Sylph

Ririn mendapatkan kekuatan dari spirit, salah satu mahkluk yang ada di dunia baru. Spirit adalah zat atau energi yang hidup, memiliki kesadaran tersendiri, beberapa spirit memiliki kemampuan spesial dan mampu menjadi partner pada manusia untuk menambah kemampuan dasar, dengan cara menjalin kontrak atau menjadi satu dengan partner nya.

Spirit yang ada pada diri Ririn adalah spirit yang memiliki kemampuan dasar angin.

Mekanisme pengendalian spirit terbagi dua yaitu menyatu dengan spirit atau mengendalikan tanpa menyatukan diri.

Sementara Ririn membuat kontrak menyatu dengan spirit, dengan kata lain seumur hidup Sylph hidup di dalam diri Ririn.

"Itu pertama kali aku bertemu Sylph dan mendapatkan kekuatanya," ungkap Ririn menceritakannya pada Donpa.

"Ba-bagaimana bisa ... boleh pertemukan aku dengan Sylph?"

"Tidak bisa, karena kontrak yang kami ambil adalah penyatuan bukan pengendalian, jika kontrak yang kuambil pengendalian, aku bisa menghadirkannya."

"Bagaimana cara bertemu spirit?"

Sambil menatap telapak tangan Ririn mengatakan. "Aku juga tidak tahu, tiba-tiba ia datang menghampiriku."

"Jadi, kemampuan apa saja yang kau dapatkan setelah bergabung dengan spirit?"

"Sulit dijelaskan, yang pasti dari segi panca indra dan kekuatan ... aku lebih unggul 400% dari manusia."

"Maksudnya?"

"Ya kurang lebih seperti itu, misalkan kau mampu melempar batu ini sejauh 100 cm, maka aku 400 cm"

"Apa itu bisa berkembang?"

"Sepertinya begitu."

Ririn mulai mengingat kejadian-kejadian saat berhadapan dengan Chimera.

Benar juga, semakin banyak aku membunuh Chimera kemampuan ku semakin meningkat.

"Sylph?"

"Iya? Ada apa?"

"Apa benar aku semakin bertambah kuat?" Ririn bertanya kepada spirit yang ada di dalam dirinya.

"Benar, karena aku menyatu denganmu, secara tidak langsung segala sesuatu yang membuat aku ataupun kamu berkembang, itu akan mengembangkan salah satu dan yang lainnya."

Begitu ternyata.

Sylph hidup di dalam diri Ririn membuatnya harus berkomunikasi melalui telepati atau berbicara dari hati ke hati.

"Jadi apa rencanamu berikutnya?" tanya Donpa pada Ririn.

"Kurasa aku akan membunuh semua Chimera itu."

"Kau mau jadi Chimera Hunter?"

"Keren juga julukan itu."

"Terserah kau saja, aku ingin mencari beberapa senjata api dan alat peledak untuk menghancurkan orang-orang yang ada di pesisir pantai."

Melihat gelagat Donpa yang melanjutkan eksplorasinya terhadap reruntuhan membuat Ririn bertanya.

"Kau tidak mengharapkan bantuanku, Mikaru?"

"Tidak, jangan panggil aku Mikaru."

"Hee ...?"

"Namaku Donpa, aku meninggalkan nama depan untuk tujuan yang berbeda."

"Heee ...? Memangnya apa yang sudah terjadi?"

"Apa kau lupa dengan kejadian saat itu?"

"Sungguh, aku tidak mengingat apapun kecuali kita diselamatkan oleh orang-orang yang ada di pesisir pantai itu."

"Apa yang sudah mereka lakukan hingga kau tidak mengingatnya?"

"Katakan, sebenarnya apa yang terjadi?"

"Tunggu sampai aku menghancurkan mereka semua."

"Ka-kau? Sungguhan akan menghancurkan mereka?"

Ditemani Ririn, pencarian peralatan perang dilanjutkan. Donpa menemukan beberapa granat, TNT dan senjata api laras panjang.

Namun hari mulai larut, mereka pun berencana bermalam di reruntuhan lalu melanjutkan perjalanan ke pesisir pantai esok hari.

"Apa kau ingat? Mahkluk itu akan muncul saat malam tiba."

Ririn mencoba menjelaskan situasi malam hari di sana, memang benar hampir setiap malam para Chimera itu datang ke reruntuhan untuk memburu Ririn.

"Ri-tidak ... aku hampir tidak pernah bertemu dengannya."

"Hee ... benarkah?"

Terheran-heran Ririn dengan jawaban Donpa lantas bertanya. "Berapa lama perjalananmu sampai kesini?"

"Kurang lebih 16 hari."

"Selama itu kau tidak bertemu dengan Chimera pada malam hari?"

"Benar, hampir tidak ada makhluk apapun kecuali hewan-hewan yang ada di hutan ini."

"Bagaimana bisa?"

