Pangeran Ruu menatap sendu nisan di hadapannya. Matanya merah karena terlalu banyak menangis. Langit yang mendung menambah suasana duka siang hari itu. Dua nisan yang terpampang nama Roinatus Roini dan Aria Roini baru bisa ia kunjungi beberapa bulan kemudian.
"Maafkan aku karena terlambat datang," Pangeran Ruu meletakkan sekuntum bunga mawar di masing-masing nisan, "Maafkan aku karena tidak bisa melindungi kalian."
Matanya kembali berair. Dia kembali menangis dalam diam. Fei yang berada di belakangnya ikut menitikkan air mata. Baginya, Raja Roinatus adalah panutan dan sudah dia anggap sebagai keluarga sendiri. Ia masih ingat sumpahnya untuk melayani kerajaan dan melayani Pangeran Ruu meskipun sudah belasan tahun berlalu.
"Ayah, Aria, perhatikan aku dari alam sana. Aku pasti akan membalaskan kalian!"
---
"Terima kasih sudah menunggu."
Pangeran Ruu menghampiri Archmage Luthinia yang berdiri di dekat pintu masuk pemakaman. Dia sengaja tidak ikut masuk karena menurutnya ia bisa mengacaukan suasana. Archmage Luthinia sendiri memang sangat amat jarang menangis. Selain ketika lahir dan kematian orang tua serta gurunya, ia tidak ingat kapan dirinya pernah berduka.
"Sama-sama. Apa kau sudah mengucapkan salam perpisahan?"
"Ya, aku juga sudah berbicara pada Fei agar dirinya mengurus kerajaan selama aku pergi. Tujuan kita selanjutnya adalah Benua Genke kan?"
"Iya. Tapi sebelum itu, kita mampir ke Grand Elven Forest dulu."
"Eh? Kenapa? Grand Elven Forest ada di Benua Zenke yang letaknya berlawanan dengan Benua Genke. Jika demikian, maka perjalanan kita akan memakan waktu lebih lama," protes Pangeran Ruu.
"Ada seseorang yang keras kepala, membujukku agar mau datang ke sana. Dia benar-benar menjengkelkan jadi mau tidak mau harus kuturuti."
"Kau bahkan menyebutnya 'menjengkelkan'. Aku malah semakin tidak mau pergi ke sana."
"Sudahlah! Tidak perlu mengelak. Pegang tanganku, kita akan ke sana dengan teleportasi."
Dengan gugup, Pangeran Ruu meraih tangan Archmage Luthinia.
"Bersiaplah! Teleportasi antar benua bisa membuatmu sedikit mual kalau belum terbiasa!"
Lingkaran sihir muncul di tanah tempat mereka berpijak. Cahaya kebiruan berpendar di udara yang kemudian menyelimuti mereka berdua.
"Advanced Teleportation!"
Whuush!
Dalam sekejap, keduanya menghilang seakan tidak pernah berada di sana.
---
Grand Elven Forest, Elven Palace.
"Angieee!! Kapan mereka akan datang ke sini!?"
Ratu Yenie berguling-guling di atas lantai, merajuk. Para pelayannya bahkan tidak mencoba untuk menenangkannya, karena mereka sudah menyerah terhadap sikap sang ratu yang manja.
"Entahlah. Mungkin mereka tidak jadi datang karena kesal pada dirimu yang terlalu memaksa," balas Great Sage Angelie sambil menyeruput tehnya.
"Tidak! Tidak! Tidak! Aku mau mereka di sini, sekarang!" Ratu Yenie semakin rewel.
Tiba-tiba, aura kebiruan muncul dari ujung ruangan. Aura tersebut bercahaya kemudian membentuk siluet sepasang pria dan wanita.
"Kita sampai," ucap Archmage Luthinia.
"Eh? Aneh, aku tidak merasa mual sama sekali. Padahal ini pertama kalinya aku berteleportasi ke benua lain," Pangeran Ruu memegangi perutnya.
"Anggap saja dirimu beruntung."
Pangeran Ruu memperhatikan seisi ruangan, "Di mana kita? Eh?" Matanya terpaku kepada sesosok elf yang memandanginya dengan antusias.
"Wow! Inikah orang yang kau bicarakan itu!?"
Ratu Yenie berlari menghampiri Pangeran Ruu. Ia memandanginya dari ujung kaki hingga ujung rambut. Tentu saja, hal tersebut membuat sang pangeran merasa canggung.
"A-anu ... Anda siapa, ya?" Pangeran Ruu mencoba untuk bersikap sopan, "Dari rupanya sih, dia sepertinya anggota ras elf," ujarnya dalam hati.
"Hehehe! Selamat datang di negeri para elf! Perkenalkan, aku adalah Yenie! Penguasa kaum elf yang paling cantik dan kuat!" Dengan penuh kebanggaan, Ratu Yenie menyodorkan tangannya.
Pangeran Ruu melongo, "Eh? Pe-penguasa!? Maksudmu ratu para elf?"
"Benar!"
"Serius!?"
"Nggih!"
Pangeran Ruu menjabat tangan Ratu Yenie. Dia merasa kaget karena dalam pikirannya, ratu para elf akan tampak seperti seseorang yang tenang, anggun, dan berwibawa, tipikal penguasa sebuah negeri.
"Namaku Ruu, senang bertemu dengan Anda, Yang Mulia."
"Tidak perlu kaku begitu, kau boleh memanggilku Yenie!"
"Ternyata dia orang yang tak memperdulikan formalitas, ya?" Batin Pangeran Ruu, "Baiklah, senang bertemu denganmu, Yenie."
"Kau terlambat, Luthinia. Yenie hampir menangis karena kau tidak kunjung tiba," goda Great Sage Angelie.
"Hei! Aku tidak menangis! Aku hanya sedikit sedih karena tidak bisa bertemu dengan pria yang ditakdirkan!"
Pangeran Ruu menjadi bingung, "Ditakdirkan? Maksudnya?"
"Tentu saja, pria yang ditakdirkan untuk mewarisi tekad Rune the Paragon. Asal kau tahu, kami sudah meneliti Rune's Core selama bertahun-tahun, tapi semuanya menjadi sia-sia karena ternyata benda itu hanya bisa dipakai oleh orang yang terpilih," Ratu Yenie merebahkan tubuhnya di sofa, "Haah ... rasanya benar-benar melelahkan."
Pangeran Ruu tidak bisa berkomentar apa-apa.
"Karena Ruu sudah ada di sini, kalian berbincanglah. Aku mau istirahat sebentar," Great Sage Angelie keluar ruangan dituntun oleh pelayan.
"Dia benar! Ruu, tolong ceritakan padaku bagaimana caramu mendapatkan Rune's Core!" Tanya Ratu Yenie penuh semangat.
Dengan senang hati, Pangeran Ruu menuruti kemauan sang ratu. Dia mengatakan apa yang dialaminya selama di Kota Hanadium, termasuk sebagian ramalan yang dikatakan oleh Archmage Luthinia.
"Begitulah ..." Pangeran Ruu mengakhiri narasinya.
"Wow! Kalian berdua melihat Rune the Paragon!? Bagaimana wajahnya!? Apakah benar dia sangat tampan!? Apa dia memiliki lingkaran halo di kepalanya!? Bagaimana dengan sayapnya? Apakah benar terbuat dari lembaran emas!?" Ratu Yenie terus memborbardir Pangeran Ruu dengan segudang pertanyaan.
"Ah! sebenarnya, kami tidak melihat wajahnya. Yang tampak hanya badannya saja, itupun tidak terlalu jelas. Dia juga tidak punya halo maupun sayap emas," jelas Pangeran Ruu.
"Yah ..." Ratu Yenie menunduk kecewa.
"Memangnya dari mana kau mendapat deskripsi seperti itu?" Archmage Luthinia ikut bicara.
"Dari sini!" Ratu Yenie menunjukkan sebuah buku berjudul "Rune, Penyihir Terhebat dan Tertampan di Dunia (Sebuah Satire Terhadap The Paragon)".
"Pantas saja, dia sepertinya mengambil isi buku itu mentah-mentah," batin Pangeran Ruu dan Archmage Luthinia.
"Yah, meski tidak sepenuhnya akurat, tapi aku masih menganggapnya sebagai idolaku! Oh iya, sebenarnya apa kegunaan dari Rune's Core?" Tanya Ratu Yenie.
Pangeran Ruu menjelaskan fungsi Rune's Core yang sudah dia pelajari sampai sekarang. Ratu Yenie mendengarkannya dengan penuh kekaguman.
"Itu benar-benar luar biasa! Sekarang aku jadi iri denganmu, Ruu. Tapi kurasa begini lebih baik, aku tidak mampu jika harus membawa beban untuk menyelamatkan dunia," ujar Ratu Yenie sambil memakan kue kering.
"Kau benar, aku sendiri juga tidak yakin bisa melakukannya atau tidak. Namun, diriku enggan duduk diam dan tidak melakukan apa pun."
"Kau tidak perlu khawatir, Ruu. Aku akan mendukung dirimu," Archmage Luthinia menyemangati.
"Terima kasih."
Deg!
Pangeran Ruu memandang ke arah barat Grand Elven Forest, "Aku merasakan sesuatu yang aneh."
Tanpa ia sadari, keringat dingin sudah mengalir di dahinya.
"Firasatku benar-benar buruk soal ini!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments