat urusannya dengan si pasien sudah selesai.
Sesampainya didepan pintu kamar rawat Bian, Sezi melepaskan rok tapih yang menutupi tubuh bagian bawahnya dan hanya menyisakan hotpants yang tertutup oleh hodie putih besar yang ia kenakan hingga memperlihatkan paha putih mulus super krispi yang selalu membuat seorang Abian Khayr benci setengah mati.
Sezi juga menebalkan liptint pada bibirnya hingga membuat siapa saja yang memandang pasti akan berpikiran kotor.
Wanita itu menghirup udara sedalam mungkin untuk memenuhi rongga paru-parunya. Ia kemudian mengetuk pintu bercat cokelat dihadapannya sedikit pelan dan hampir tak terdengar oleh penghuni didalamnya.
Sezi kemudian menggeser pintu kamar rawat itu perlahan. Tanpa salam namun matanya justru mendapati sosok wanita berhijab tengah duduk disebelah brangkar si pria sembari memotong buah apel beralas piring kecil diatas pangkuannya.
Ia menggenggam erat tali tas miliknya. Hatinya sempat ragu untuk melangkah sampai keduanya menyadari akan kedatangannya.
"Sory ganggu, silahkan dilanjutin. Saya ke katin dulu." Sezi meninggalkan ruangan Bian dan memilih menyingkir dulu untuk mengisi perutnya yang kian keroncongan.
Rina yang baru sadar tentang siapa yang baru saja membuka pintu pun segera merapikan pekerjaan tangannya lalu meletakan potongan buah tadi keatas meja. Ia pun lantas meminta maaf kepada Bian dan menawarkan untuk memanggil wanita tadi kembali.
Bian menolaknya dan berkata tidak perlu karena wanita tadi pasti akan datang lagi nanti.
Dengan hati perih Rina terpaksa meninggalkan ruangan dimana Bian masih terdiam dengan pandangan mengarah ke pintu.
.
"Ckk!. Lagi pacaran sekalinya, duh duh yang paling kasmaran bikin jijik!." Gumamnya mencibir dua manusia yang baru saja ia tinggalkan.
Sezi berjalan lurus menyusuri koridor yang menghubungkannya dengan kantin milik rumah sakit sembari bersenandung
🎶gila,
🎵gila,
🎶kamu,
🎵gila, gila
🎶kamu benar-benar gila
🎶aku jadi jijik
🎶lihatlah sayang
🎶bulu kuduk ku berdiri karena ku jijik
🎶La lah lah lah
.
.
.
tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Baihaqi Sabani
aduh sezi sengaja dandan menor biar bian infil kah?????
2022-08-26
0
reni rili
bikin gemes ya Sezy
2022-07-08
1