Tak jauh beda dengan binatang, mereka adalah budak dari nafsu dan keserakahan. Setiap manusia lahir dengan segala bentuk kecacatan. Jika saja makhluk cacat seperti ini tak pernah dilahirkan, ibuku tak akan bernasib seperti ini, begitu pula dengan hidupku.
Berlari ke tengah keramaian, melewati sebuah meja yang di atasnya ada beberapa pedang tergeletak.
Jika saja saat itu kami tidak menerima pertolongan mereka.
Dengan tangan kirinya, ia membawa pedang itu berlari menuju sesosok yang berada tepat dihadapan Rumia.
Kami semua tidak akan menderita seperti ini.
Mikaru mengayunkan pedang itu tepat mengenai leher pria yang ada dihadapan Rumia.
Dibandingankan dengan kebuasan chimera yang kami hadapi, mereka ini jauh lebih buas.
"Akh ...." Merintih Mikaru menahan sakit dari lengan kirinya yang bergeser akibat terlalu kuat mengayunkan pedang.
Kepala Pria itu pun terlepas dari tubuhnya, hingga membuat para kesatria lain terdiam sesaat memperhatikan Mikaru.
"Wooah!!" Terdengar suara para kesatria itu yang bersorak-sorak melihat aksi Mikaru.
"Haha ... dari pada kesatria, kalian lebih baik dijuluki makhluk yang hina." Seruan Mikaru melihat aksi para kesatria yang bersiap dengan senjatanya.
Kafa Sami berjalan mendekati Mikaru, sambil berkata-kata yang isi nya sama sekali tidak dipahami Mikaru.
Mikaru memperhatikan sekelilingnya.
"Tak ada peluang untuk melarikan diri."
"la- ...."
"Rumia! bertahanlah!"
"La-larilah ...."
Teriak Rumia untuk menyuruh Mikaru segera berlari.
Melihat kondisi dirinya dan Rumia, Mikaru berkesimpulan.
"Mau lari kemana, membawamu pulang adalah tujuan hidupku." Tersenyum Mikaru memperhatikan Rumia.
Dari apa yang Mikaru lihat, dari sisi kanan dan sisi kiri, tampak Mira dan Ririn mengalami kondisi yang sama, mereka terkapar pingsan tanpa busana.
Mikaru bersiap menyerang Kafa.
"Sial! lenganku ...."
Melihat persiapan Mikaru, Kafa tertawa terbahak-bahak diiringi dengan kesatria lainnya. Mereka melihat tangan Mikaru yang terluka memegang pedang dengan bergetar.
Mikaru menyadarinya, jangankan mengayun untuk mengangkat pedang pun Mikaru sudah tidak kuat menahan sakit pada lengannya yang terkilir.
Dengan cepat Kafa mencengkram leher Mikaru dengan satu tangan lalu melemparnya. Mikaru terlempar sejauh dua puluh meter lalu menghantam meja.
"Akh!"
Dada Mikaru terasa sesak, punggungnya begitu sakit lalu hidung dan mulutnya mengeluarkan darah.
"Apa aku akan mati."
Tak sampai disitu, Kafa pun mendekati Mikaru secara perlahan melihat Mikaru yang terbaring tampak sesak nafas.
"Terlalu lemah," ucap Kafa, lalu menekan dada Mikaru dengan kaki kanannya.
"Habisi dia kapten!" Sorak-sorak penonton yang menyaksikan pertarungan Mikaru dan Kafa.
"Apa yang mereka biacarakan."
Pandangan Mikaru sudah mulai gelap, tubuhnya tak lagi memiliki tenaga untuk melawan serangan Kafa yang menekan dada dengan kakinya.
Dari sisi kanan Mikaru memperhatikan Rumia yang mengulurkan tangannya.
"Meraih tangan mu pun aku tak bisa."
"HAHAHA ... KAU MENAGIS BOCAH?" ucap Kafa yang melihat mata Mikaru tengah memandang Rumia.
Kafa mencengkram leher Mikaru lalu mengangkatnya.
"Aku punya ide, bagaimana jika kita biarkan ia sekarat lalu kita perkosa wanita itu beramai-ramai."
"Ide bagus."
"SETUJU ...."
Kesepakatan bersama yang diucapkan penonton lainnya.
"Rudof, kau duluan ...," ucap Kafa.
"Dengan senang hati kapten!"
Dari apa yang Mikaru lihat, Rudof bersiap-siap hendak memperkosa Rumia dihadapannya.