"Aku juga tidak tahu."

"Yang pasti malam ini kita harus bersiap, kau boleh bersembunyi dan aku yang akan berjaga."

"Baiklah, aku akan tidur di sini saja."

"Hee ... kau mau cari mati?"

"Tentu tidak, aku hanya mempercayakan situasi nanti padamu, semoga beruntung Ririn."

"Donpa ...!"

Malam berlalu, kicauan burung terdengar dari luar jendela yang menjadi tanda, bahwa mentari pagi telah menampakan dirinya.

"Kenapa tidak ada satupun dari mereka yang datang?" ucap Ririn memperhatikan sekeliling dari jendela.

"Huaaa ...." Donpa yang terbangun terkejut melihat Ririn yang masi terjaga dengan sangat siaga. "Wey ... kau belum tidur?"

"Ti-tidak, aku terbiasa tidur saat matahari terbit dan berjaga di malam hari."

Bagaimana bisa mereka tidak hadir sementara biasanya hampir setiap malam mereka menyerangku.

gumam Ririn mengingat kejadian setiap malam.

"Mereka tidak menyerang?" tanya Donpa beranjak pergi untuk mencuci muka.

"Tidak." Sambil menguap Ririn tampak lelah dan ingin tertidur. "Mataku berat sekali, bisakah kita lanjutkan perjalanannya besok?"

"Tidak, aku akan pergi saat ini juga."

"Biarkan aku terlelap sebentar saja."

"Tidurlah ..., aku akan pergi beberapa menit lagi."

"Kau ini!" Menggeram kesal Ririn juga bersiap mengikuti Donpa.

Dengan persiapan yang matang, Donpa dan Ririn berjalan menuju pesisir pantai, tempat di mana pasukan Melkuera berada.

Ririn masih bertanya-tanya kenapa Chimera itu tidak menyerang, padahal sebelumnya hampir setiap malam ia diserang Chimera itu.

Semua dikarenakan keberadaan Donpa. Sel dalam tubuh Donpa telah menyatu dengan pohon Ensnare, di mana pohon tersebut adalah pohon yang menjadi persembahan untuk para Chimera tersebut, dengan kata lain Donpa adalah sosok yang di agungkan oleh para Chimera, namun Donpa tidak menyadarinya sama sekali.

Perjalanan Donpa menuju pesisir pantai hanya memakan waktu 8 jam untuk sampai di tebing, tepat di atas benteng perbatasan ?Melkuera.

Tebing ini cocok menjadi tempat pengintai.

Menatap ke arah bawah di mana benteng Melkuera berada.

Menggunakan teropong militer yang ia bawa, Donpa memperhatikan menara pengintai para kesatria.

"Apa kita akan beristirahat di sini?"

Ririn yang kelelahan meminta Donpa untuk segera beristirahat.

"Kau bisa beristirahat di sini."

Sambil mempersiapkan bahan peledak yang ia bawa, Donpa mempersilahkan Ririn untuk beristirahat.

Donpa mengatur serangan yang akan ia lancarakan pada malam nanti.

Oleh karena itu ia memastikan dengan benar, beberapa menara pengintai untuk dapat masuk ke dalam dan meletakan semua bom peledak yang ia bawa.

Kurasa, kekuatan Ririn mampu melindungiku dari serangan para kesatria itu.

Untuk saat ini, aku biarkan ia mengumpulkan staminanya untuk nanti malam.

Tiga jam berlalu, Ririn pun terbangun dari istirahatnya.

"Huaa ...."

Perlahan Ririn merentangkan tangannya.

"Bagaimana? Sudah cukup istirahatnya?"

"Aku lapar," ungkap Ririn pada Donpa.

"Ini ... makan lah." Donpa melempar buah Ensnare pada Ririn.

"Tapi, buah ini kan tidak ada rasa."

"Kau cukup melukai pergelangan tanganmu saja."

Mengikuti saran Donpa, Ririn pun melakukannya.

"E-enak ... buah ini enak sekali."

Dengan lahap Ririn memakan buah itu, namun.

"Aa ... hambar lagi ... buahnya terasa hambar lagi."

"Yaps buah itu akan terasa hambar jika darahmu telah kembali."

Setelah memakan buah itu hingga darah Ririn kembali penuh, seketika ia muntah darah.

"Huaaak."

Darah yang begitu segar keluar dari mulutnya.

"Apa yang terjadi?"

"Kau kenapa Ririn?"

Merangkul Ririn yang kehilangan kesadaran.

"Ririn ...!"

"Ririn ...!"

Buah Ensnare tidak dapat dimakan oleh Ririn, dikarenakan Eirin telah menjalin kontrak dengan spirit.

Darah-darah yang diberikan buah Ensnare keluar melalui mata, telinga, hidung dan mulutnya.

"Kenapa?"

"Apa yang terjadi ...!!!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!