Reruntuhan Kota

Ada kalanya manusia tidak perlu tahu apa yang tersembunyi dibalik bumi. Ada baiknya manusia cukuplah pada bagiannya sendiri. Namun, ambisi dan keserakahan manusia menjadi petaka. Membuka pintu masuk bagi makhluk yang seharusnya bumi menyembunyikannya.

Ini adalah cerita seorang remaja yang berhasil selamat dari bencana lubang hitam (Black Hole) 13 November 2020 Jambi, Indonesia.

Mikaru Donpa, seorang pelajar tingkat 3 Sekolah Menengah Atas. Ia terseret ke dalam lubang hitam saat hendak pulang ke rumah pada pukul 16.00 PM. Ketika proses perpindahan berlangsung ia tak sadarkan diri untuk beberapa saat, sampai akhirnya kesadarannya pulih.

Perlahan-lahan ia membuka mata.

"akh…."

Desahnya sambil menggerakan kaki dan tangannya.

"Ta-tangan kananku...?"

Suasana yang begitu gelap, membuat Mikaru tidak bisa melihat dengan jelas keadaan yang ada di sekitarnya. Hanya udara yang sudah tercemar dapat ia rasakan saat itu. Udara yang tercampur dengan debu dan asap dari kendaraan dan bangunan yang terbakar. Kondisinya begitu lemah, perutnya mual, kepalanya pusing, dan dadanya terasa sesak.

Proses pemindahan yang memakan waktu kurang dari 30 detik membuat manusia berada di zona "mana", di mana tempat tersebut hanyalah ruang hampa dengan tekanan energi tinggi yang menghubungkan satu titik ke titik yang lainnya.

Beberapa dari mereka tubuhnya ada yang melebur pecah, ada pula yang mengalami kerusakan sistim saraf dan organ tubuh. Hanya kurang dari 1% seluruh populasi penduduk kota yang selamat sampai ke tanah itu, dan salah satunya Mikaru Donpa.

Ia mencoba sekuat tenaga untuk berdiri meraih sesuatu. Tiba-tiba terdengar suara ledakan kuat tepat di belakangnya.

"BWARRRR...!!!" Begitu kuat suara ledakan itu hingga menggetarkan tanah yang didudukinnya.

Segera matanya tertuju ke sumber suara.

"Ap-apa itu!" Spontan mata Mikaru melirik ke sumber suara.

Sedikit samar dengan api yang menyala-nyala dari mobil yang terbakar.

"Ledakan mobil?" gumam Mikaru.

Kondisi tempat begitu berantakan, tumpukan bebatuan bangunan yang hancur, disertai padamnya penerangan. Tak ada sumper cahaya apapun kecuali kobaran api, yang diakibatkan ledakan mobil dan tumpahan minyak yang membuat api terus menjalar, membakar tiap-tiap bangunan.

Tubuh Mikaru yang masih terasa lemas mencoba menguatkan diri untuk memperhatikan keadaan sekitarnya. Ia mencoba berdiri dengan tubuh dan kakinya yang penuh luka. Namun ia kehilangan keseimbangan akibat pijakan yang tidak merata.

"Graakkk...."

Suara terperosok jatuh.

"Akkkhhhh...!" Teriak dengan tubuh yang begitu lemah. Ia berusaha menjangkau apapun, agar tidak terperosok terlalu jauh. Tetapi tangannya tidak mampu menjangkau apapun untuk berpegang.

Bersyukur tak jatuh sampai kedalam kobaran api, justru mendapatkan penerangan dari nyala api. Ia pun merasakan aroma yang tidak biasa di tempatnya terjatuh. Dan ia tersadar bahwa telah berada di tengah tumpukan mayat-mayat yang tak lagi utuh. Hanya potongan-potongan tubuh manusia yang bertebaran disepanjang mata memandang.

"Aaaaaa...!"

Terkejut melihat potongan tubuh manusia yang berserakan.

Menyadari kondisi tubuhnya yang tak mampu berlari untuk pergi. Mikaru hanya mampu menyeret mundur tubuhnya menjauhi potongan tubuh manusia.

Namun saat ia bergerak mundur. Mikaru baru menyadari, bahwa tangan kanannya sudah tidak ada.

"Ta-tanganku... AAaaaakhh...!" teriak Mikaru.

Lengan yang putus membuka luka yang menganga ada di tangan kanannya. luka yang tak tertutup terus menerus meneteskan darah. Sakit yang luar biasa, ia rasakan pada saat itu.

Bersama dengan luka yang ia lihat, kilas balik ingatan terlintas dipikirannya. Saat bencana besar terjadi di kotanya. Mikaru mengingat ia terhisap masuk ke dalam lubang hitam. Tubuhnya terangkat bersama dengan benda-benda yang ada di sekitarnya. Saat berada di langit-langit, sebuah potongan dari pintu mobil melesat menabrak tangan kanannya hingga terputus.

