"Mereka? Siapa yang kau maksud dengan 'mereka'? Pertanyaan meluncur keluar dari mulut Great Sage Rafflus.
Sang penyihir berjubah hitam tidak menjawab. Wajahnya tertutup oleh tudung sehingga tidak ada yang bisa melihat ekspresinya.
"Jawab aku, Rozard!"
Great Sage yang dipanggil Rozard tetap diam. Para penyihir tertinggi lainnya menjadi penasaran, terutama Archmage Luthinia yang merasa jika Great Sage Rozard mengetahui sesuatu.
"Apa ada yang ingin kau sampaikan pada kami, Rozard?" Archmage Luthinia berkata datar, tapi siapa pun yang mendengarnya akan tahu kalau dirinya sedang serius, bahkan sedikit mengancam.
Namun demikian, Great Sage Rozard tidak terpengaruh. Ia hanya berkata pelan, "Datanglah ke tempatku, kalau kau ingin mengetahuinya."
Siluet Great Sage Rozard perlahan-lahan meredup bersamaan dengan tablet komunikasi yang mati.
"Ah, sialan! Dia kabur begitu saja!" Teriak Great Sage Angelie penuh frustrasi.
"Hm, tak ada yang bisa menyalahkannya. Masing-masing dari kita tentunya punya rahasia yang tak ingin diungkapkan," komentar Archmage Sein.
"Jangan sok bijak, kau, Pak Tua! Aku tahu dirimu diam-diam mencuri buku dari Elven Grand Library!" Hardik Great Sage Angelie.
"Hei! Setidaknya itu lebih baik dari seorang nenek yang senang memangsa pria-pria muda," Archmage Sein balas mengejek.
Wajah Great Sage Angelie merah padam karena marah, "Grrr.... Kau.... Jangan sampai kau bertemu langsung denganku, kalau tidak, akan kupotong-potong dirimu!" Ancamnya.
Siluet Great Sage Angelie lenyap mendadak. Tablet komunikasinya juga mati.
"Kamu senang sekali kalau menggodanya, Sein," Great Sage Rafflus kini ikut bicara.
"Hahaha, aku hanya sedikit iseng, Kakek Rafflus. Sudahlah, aku mau lanjut membaca lagi. Sampai jumpa semuanya!"
Siluet Archmage Sein menghilang perlahan. Dua penyihir lainnya juga pamit pergi. Tinggal Archmage Luthinia sendiri di ruangan tersebut. Dia tidak kembali, melainkan mengeluarkan buku peninggalan gurunya.
"Sepertinya aku memang harus menemuinya."
---
Raja Farza dan Pangeran Ruu tiba di penginapan. Meski disebut penginapan, bangunan di depan mereka tak ubahnya sebuah istana. Wajar, karena tempat tersebut digunakan oleh para raja beserta rombongan mereka.
"Baiklah, aku akan kembali ke kamarku. Kau beristirahatlah, Ruu," Raja Farza menepuk pundak Pangeran Ruu.
"Anda juga, Raja Farza. Sampai bertemu besok."
Ruu berjalan melewati koridor dengan hiasan mewah di dindingnya. Ia sampai di pintu berdaun ganda dengan gagang emas. Ketika pintu dibuka, suara yang sangat akrab terdengar di telinganya.
"Selamat datang kembali, Yang Mulia," Fei membungkuk penuh hormat.
"Fei..."
"Saya sangat khawatir saat mengetahui kalau kota ini diserang. Tapi, syukurlah Anda baik-baik saja."
"Ya..."
Fei sudah lama melayani Pangeran Ruu. Oleh karena itu, dia paham akan setiap gerak-gerik dan kebiasaannya.
"Apakah ada yang salah, Yang Mulia?" Tanya Fei.
Ruu diam sejenak, lalu menghela nafasnya pelan, "Tidak, tak usah dipikirkan. Aku hanya sedikit kelelahan karena pertemuan lima tahunan. Lebih baik kau membuatkanku teh, Fei."
Fei mengetahui kalau tuannya sedang menyembunyikan sesuatu. Meski begitu, dia tetap menuruti perintahnya, karena itulah tugasnya sebagai pelayan.
"Tentu saja, Yang Mulia."
---
Keesokan harinya, pertemuan lima tahunan dilanjutkan. Tapi, kali ini Archmage Luthinia tidak datang. Beberapa raja menghela nafas lega. Mereka akhirnya bisa berkata-kata tanpa merasakan kehadiran yang menekan.
"Mengenai serangan tempo hari, apakah ada petunjuk mengenai pelakunya?"
Raja Farza melontarkan pertanyaan kepada Walikota Arma. Air muka sang walikota langsung berubah menjadi kusut. Dengan pelan ia menjawab, "Tidak, atau lebih tepatnya belum ... Kami sudah mengerahkan semua yang kami bisa untuk mencari dalangnya. Namun, mereka tampaknya tersembunyi dengan sangat baik. Ini benar-benar menjadi tamparan keras bagi kami, Heavenly Six ... "
Raja Farza menghela napas panjang. Mau sekecewa apa pun dirinya, Heavenly Six sudah mengusahakan yang terbaik. Itu berarti otak di balik penyerangan tidak bisa dianggap remeh. Yang pasti, mereka memiliki kekuatan yang cukup untuk menyerang dan keahlian untuk tidak meninggalkan jejak.
"Kalau aku tidak salah ingat, Wizard Lufia pernah bilang mereka memakai pakaian yang mirip dengan Kekaisaran Ekliphase di Benua Zenke. Bagaimana menurut Anda, Walikota Arma?" Ruu ikut bertanya.
Walikota Arma terdiam sejenak, sebelum menjawab, "Itu hanya sekedar asumsi. Kekaisaran Ekliphase tidak memiliki alasan pasti untuk menyerang kita. Jika pun mereka hendak melakukan ekspansi, mereka tentunya akan menaklukkan wilayah-wilayah di Benua Zenke terlebih dahulu."
"Walikota benar, jika mereka melakukan itu, kita harusnya mendapatkan pesan dari 'beliau' bukan? Mengingat 'beliau' saat ini sedang berada di sana," tambah Raja Balsa.
Perkataan Raja Balsa diamini oleh walikota dan raja-raja lainnya.
"Kalau begitu, cukup dengan kejadian kemarin. Mari kita berganti topik karena ada hal lain yang tak kalah penting untuk diurus," usul Ratu Hetan yang kemudian disetujui oleh semua yang hadir.
---
Di bagian barat Benua Renke, terdapat sebuah pulau kecil. Pulau tersebut tidak memiliki nama dan tak digambar di peta mana pun. Meski demikian, ada satu aturan mutlak yang diketahui dan diikuti oleh semua pelaut.
"Jangan berpikir sekali pun untuk pergi ke sana!"
Seorang kapten kapal berkata kepada kru-nya. Sebelumnya, sang awak kapal sempat melihat pulau tersebut melalui teropong.
"Memangnya kenapa, Kapten?" Tanyanya dengan polos.
"Kau serius bertanya itu? Sudah berapa lama pengalamanmu dalam berlayar?" Kaptennya memasang wajah tidak percaya.
"Baru dua minggu, Kapten," jawabnya.
Sang kapten menepuk jidatnya, "Haiz, dengar, pulau itu terlarang untuk kita, para pelaut. Jangan sampai kapal kita memasuki wilayah ber-radius satu kilometer dari pulau. Kau bertanya kenapa? Tentu saja karena pulau tersebut dihuni oleh seseorang yang suka sekali menyendiri dan mencintai ketenangan, selain itu orang tersebut sama sekali tidak boleh disinggung!"
"Kalau begitu, kenapa kita dekat-dekat dengan pulau itu, Kapten?" Lagi-lagi sang awak kapal bertanya dengan polos.
"Wah, dasar bocah. Kau ikut berlayar tapi tak tahu tujuannya? Kalau bukan demi mencari Ikan Karka Emas yang sedang langka di pasaran, aku juga tidak mau sampai ke sini! Jika bisa mendapat beberapa, kita akan menyelundupkannya ke pasar gelap. Dengan begitu, tentu akan untung besa-"
"Lapor, Kapten! Dari arah timur ada sesuatu yang datang dengan kecepatan tinggi!" Potong juru kemudi.
Kapten kapal langsung mengambil teropong dari si awak kapal dan berlari ke geladak.
"Semoga bukan dia ... semoga bukan dia ... semoga bukan- Astaga! Sial sekali diriku! Angkat jangkarnya dan turunkan layar kapal! Kita tinggalkan tempat ini!" Teriak kapten kapal, terlihat wajahnya dibanjiri keringat dingin.
"Memangnya ada apa, Kapten? Kita belum mendapatkan satu pun Ikan Karka Emas."
Kapten kapal menjitak kepala kru-nya yang terlampau polos, "Bodoh! Siapa peduli dengan ikan itu! Hanya ada satu orang dari arah barat yang berani terbang mengarah ke pulau terlarang!"
"Memangnya siapa dia?"
"ARCHMAGE LUTHINIA!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
anggita
oke thor ng👍like aja. hadiah bunga 🌷utk karyamu.
2023-04-19
0