SNF - The First Prince

Wilayah selatan Benua Renke, Kerajaan Preita.

Terlihat seorang pria duduk di balik meja kerja. Matanya memandang setumpukan dokumen yang kelihatannya tidak akan berkurang mau sekeras apa pun dia bekerja. Pria berambut merah dengan warna mata serupa itu mendengus pelan.

"Aku butuh istirahat... Fei, tolong kau gantikan tugasku," ujarnya lemas.

"Tolong jangan malas seperti itu, Pangeran Ruu. Ingatlah bahwa Anda ada di sini demi kemajuan Kerajaan Roini," sahut Fei. Dia adalah pelayan pribadi Ruu yang setia.

"Ugh, aku tahu. Jika bukan karena Kerajaan Preita sedang dalam masa keemasannya, negara kita takkan berkerjasama dan aku tidak akan berada di sini. Mengurusi dokumen dan berdiplomasi bukanlah kesukaanku. Diriku lebih memilih berada di perpustakaan seharian daripada bekerja selama satu jam," keluhnya.

Fei menghela napas pelan. Beginilah sifat tuannya. Meski tuannya sangat berbakat, tapi dia juga sangat pemalas. Akan tetapi, mungkin itu bukanlah suatu hal yang aneh karena setiap manusia memiliki kekurangan. Justru akan aneh kalau pangeran yang telah dia layani selama lebih dari satu dekade itu adalah seseorang yang rajin dan berbakat. Sosoknya mungkin akan menjadi lambang kesempurnaan dan dipuji-puji oleh banyak orang.

"Tolong tunggu sebentar, saya akan membuatkan Anda teh."

Fei berbalik lalu mulai menyeduh teh, setelah itu menuangkannya ke dalam cangkir. Dia menambahkan tiga gula batu kemudian mengaduknya. Setelah tercampur rata, Fei menghidangkan teh yang masih hangat di atas meja kerja Pangeran Ruu.

"Silahkan."

"Hm, cekatan seperti biasanya," Pangeran Ruu berkomentar.

"Terima kasih pujiannya, Yang Mulia," Fei membungkuk hormat.

Pangeran Ruu merapikan dokumen di mejanya dan meraih cangkir teh. Namun, belum sempat jarinya menyentuh gagang cangkir sebuah getaran mengalihkan perhatiannya. Getaran itu awalnya samar, kemudian semakin kuat hingga menggetarkan perabotan di ruangan tersebut. Lima belas detik kemudian, keadaan kembali seperti semula.

"Gempa?" ujar Pangeran Ruu sambil menatap sekeliling ruangan.

"Saya tidak yakin, Yang Mulia. Gunung berapi terdekat dari sini jaraknya sekitar 200 kilometer lebih dan sudah tidak aktif selama ratusan tahun. Selain itu, letusan dahsyat macam apa yang efeknya bisa sampai ke sini?" Balas Fei.

"Kau benar, tapi aku punya firasat buruk tentang ini."

"Apa pun itu, semoga tidak menjadi kenyataan, Yang Mulia."

Kota Runius adalah ibukota Kerajaan Preita. Di tengah-tengahnya berdiri megah kastil bergaya gothic yang merupakan istana milik keluarga kerajaan. Kastil itu tentunya dihuni oleh pemimpin tertinggi Kerajaan Preita, yakni Raja Farza Preita IV. 

Raja Farza memiliki perawakan tinggi dan berotot. Rambutnya biru pendek dengan iris mata berwarna kekuningan. Dia keras terhadap musuhnya tetapi lembut terhadap rakyatnya. Itulah mengapa banyak orang mengidolakan dirinya.

"Yang Mulia, utusan dari Heavenly Six sudah tiba."

Seorang pelayan terlihat berlutut di hadapan Raja Farza yang duduk di singgasana dengan gagah.

"Bawa dia masuk."

Pelayan itu mengangguk lalu pamit keluar ruangan. Beberapa saat kemudian, pintu ruang singgasana dibuka. Seorang wanita berjalan masuk dengan anggun. Rambut hitam yang sepanjang punggung melambai-lambai mengikuti irama langkah kakinya. Mata coklatnya memandang tajam ke depan, tapi tidak menyiratkan permusuhan. Wanita itu berhenti lima meter dari singgasana kemudian berlutut.

"Salam, Raja Farza, semoga Anda makmur selamanya."

"Bangkitlah, wahai utusan dari Heavenly Six yang terhormat. Katakan, urusan apa hingga Heavenly Six mengirimkan seorang Wizard kemari."

Wanita itu berdiri dan berkata lantang, "Nama saya Lufia, murid dari Archmage Luthinia. Tujuan saya kemari adalah untuk mengirimkan undangan pertemuan lima tahunan."

"Oh, jadi sudah waktunya ya," ujar Raja Farza yang diikuti anggukan Lufia.

Heavenly Six adalah organisasi yang didirikan oleh enam Great Sage dan Archmage tiga ribu tahun yang lalu. Heavenly Six didirikan di Kota Hanadium, yang berada di tengah Benua Renke. Organisasi tersebut awalnya dipimpin langsung oleh keenam penyihir paling kuat di seluruh benua. Kemudian, tampuk kepemimpinan dialihkan kepada murid mereka yang lebih dulu bisa mencapai tingkat Great Sage / Archmage.

Di Kota Hanadium, berkumpul penyihir dari seluruh benua guna menuntut ilmu sehingga kota tersebut dijuluki sebagai "Tanah Suci Penyihir".  Kota tersebut tentunya dikontrol oleh Heavenly Six, yang merupakan pihak paling kuat di seantero Benua Renke. Tujuan dari pendirian Heavenly Six adalah untuk menjaga stabilitas dan kedamaian sekaligus penyeimbang saat ada kerajaan yang tumbuh terlalu kuat.

"Apakah pertemuan kali ini juga mengundang semua negara?" Tanya Raja Farza.

"Benar, Yang Mulia. Memang sudah menjadi ketentuan bahwa setiap kali pertemuan lima tahunan diadakan, seluruh raja di Tanah Renke diundang untuk menghadirinya," jawab Lufia.

"Haizz, aku sebenarnya tak mau bertemu kakek tua dari Kerajaan Piramida itu. Dia selalu membanding-bandingkan diriku dengan anak kesayangannya. Tapi yasudahlah, karena kau sudah jauh-jauh kemari, kuterima undangan ini."

"Terima kasih Yang Mulia, saya juga akan berpura-pura tidak mendengar keluhan Anda tentang Raja Balsa," sahut Lufia.

"Hahaha, itu lebih baik. Pelayan, siapkan ruangan untuk Wizard Lufia," perintah Raja Farza.

"Baik, Yang Mulia."

"Yang Mulia, sudahkah Anda mendengar tentang kedatangan utusan dari Heavenly Six?" Tanya Fei.

Saat ini, Pangeran Ruu dan Fei sedang berjalan menuju sebuah restoran yang khusus menyajikan makanan asli Kerajaan Preita.

"Tentu saja, kudengar dia murid salah satu Archmage. Ini sudah jadwalnya pertemuan lima tahunan."

"Apakah Yang Mulia ingin mengunjungi Kota Hanadium?"

"Sebagai seorang penyihir Veteran, tentu aku ingin. Namun, tugasku di sini masih belum selesai."

"Sepertinya Anda harus menunggu lima tahun lagi," ujar Fei yang kemudian tertawa kecil.

"Haaaaah... Toh, aku tidak ada pilihan lain."

Keduanya terus berjalan hingga sampai ke sebuah bangunan berlantai dua. Di atas pintu bangunan tersebut terdapat papan bertuliskan nama restoran.

"Fei, pesankan sebuah meja di lantai atas."

"Saya mengerti."

Ketika Pangeran Ruu hendak masuk, matanya menangkap sesosok wanita yang menghampiri dirinya.

"Salam, Pangeran Ruu."

Wanita itu membungkuk hormat.

"Kau...."

"Nama saya Lufia. Apakah Anda keberatan jika kita berbincang sejenak?"

Beberapa jam sebelumnya....

Kamar tamu di Kastil Preita terlihat megah. Terdapat sebuah ranjang dan beberapa kursi yang berlapiskan emas. Belum lagi dekorasi dinding serta lampu di langit-langit yang bisa membuat rakyat jelata pingsan begitu mengetahui harganya. 

Lufia berbaring di atas kasur sambil membaca sebuah buku. Ini sudah menjadi hobinya sejak kecil sehingga setiap kali bepergian, dia membawa setidaknya lima buku tebal. Lufia sendiri tidak pilih-pilih, semua jenis buku dia baca mulai dari pengetahuan umum hingga novel fantasi. Berkat hobinya, Lufia menjadi sangat berpengetahuan. Bahkan di antara murid Great Sage dan Archmage yang lain, dia percaya bahwa dirinya yang paling pintar.

Tiba-tiba, sebuah suara mengganggu konsentrasi Lufia. Dia menutup bukunya dan beranjak ke meja di samping ranjang. Suara itu berasal dari tablet panggilan yang merupakan alat komunikasi khusus untuk para penyihir tingkat Sage / Wizard ke atas.

Lufia mengalirkan energi sihirnya ke dalam tablet panggilan. Huruf-huruf mulai bermunculan, kemudian membentuk susunan kalimat. 

"I-ini...."

"Suatu kehormatan untuk saya bisa bertemu dengan Wizard Lufia."

Pangeran Ruu dan Lufia duduk berhadapan. Di atas meja tersaji berbagai hidangan khas Kerajaan Preita yang aromanya sangat menggugah selera. Namun demikian, fokus Pangeran Ruu tidak teralihkan dari wanita di depannya. Sebagai seorang penyihir, dia tahu sekuat apa tingkat Wizard itu. Apalagi, Lufia adalah murid langsung dari seorang Archmage. Sudah pasti kekuatannya di atas Wizard kebanyakan.

"Tidak perlu terlalu kaku, Pangeran. Sebenarnya, saya ingin mengatakan sesuatu yang sangat penting."

Pangeran Ruu tertegun, "Hal apakah itu?"

Lufia menarik napas pelan, "Saya mendapat kabar bahwa.... Ibukota Kerajaan Roini telah hancur."

Brak!

Meja dipukul keras, menarik perhatian semua pengunjung restoran. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Pangeran Ruu.

"Te-tenanglah Yang Mulia..." ujar Fei.

"Tenang!? Fei, kau ingin aku tenang setelah wanita ini terang-terangan menghina Kerajaan Roini kita!?"

"Yang Mulia, tolong redakan amarah Anda! Saya yakin Nona Lufia tidak bermaksud buruk, mari kita lebih dulu mendengarkan penjelasan darinya," bujuk Fei.

Pangeran Ruu menghela napas, "Kau benar. Maaf telah menuduh Anda, Nona Lufia."

"Tidak masalah, saya bisa memahaminya," balas Lufia sambil tersenyum kecil.

"Tolong, ceritakan detailnya pada saya."

Lufia mengangguk, "Tiga jam yang lalu, saya mendapatkan kabar dari master saya, Archmage Luthinia. Beliau mendapat kabar ini dari utusan yang dikirimkan ke Kerajaan Roini. Mereka saat itu berada di Kota Hutan Utara yang jaraknya sekitar 20 kilometer dari ibukota. Utusan tersebut menuturkan bahwa terlihat ledakan dari arah ibukota diikuti gempa yang cukup dahsyat. Karena khawatir, mereka bergegas menuju ibukota. Setibanya di sana, pemandangan yang mereka dapatkan adalah Ibukota Kerajaan Roini yang telah hancur lebur tanpa satu pun bangunan yang masih berdiri. Yang terlihat hanyalah kawah berdiameter 10 kilometer. "

"Mungkinkah gempa yang dimaksud adalah getaran yang kami rasakan kemarin lusa?" Interupsi Fei.

"Bisa jadi, dalam perjalanan ke sini saya juga ikut merasakannya."

Pangeran Ruu menunduk sambil mengepalkan tangannya. Di dalam hati dia bertanya-tanya, siapa yang berani menyerang kerajaan yang dicintainya.

"Bagaimana dengan Raja Roini?"

Lufia menggeleng pelan, "Kami tidak menemukan jejak beliau. Ada kemungkinan Raja Roinatus berhasil selamat, tapi...."

Perasaan Pangeran Ruu semakin campur aduk. 

"Fei, kirimkan orang untuk memeriksa keadaan ibukota. Katakan kalau mereka tidak boleh kembali sebelum menemukan ayahku," Pangeran Ruu berujar pelan, tapi ia terlihat sedang mencoba untuk menahan emosinya.

"Siap, Yang Mulia."

Lufia berkata dengan lembut, "Pangeran Ruu, mungkin kata-kata saya agak tidak pantas pada saat seperti ini. Namun, saya harap Anda bisa hadir sebagai perwakilan Kerajaan Roini. Meski Raja Roinatus selamat, belum tentu beliau tidak terluka. Ini juga merupakan harapan dari master saya."

"Master, maksudmu Archmage Luthinia sendiri yang menginginkanku hadir?"

Lufia mengangguk.

Pangeran Ruu terdiam sejenak, sebelum akhirnya menjawab, "Baiklah, akan kulakukan. Sebagai Pangeran Pertama Kerajaan Roini, aku, Ruu Roini akan hadir dalam pertemuan lima tahunan."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!