Mikaru ingat, saat itu hendak menggapai sesuatu, yaitu ibunya. Ia melihat ibunya yang ketakutan, tengah memeluk sebuah tiang untuk berpegang saat terhisap ke dalam lubang. Sayangnya tiang itu menabrak sesuatu hingga tiang yang menjadi pegangan ibunya terpotong besama dengan tubuhnya.

Teriakan Mikaru pun tergantikan dengan tangisan pilu mengingat ibunya yang tewas saat bencana itu terjadi.

Bersandar pada tembok yang menghadap ke tumpukan mayat.

"Ibu...."

"Ibu.... "

"Kenapa?"

Isak tangis menyesali dirinya sendiri yang tidak mampu menyelamatkan ibunya. Entah pada siapa yang harus disalahkan dan siapa yang bertanggung jawab. Mikaru memilih menyalahkan dirinya sendiri, berulang kali ia membentur-benturkan kepalanya ke tembok tempat ia bersandar.

Ledakan-ledakan terus terjadi berulang kali. Bahan bakar yang menjalar perlahan membuat api dan asap terus bergerak. Namun, Mikaru mengabaikannya dan terus berteriak.

"Kenapa...! Kenapa jadi seperti ini!"

"AAAAAAAAAAAAA...."

Teriakan Mikaru yang begitu keras, disambut dengan suara raungan layaknya singa.

"HHUUAAAAWWW...."

Sejenak Mikaru berhenti berteriak dan ia mencoba melihat di mana suara itu berasal.

"Apa itu?" gumam Mikaru melihat ke sumber suara.

Mikaru mencoba memfokuskan pandangannya pada titik di mana raungan itu berasal.

"GGGRRRRRR...."

Suara dekuran dari balik gumpalan asap mobil yang terbakar tampak sosok mahluk yang besar. Sekilas makhluk itu terlihat seperti singa jantan yang mempunyai ekor panjang, dengan tinggi 4 meter dan panjang 8 meter.

Denyutan dari luka di tangan terasa nyeri, tampak darah terus menetes dari tangannya.

"Kurasa, akhirnya sampai di sini." gumam pasrah melihat kondisinya yang memburuk.

Dari pada bersembunyi ia lebih memilih mengambil pecahan tembok, lalu mencoba melempar makhluk itu dengan tangan kirinya.

"Hoy...!" teriak Mikaru memanggil makhluk itu.

Cukup keras teriakan Mikaru, tapi makhluk itu mengabaikannya.

"Kemarilah, kau lapar bukan? di sini ada ban- (banyak)."

Tiba-tiba seseorang dari belakang menghampiri dan menutup mulutnya, "Ssstt… diam." ucap orang itu sambil menarik Mikaru pergi dari tempat itu.

Mikaru yang terkejut mencoba memberontak melepaskan tangan yang menutup mulutnya.

Dengan cepat ia memukul orang itu dengan tangan kiri lalu menendangnya, "Siapa kau ?!" tegas Mikaru sambil menatap tajam ke orang itu.

Orang itu tersungkur dan berkata, "kecilkan suaramu, ada banyak mahkluk aneh disini" ucap orang itu lalu berdiri kembali mengajak Mikaru untuk pergi. "Sebaiknya kita berkumpul dengan yang lainnya, di sini tidak aman."

Mendengar kalimat berkumpul, Mikaru berfikir bahwa masih banyak manusia yang selamat setelah bencana itu terjadi. Lalu ia menerima ajakan pemuda tersebut.

Kota Jambi yang terhisap oleh lubang hitam, berpindah menuju bagian lain dari Bumi. Posisinya berada jauh di utara Benua Antartika pada peta dunia (± 20000 km dari Benua Antartika). Beberapa manusia yang selamat diantaranya Mikaru Donpa, putra tunggal dari keluarga yang sederhana. Ayahnya wafat saat usianya 5 tahun, diketahui ayahnya seorang jurnalis. Sementara ibunya hanya ibu rumah tangga.

Mikaru Donpa berusia 19 tahun, siswa SMA 5 kota Jambi. Tanpa sosok seorang ayah, ia tumbuh menjadi anak yang nakal, kerap bolos dan berkelahi.

Setelah diselamatkan oleh pemuda itu, mereka berdua menyisir gang-gang kota menuju titik di mana orang-orang yang berhasil selamat, berkumpul. Tanpa bekal cahaya, mereka berjalan cukup hati-hati.

Sambil mengarahkan telunjuk pada makhluk yang ada dibalik gumpalan asap Mikaru bertanya. "Kenapa ada singa di kota, dan itu sangat besar?"

Melirik ke arah yang dimaksud Mikaru, orang tak dikenal itupun menjawab, "Itu bukan singa! Sebaiknya kita pergi ke tempat yang lebih aman dulu."

Pemuda itu menopang Mikaru dengan sangat hati-hati. Karena jalan yang begitu kotor, serta berantakan. Luka parah yang ada ditangan kanannya, meninggalkan bercak darah disetiap langkah yang ia lewati. Lemas, pusing, dan mual. Begitulah kondisi Mikaru pada saat itu. Disela-sela perjalanan, Mikaru terus memperhatikan sekitarnya. Ia melihat di beberapa tempat, makhluk yang sama tampak seperti tidak berbahaya dan mengacuhkan mereka.

Mikaru dibuat bingung dengan apa yang dilakukan makhluk itu, hingga mengacuhkan panggilannya tadi.

Langkah mereka terhenti sejenak, saat terdengar teriakan perempuan.

"Aaaaa...."

Cukup keras teriakan perempuan itu.

"Sebentar...."

Mikaru yang memberi arahan pada pemuda itu untuk segera menghentikan perjalannya.

"Ayo kesana...." ajak Mikaru.

"Oh ayolaaahhh... di sana berbahaya, hey...!" Mau tak mau pemuda itupun mengikuti Mikaru.

"Tolong ...!" Kali ini, teriakan dari perempuan itu sangat keras.

Dari selah reruntuhan bangunan ia mendengar teriakan perempuan itu semakin jelas.

Sesampainya di ujung gang sempit, kedua mata mereka tertuju langsung ke sosok makhluk yang memangsa perempuan itu.

Dari apa yang mereka lihat, seekor makhluk besar tengah mencengkram seorang gadis. Tidak dapat dipastikan itu makhluk apa, karena kondisi pencahayaan yang begitu kurang hanya menampilkan sesosok bayangan hitam menyerupai singa dengan surai tebal. Teriakan perempuan itu hilang bersamaan dengan bunyi geraman dari mahkluk tersebut.

"Kryuk... kryuk"

"Grrhhh...."

Sambil mengunyah makhluk itu menggeram seperti seekor anjing yang tak ingin berbagi makanannya.

Terbujur kaku Mikaru menyaksikan momen mengerikan itu. "Aa-apa itu?" Tubuhnya bergetar, melihat makhluk setinggi 4 meter melahap wanita itu lalu meraung dengan sangat keras.

"Ayo cepat, kita pergi dari sini." Bergegas pemuda itu mengajak Mikaru untuk segera pergi.

"Makhluk apa itu." Dengan nafas terhenga-henga Mikaru bertanya pada orang yang menopangnya.

"Aku juga tidak tahu itu makhluk apa...." Mempercepat langkah kaki ia mencoba menjelaskan pada Mikaru. "...yang kutau, saat mereka sedang makan, mereka mengabaikan sekitarnya. Makhluk itu tampak sangat menikmati makannya, jadi sebelum makanannya habis, sebaiknya kita sudah jauh meninggalkan mahkluk itu." ungkap pemuda itu.

10 menit berlalu setelah melewati gang-gang sempit, mereka sampai pada sebuah bangunan kecil yang hampir roboh. Segera orang itu mengunci pintunya. Di dalam ruangan tersebut ada tujuh orang yang telah menunggu, "Bagaimana, ketemu?" ucap seorang perempuan bertanya pada pemuda yang membawa Mikaru. "Aku hanya menemukan perban dan orang ini...." jelasnya.

Datang seorang wanita mengambil perban yang dibawa orang itu, lalu mendekati Mikaru, "Hentikan dulu pendarahannya...." ucap wanita itu sambil memperhatikan luka yang ada di tangan kanan Mikaru.

"Ru-Ru-Rumia...!"

Mikaru terkejut dengan sosok perempuan cantik yang menghampirinya.

Rumia Vermilion seorang gadis muda yang sangat cantik. Ia satu sekolah dengan Mikaru, usianya 16 tahun, terbilang cukup muda dengan segudang prestasi yang ia capai hingga mendapatkan rekomendasi kenaikan satu tingkat lebih cepat saat ujian kenaikan. Rumia sendiri adalah sosok perempuan yang sangat diidamkan Mikaru.

Senyum kebahagiaan tampak diwajah Mikaru, seakan penghapus segala luka yang dialaminya. Ia memegang pundak Rumia dengan tangan kirinya. "Bagaimana keadaanmu? apa kau terluka?"

"Kau lah yang harusnya dikhawatirkan." jawab Rumia sambil membalut luka Mikaru.

Senyum lega diiringi air mata Mikaru menjawab. "Syukurlah...."

"Oh iya kita belum berkenalan." potong pemuda tadi yang membawa Mikaru. "Namaku Sigit."

"Aku Ririn, salam kenal." sambil tersenyum.

"Aku Randy." sambil melihat jendela mengintai keluar.

"Aku Rama, senang bertemu." ucapnya sambil mengintai dari jendela satunya lagi.

"Yooh! aku Agung...."

"Dan aku Aprizal, kami akan kembali kevbelakang. Senang bertemu denganmu kawan." Agung dan Aprizal bertugas mengawasi jendela dari ruang belakang.

"Aku Mira, senang bertemu." Sedikit jutek Mira kembali bertanya pada Sigit. "Jadi, apa yang akan kita lakukan sekarang ?".

"Kurasa, menetap dan berdiam diri pun berbahaya" jawab Sigit.

"Jadi, kita pergi dari sini?" tanya Mira.

"Sebaiknya...." jawab Sigit.

Sebelumnya, Mikaru mencoba bunuh diri dengan cara menjadi mangsa hewan buas yang ia temui, namun setelah bertemu Rumia.

"Syukurlah, kau baik-baik saja...."

Senyum lebar tak henti-hentinya, memperlihatkan rasa syukur yang begitu dalam, semua itu tergambar jelas dari matanya yang berkaca-kaca melihat Rumia.

Sambil membaluti perban Mikaru, Rumia menjawab. "Harusnya aku yang mengatakan itu."

"Oh iya ponselmu, kau meninggalkannya di meja kelas." ucap Mikaru sambil memeriksa saku celana dengan tangan kiri.

"Nanti saja, aku lebih khawatir dengan tangan kananmu." ucap Rumia melihat luka Mikaru yang tampak parah.

"Apa sebegitu parah?" Kurangnya cahaya, membuat Mikaru tidak dapat melihat luka sepenuhnya.

"Sigit...." panggil Rumia.

"Ada apa?" sambut Sigit.

"Kau punya ponsel?" tanya Rumia.

"Oh punya, kenapa?" jawab Sigit.

"Pinjam sebentar."

Setelah cahaya ponsel di arahkan ke tangan kanan Mikaru, tampak tulang di lapisi gumpalan daging yang tercabik-cabik.

Mikaru kehilangan banyak darah dan lukanya akan segera infeksi jika tidak segera di atasi.

Menyadari luka sebenarnya, secara tak terduga Mikaru pingsan tak sadarkan diri.

Dua jam sebelum berkumpul, Sigit dan Rama berlarian mencoba menyelamatkan diri dari teror makhluk yang tak ia ketahui. Sigit dan Rama menemukan sebuah bangunan usang tampak seperti bekas ruko penjualan perabotan. Di sana mereka berdua bersembunyi.

Mereka berdua kerap kali menjumpai orang-orang yang berlarian melewati tempat itu. Merasakan hal yang sama dengan apa yang mereka rasakan sebelumnya. Sigit dan Rama mengajak siapapun yang mereka temui untuk menetap di tempat itu.

Namun, beberapa dari orang yang mereka temui, mengalami luka dan dehidrasi kekurangan cairan. Hingga akhirnya Sigit pergi bersama Rama mencari obat-obatan dan persediaan makanan dan minuman di bangunan dekat dengan tempat persembunyian mereka.

Setelah mendapatkan perbekalan, Rama dan Sigit hendak kembali ke tempat perkumpulan mereka. Namun di tengah perjalanan mereka, Rama dan Sigit mendengar teriakan seseorang.

Sigit meminta Rama untuk kembali lebih dulu membawa perbekalan yang telah mereka dapatkan. Sementara Sigit memeriksa sumber suara yang tak jauh dari posisinya. Di sana ia melihat seseorang yang nekat melempar makhluk itu dengan sebuah batu.

Melihat kejadian itu, Sigit berlari mencegah perbuatan orang itu.

Di sana ia bertemu dengan Mikaru Donpa.

Kini, Mikaru Donpa dan kedelapan orang yang berhasil selamat, tengah mempersiapkan diri untuk pergi dari tempat itu.

Terpopuler

Comments

nath_e

nath_e

oh my🙈serem kok bisa ada mayat

2023-06-26

7

𝐋α◦𝐒єησяιтα 🇵🇸🇮🇩

𝐋α◦𝐒єησяιтα 🇵🇸🇮🇩

katanya tangannya dah engga ada

2023-05-27

3

𝐋α◦𝐒єησяιтα 🇵🇸🇮🇩

𝐋α◦𝐒єησяιтα 🇵🇸🇮🇩

buntung gitu?

2023-05-27

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!