Buah dari pohon Ensnare tercipta dari darah makhluk hidup yang dipersembahkan. Donpa melihat beberapa buah muncul secara tiba-tiba.
"Ber-berbuah? Bagaimana bisa buah itu tumbuh secepat itu?"
Buah itu tumbuh dikarenakan kematian dari kelompok eksplorasi yang dipimpin oleh Kameo.
Para Chimera yang memangsa mereka, menumpahkan darah mereka ke tanah Outcast lalu diserap oleh akar Pohon Ensnare.
Buah Ensnare tidak beracun dan memiliki rasa sesuai pemakannya. Apa bila pemakannya sedang kekurangan darah, maka buah itu akan terasa manis, semakin parah lukanya atau terluka terlalu banyak mengeluarkan darah, buah itu menjadi semakin manis. Sebaliknya, jika orang itu tidak kekurangan darah, buah itu akan terasa hambar.
Buah Ensnare adalah buah yang dapat mengembalikan darah yang hilang namun tidak dapat mengobati luka.
Kenapa Donpa merasa buah itu sangat manis, itu karena kondisi Donpa yang belum stabil setelah disembuhkan Meldanova.
Sambil memandang lokasi di mana pasukan eksplorasi yang dipimpin Kameo berada, Meldanova berkata. "Beberapa penyusup telah dipersembahkan, haha ...."
Meldanova bisa merasakan keberadaan sesuatu yang hadir di tanah Outcast, eksistensinya menjadikan satu satunya penguasa mutlak di tanah itu.
"Huuaaakkk ...."
Terdengar suara muntahan dari arah dalam.
Meldanova yang mendengarnya langsung melirik ke arah dalam ruangan.
"Donnpa ...?"
Berlari meninggalkan ruangan, mendekati Meldanova yang sedang berdiri di bagian luar. "Ke-kenapa tiba-tiba jadi hambar?"
"Kau sudah terlalu banyak memakannya."
"Ta-tapi ... aku masih ingin memakannyaaaaa!!"
"Ini bukan buah biasa."
"Maksudnya?"
"Sudah kukatakan buah ini diciptakan dari darah manusia."
"Jelas-jelas aku melihat buah ini tumbuh dari pohon ini." ucap Donpa
"Di sana ...." Meldanova menunjuk ke salah satu tempat.
"Ada apa di sana?" Tanya Donpa sambil memperhatikan arah yang ditunjuk.
Posisi mereka ada di puncak tertinggi Outcast, salah satu ranting yang menjadi bilik pada pohon Ensnare. Oleh karena itu setiap sudut wilayah terlihat dari atas sana.
"Barusan peliharaanku mempersembahkannya."
"Peliharaanmu? Kau punya peliharaan?"
"Yaps ...." Tersenyum mendekatkan wajahnya pada Donpa lalu berkata. "Bukan kah kau sudah bertemu dengan mereka?"
"Hah? Kapan aku menemui peliharaanmu."
"Haha ... nanti kau akan melihatnya sendiri." Mengalihkan pandangannya berusaha mengalihkan obrolan. "Bukan kah kau ingin memakan buah itu lagi? Hihi ...."
"Iyaaaaaaa ... aku mauuu!"
"Baiklah ...." Meraba saku lalu berkata. "Ulurkan tanganmu."
Dengan cepat Donpa mengulurkan tangannya.
Meldanova tampak mengambil sesuatu dari sakunya.
"Syat ..."
Bunyi sayatan terdengar ketika jari-jari Meldanova bergerak melewati pergelangan tangan Donpa.
"AAaakkk ...." Teriak Donpa lalu menarik tangannya kembali. "Apa yang kau lakukan?" Sambil menutup pergelangan tangan yang terluka oleh sayatan pisau.
"Haha ... apa itu terasa sakit?" Meldanova tertawa melihat ekspresi Donpa tampak terkejut.
Darah pun mengalir dari pergelangan tangan Donpa. "Ssa-sakit bodoh ...!!"
"Maaf-maaf ... kemarikan tanganmu." Mencoba menyembuhkan luka Donpa menggunakan seutas kain.
"Setelah yang kau lakukan barusan?" Rasa tak percaya Donpa pada Meldanova, membuatnya enggan mengulurkan tangannya.
"Bukankah kau ingin memakan buah itu?"
Menarik paksa tangan yang terluka lalu Meldanova membalutnya.
"Pelan-pelan ...!"
"Penyihir gila ini, apa dia tidak tahu rasa sakit, sial." gumam Donpa.
"Tara ...! Sudah rapi."
"Kau ini ...."
"Cobalah makan kembali buah itu."
Mengikuti perintah Meldanova, ia pun kembali mencoba memakan buah tadi.
"EE-ENAAAKKK ...."
"Sial ... aku benar-benar lapar."
"HAHA ... maaf untuk yang tadi."
"Apa aku harus melukai tubuhku terlebih dahulu untuk menghilangkan rasa lapar diperut ini."
Tampak tak menghiraukan Meldanova, Donpa terus memakan buah itu.
"Buah itu ... mengganti darah yang hilang, tapi tidak dapat menyembuhkan luka. Kau dapat bebas memakan buah itu sebanyak apapun ketika tubuhmu kekurangan darah, termasuk darah dari luka sayatan yang ada pada pergelangan tanganmu."
"Amm ... ap ... mm ... apa aku harus terluka baru bisa menikmati buah ini?" Sambil mengunyah Donpa bertanya.
"Ini aneh."
"Yaps .... Oleh karena itu jangan takut terluka hihi ...." Senyum iblis tampak dari raut wajah Meldanova.
"Aku sudah memakan lebih dari dua belas buah."
Setelah cukup banyak ia memakan buah itu, Donpa tampak menjatuhkan buahnya lalu berteriak. "KENAPA ... PERUTKU MASIH LAPAAARRR ...!!"
Buah itu kembali terasa hambar.
"Eh? Kau lapar? Kenapa kau tidak mengatakannya ... haha ...."
Menutup obrolan, Meldanova membawa Donpa ke ruang makannya.
Setelah kembali ke ruangan, ia melewati anak tangga yang melingkar di dalam pohon raksasa, sekilas Donpa memperhatikan tak ada yang beda disetiap ruangan, bentuk pintu dan tempat semuanya sama. Ia pun bertanya. "Bagaimana caramu membedakan ruang makan, ruang tidur, toilet dan pintu keluar?"
"Saat aku menginginkannya, pintu manapun akan mengarahkanku ketujuan haha ...."
"Itu artinya, tanpa dirimu aku tidak bisa ke manapun?"
"Tergantung ...."
"Tergantung yang bagaimana?"
Belum sempat menjawab pertanyaan Donpa, ia membuka pintu.
Di dalamnya tergambar ruang makan yang memiliki meja cukup panjang, diisi dengan lima belas kursi layaknya kursi kerajaan.
"Dengan tempat seluas ini, kau makan sendirian?"
"Hu'um ...." Meldanova menganggukan kepalanya seolah mengiyakan ucapan Donpa.
Tempat yang tersusun rapi dengan beberapa lukisan di dinding, Donpa mendekati meja makan tersebut lalu melihat. "Hidangan sebanyak ini? kau makan sendiri ...?"
"Ya paling aku hanya memakan beberapanya saja."
"Sisanya?"
"Tentu saja dibuang."
"Terlalu menghamburkan makanan tidak baik." Lekas mengambil sepotong daging yang ada di meja.
"Haha ... apa segitu laparnya? Sampai-sampai kau tidak bisa menahan."
"Awalnya aku tidak merasa lapar, namun saat memakan buah itu aku semakin dan semakin lapar setiap kali menelannya."
"Apa kau tidak takut jika makanan itu ada racunnya?"
"Jika kau ingin aku mati, harusnya kau tidak menolongku kan?"
"Haha ... baiklah ... aku juga mau."
Mereka berdua segera menyantap hidangan yang ada di sana.
Meldanova Uriyu adalah penyihir cantik dengan rambut hitam panjang sepunggung, sedikit ikal tapi tidak keriting, namun cukup tebal. Ia memiliki tinggi 165 cm dengan berat 55 kg, ia menggunakan baju dalaman hitam yang terlihat seperti kaos lalu dilapisi baju yang tak memiliki pundak dengan warna maroon. Ia menggunakan sebuah kalung dan beberapa gelang dan sarung tangan, bagian bawahnya ia menggunakan hot pants berwarna hitam yang ditutup kain panjang memiliki 2 lapisan warna maroon dan merah terang. Di sisi kanan terbuka hingga membuat hot pantsnya terlihat, dengan gesper yang tampak kebesaran melebar kesisi yang terbuka.
Ia masih terlihat sangat cantik dan anggun diusianya yang ke 620 tahun.
Salah satu tanda ia memiliki pupil mata berwarna merah gelap dengan tahi lalat tepat di bawah mata kanannya.
Sambil menikmati makan makanan yang telah terhidang di meja makan, Donpa bertanya. "Eehh ... Meldanova ...."
"Ya?"
"Bagaimana kau mengembalikan lenganku yang hilang?"
"Tentu saja dengan sihirku."
"Apa sihir bisa memunculkan sesuatu yang tidak ada?" Sambil memperhatikan tangan kanannya secara menyeluruh.
"Benar-benar mulus tanpa cacat."
"Tergantung, sejauh mana kau menguasai sihir."
Meldanova tampak menggerakan tangan kanannya, lalu merentangkan jari-jarinya seperti akan memanggil sesuatu. "Widsith ...."
Tiba-tiba telapak tangannya mengeluarkan sinar berwarna hijau kehitaman. "Ini adalah kitabku ...."
"Aa-apaa itu ...." Terkejut melihat sebuah buku yang melayang di hadapannya, buku itu tampak seperti tertiup angin dan membuka setiap lembarannya.
"Kitab adalah bukti seseorang bisa dikatakan seorang penyihir, bagaimana? Kau menginginkannya?"
"Ta-tapi ...."
"Aku merasa sesak nafas."
Kitab yang dimiliki Meldanova memiliki simbol berbentuk sebuah simbol dengan warna dasar hijau dan dilapisi beberapa bercak keemasan. Kitab yang ia miliki memiliki 120 lembar halaman, sambil memamerkan kitab kebanggaannya, ia tertawa melihat Donpa yang tampak kaku menatap kitabnya. "Kau suka? Ini adalah Widsith kitab yang aku banggakan."
"Apa-apaan kitab itu, aku merasa seperti ia akan membunuhku jika aku tidak pergi dari sini."
"Bi-bisakah kau simpan kitab itu." Dengan terbata-bata Donpa mengatakannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments