Gunung OutCast

Chimera adalah makhluk yang diciptakan penyihir, beberapa kemampuan dari hewan yang disatukan guna menutup kekurangan satu sama lain, ini berfungsi sebagai alat yang sempurna dalam perburuan. Mikaru telah bertemu dengan Chimera berjenis Beast, baginya Beast memiliki dua kemampuan dalam berburu seperti kemampuan singa dan ular. Sementara yang datang saat malam ini adalah Chimera berjenis Pulppy memiliki sepasang sayap, berkepala elang, bertubuh singa dan memiliki ekor kalajengking. Dua kaki depan Pulppy adalah kaki elang dan dua kaki belakangnya adalah kaki singa, sepasang kaki yang kuat untuk mencengkram dan melompat.

Chimera berjenis Pulppy jauh lebih berbahaya dari pada Beast, meski ukurannya terbilang lebih kecil hanya berukuran dua sampai tiga meter, tapi memiliki kelincahan dan daya serang yang luar biasa.

Mikaru dan yang lainnya menyembunyikan suhu tubuh dan pergerakan mereka dibalik sleeping bag, tidak dapat bersembunyi dari penglihatan tajam Pulppy.

Dari atap yang berlubang Pulppy masuk mendekati salah satu dari kelima orang tersebut.

Mikaru dan Sigit yang menyadari kedatangan makhluk itu, tengah bersiap menyerang dengan senjata tajam yang mereka bawa.

Benar saja, Mira berteriak di cengkram begitu kuat hingga cakar tajam menembus sleeping bag, dan menusuk tubuhnya.

Dengan cepat Mikaru dan Sigit melakukan perlawanan menusuk berkali-kali di bagian leher dan perut Pulppy hingga ia melepaskan cengkramannya, lalu melompat terbang keluar atap yang terbuka.

"Ma-makhluk apa lagi itu?" Ririn menatap makhluk itu terbang keluar.

"Kau tidak apa-apa Mira?" Tanya Sigit.

Tampak darah Mira mengalir membasahi sleeping bag.

Mikarupun membuka sleeping bag Mira, tak disangka Mira malah memeluk Mikaru seraya menangis ketakutan.

Rumia dan Sigit pun merasa sentimen melihat kejadian itu. Rumia mencoba tenang mendekati Mira dan melihat lukanya.

"Lukanya tidak terlalu dalam, sebaiknya kita tutupi," ucap Rumia dan lekas mengambil perban.

Sigit dan Mikaru memperhatikan keadaan di luar bangunan melalui bilik jendela.

"Sial ..." ucap Mikaru.

"Bagaimana? Kita pergi dari sini?" tanya Sigit.

"Memang sebaiknya begitu!" jawab Mikaru.

"Cepat tutup luka Mira, kita pergi dari sini sekarang," tegas Mikaru memberi arahan.

Ada banyak Pulppy yang berterbangan di langit-langit tempat persembunyian mereka. Suara-suara Pulppy yang melengking tajam memekakkan telinga seakan memberi isyarat pada kelompoknya, bahwasannya mangsa ada di tempat ini. Pulppy dan Beast pun berdatangan satu persatu. Sebelum hal buruk itu terjadi, Mikaru membakar sleeping bag mereka lalu pergi melalui pintu belakang menuju hutan belantara.

"Cepat, ke arah sini," ucap Mikaru.

Bukannya terprovokasi oleh api yang dibuat Mikaru, darah yang menetes dari luka Mira justru membuat Beast terpancing mengejar mereka.

Berlari melewati semak belukar, berkali-kali tersandung, mereka berlima bahu-membahu berlari secepatnya.

Rasa takut dan keinginan bertahan hidup menghapus lelah mereka hingga tak ada sedikitpun percakapan diantara mereka.

Langkah mereka terhenti di tepi sungai dalam hutan, sekira telah dirasa aman mereka berhenti sesaat karena kelelahan.

Dari apa yang Mikaru lihat, tampak Sigit mengambil potongan kayu mengukur kedalaman sungai.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Mikaru.

"Hanya memastikan kedalaman sungai ini sebelum kita menyebranginya."

"Kita tidak akan melewati sungai ini." Melirik ke arah aliran sungai.

"Sebaliknya, kita akan mengikuti arah aliran sungai ini."

Lekas membuang potongan kayu lalu berucap.

"Oh ... baiklah."

Aliran sungai yang mereka temui tampak tenang dan dangkal, keadaan mulai terasa aman, tak lagi terdengar suara-suara makhluk hidup kecuali aliran sungai yang tenang dan kabut tebal yang menyelimuti hutan menandakan mereka sudah berada ditengah-tengah hutan.

Suara begitu hening tak seperti hutan yang mereka kenali, tak ada satupun bunyi hewan ataupun serangga di tempat ini.

Berjalan menyusuri aliran sungai mereka memperhatikan sekitar tampak pepohonan yang begitu besar.

Sambil mengarahkan cahaya ponsel pada pohon yang ada disebelahnya, Ririn berkata. "Kira-kira berapa ya usia pohon ini?"

"Apa kau tidak takut?" tanya Mira pada Ririn.

"Te-tentu saja aku takut ..." gugup Ririn menjawab.

"Suara Chimera itu juga tidak terdengar lagi, kurasa kita sudah cukup jauh," ucap Sigit.

Malam semakin larut, mereka sungguh sangat kelelahan. Sigit memberi isyarat untuk beristirahat sementara di tepian sungai lalu melanjutkan perjalanan mereka kembali nanti.

"Huaahhh." Menghela nafas mereka berlima terduduk kelelahan.

"Bagaimana dengan lukamu?" tanya Sigit pada Mira.

"Tidaak apa-apa," jawab Mira. Mengalihkan pandangan dari Sigit menuju Mikaru.

"Apa kau melihatnya tadi ...?" tanya Mira pada Mikaru.

"Ya ... ada banyak jenis Chimera, aku tidak menduganya sama sekali."

"Beberapa dari mereka ada yang seperti burung, singa, badak, landak. Meski tak begitu jelas ada satu yang kulihat sangat besar," sambung Mikaru.

Sambil menatapi arah aliran sungai Mikaru bergumam. "Bahkan didalam hutan ini, pasti ada yang jauh lebih berbahaya dari makhluk-makhluk sebelumnya."

Saat membakar sleeping bag, bangunan tempat mereka berlindung pun ikut terbakar. Saat itu Mikaru dan Mira memperhatikan makhluk-makhluk yang mengejar mereka melalui cahaya dari kobaran api tersebut.

Dari apa yang Mikaru lihat setidaknya ada lima jenis makhluk berbeda yang mengejar mereka.

Diantaranya ada dua makhluk berbeda yang ada di udara dan tiga makhluk berbeda yang di darat.

Ditengah lamunan Mikaru, Rumia mendekatinya lalu bertanya. "Sebaiknya kau beristirahat ...."

"O-ohh Rumia ...." Kedatangan Rumia mengejutkan Mikaru.

"Ti-tidak apa-apa ... sebaiknya kau beristirahat Rumia."

Beralih pada Mira yang memperhatikan Mikaru dan Rumia dari kejauhan.

Melihat tatapan Mira, Ririn bertanya, "Kau cemburu?"

"Aa-apa yang kau katakan!" ucapan yang mengagetkan Mira.

"Hahaa hanya bergurau ..." candaan Ririn.

Tampak murung Sigit mendengar percakapan Mira dan Ririn.

Malam itu cukup singkat, tak lama setelah Mikaru dan Rumia berbincang di tepi sungai tiba-tiba sesosok trenggiling berkepala buaya melompat dari dalam air mengejar Mikaru dan Rumia.

"Di belakangmu Mikaru!" teriak Mira.

Dengan cepat Mikaru mendorong Rumia yang mengakibatkan posisi mereka terpisah secara cepat untuk menghindari serangan makhluk yang keluar dari dalam air.

"Kau tidak apa-apa Rumia?" tanya Mikaru.

"Tidak apa-apa," jawab Rumia lalu berdiri.

Makhluk itu tampak seperti telah menemukan mangsanya, dan itu adalah Mikaru.

Meski tengah terluka, Mira berdiri mengambil sebuah pisau lalu menyerang makhluk itu dari belakang.

"Hati-hati Mikaru!" Teriak Mira berlari menyerang makhluk itu dari belakang.

Mikaru berhasil menghindari gigitan dari makhluk itu, lalu Mira melompat menusuk bagian punggung makhluk itu. Tetapi, pisau yang ia gunakan tersebut patah, dikarenakan kulit makhluk itu yang sangat keras.

"Awas Mira!" Teriak Mikaru melihat ekor dari makhluk itu tengah mengibas mengarah ke Mira.

"Spakk ...." Bunyi sabetan yang mengenai punggung Mira.

"Aak ...!" Teriak Mira, dan terpental karena sabetan dari ekor makhluk itu.

Setelah terkena serangan itu tampak mulut Mira mengeluarkan darah.

"Sigit, selamatkan Mira," teriak Mikaru.

Mikaru melihat makhluk itu tengah menatap tajam ke arah Mira.

Saat hendak menyerang Mira, tiba-tiba dari balik semak melesat sebuah tombak tajam menusuk kepala makhluk itu.

Suara bising terdengar dari makhluk itu tanda ia merasa kesakitan.

Berikutnya tombak kedua, ketiga dan ada begitu banyak tombak-tombak yang menghujani makhluk itu. Suara yang dihasilkan dari tombak itu cukup kuat layaknya sebuah bom yang meledak.

"Si-siapa itu?" tanya Mikaru memperhatikan arah dari mana tombak itu melesat keluar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!