"Bagaimana? perempuan itu akan kami nikmati beramai-ramai," ucap Kafa sambil tersenyum pada Mikaru.
"Kau tau, kami disini ada 500 pasukan penjaga. Apa perempuan itu sanggup melayani kami semua? HAHA ...."
Kalimat-kalimat provokasi yang dikeluarkan Kafa sama sekali tidak dimengerti oleh Mikaru, satu hal yang Mikaru pahami, mereka semua hendak melecehkan Rumia dihadapan Mikaru.
"Ba ...." Mikaru terbata-bata akibat leher yang tercekik.
"Apa? apa yang kau katakan?" tanya Kafa.
"BAJINGAN KALIAN SEMUA !!!" Teriak Mikaru.
Tiba-tiba dari tanah pijakan mereka keluar akar yang menjalar mengikat seluruh orang-orang di sana.
"AP-APAA INI?" Kafa terkejut melihat akar yang mengikat kedua kakinya menjalar cepat ke tubuh hingga mengunci pergerakannya.
"Wah - wah ... jauh-jauh mencari makan, ternyata di sini ada banyak makanan."
Dari atas langit, tampak sesosok bayangan menatap ke arah kerumunan kesatria itu.
"Me-Meldanova!" Tunjuk salah satu kesatria ke arah atas, sesosok perempuan tengah terbang dengan santainya.
"Yoh hallo ..." Seraya melambaikan tangan sambil tersenyum.
Kafa melepaskan cengkramannya pada Mikaru.
"Bersiap semua!" Aba-aba Kafa membuat sebagian pasukan melepaskan diri dari akar yang mengikat mereka.
Beberapa pasukan menarik senjatanya, tombak dan panah pun diarahkan ke Meldanova, mereka bersiap menyerang penyihir itu.
"SERANG!" Seruan Kafa.
"HOOOO ...." Sambut para kesatria lainnya yang menjawab seruan Kafa lalu menyerang secara bersamaan.
Sambil memperhatikan beberapa tombak dan anak panah yang melesat ke arahnya.
"Oh ayolah ... ini tidak akan bisa melukaiku."
Entah kenapa semua serangan mereka tidak dapat menyentuh Meldanova, seakan lemparan tombak dan hunusan panah itu hanya melewati tubuhnya.
"Kemana kalian mengarahkan serangannya?" tanya Meldanova sambil tersenyum meringis.
"Si-sial!" gumam Kafa.
Para kesatria itu dibuat kewalahan di mana harus menyerang dan bertahan dengan akar-akar yang terus-menerus keluar dari tanah tempat mereka berdiri.
Keadaan yang terus diulang-ulang membuat Meldanova merasa bosan.
"Huaaa ... apa hanya segini kekuatan dari pasukan perbatasan yang dikirim oleh Melkuera?"
Kafa menyadari perbedaan kekuatan yang sangat jauh, hingga membuatnya memikirkan cara pergi dari tempat ini.
"Rudof, infokan pada markas untuk meminta bantuan," ucap Jarrom sambil melindungi diri dari akar-akar yang mencoba mengikatnya.
"Baik kapten!" jawab Rudof berlari menuju tenda, di sana ada seekor burung pembawa pesan.
Belum sempat mengirimkan pesan, ditengah perjalanan ia tersandung akar lalu terjatuh.
Akar-akar itu terus keluar dari tanah pijakan mereka namun kali ini akar itu bergerak sangat cepat dan sangat keras hingga senjata mereka tak lagi mampu menggoresnya.
Meldanova yang terbang di atas udara memperhatikan Mikaru yang sedang terkapar memegang dadanya.
BBM
"Makhluk itu tidak memiliki mana atau core?"
Akar-akar itu kembali mengikat para pasukan itu lalu masuk ke mulut mereka dan bersatu dengannya, akibatnya beberapa dari mereka tewas.
Kehebohan itu perlahan-lahan mulai sunyi, hingga tak lagi ada suara benturan pedang.
Mikaru melihat tubuh mereka mengering dan darahnya dihisap oleh akar itu, lalu mereka bersatu menjadikan tubuh mereka layaknya pohon, seketika pohon itu berbuah setelah akar dari pohon menghisap darah para kesatria itu, buah yang berwarna merah, bulat yang menyerupai apel.
Meldanova pun turun menuju pohon yang terbuat dari Kafa, dari apa yang Mikaru lihat, perempuan itu tampak sedang memetik buah itu lalu memakannya.
"Huakk ... tidak enak!"
"Apa aku sedang bermimpi?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments