Roini adalah sebuah kerajaan kecil yang terletak di Benua Renke. Kerajaan itu dipimpin oleh Roinatus Roini VII, seorang raja yang adil lagi bijaksana. Ia memerintah dengan memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Ini pulalah yang membuat rakyat menyukainya.
Roinatus memiliki dua anak, putra dan putri. Mereka memiliki sifat yang mirip dengan ayahnya. Yang paling menonjol dari dua bersaudara adalah si adik, Putri Aria Roini. Ia dikenal sebagai putri yang ramah, suka menolong, dan pemberani. Sudah banyak orang yang dibantu olehnya, bahkan, ia berkeliling ke seluruh negeri untuk meringankan beban rakyat jelata.
Pagi itu, sinar mentari melewati jendela dan jatuh di wajah Aria yang masih terlelap di kasur. Rambut merahnya terurai, kusut dan berantakan.
Tok! Tok! Tok!
"Nona Aria, sudah waktunya untuk berangkat."
Pemilik suara itu diam sejenak, menunggu jawaban dari balik kamar. Namun, setelah dua menit menunggu dan tidak ada balasan, dia mengetuk pintu sekali lagi.
Tok! Tok! Tok!
"Nona Aria, tolong bangun. Sudah waktunya kita berangkat."
Ia menunggu lagi selama dua menit. Karena tak mendapat respon, dia memutuskan untuk masuk ke kamar.
"Nona Aria, bangunlah!" Serunya sambil mengguncang-guncangkan tubuh Aria.
Usahanya tidak sia-sia, Aria membuka matanya perlahan. Dia segera mengenali wajah orang yang membangunkannya.
"Oh, Eria. Maaf, aku sepertinya tidur terlalu lelap," Aria berkata lalu tertawa kecil.
"Tidak masalah, Nona. Yang lebih penting, kita akan berangkat 1 jam dari sekarang."
Aria mengangguk. Ia beranjak dari kasur, membersihkan diri, lalu sarapan.
---
Dari balik kaca kereta kuda, Aria bisa melihat dinding setinggi 10 meter yang dibangun membentuk lingkaran.
"Sepertinya kita sudah sampai."
Kota Red Apple, seperti namanya, kota ini adalah penghasil apel terbesar di kerajaan. Kota Red Apple dikelilingi oleh ribuan kebun apel milik penduduk kota. Terlihat ratusan ribu pohon apel sudah berbuah dan siap dipanen.
Kereta kuda melewati gerbang masuk. Mereka terus bergerak hingga akhirnya sampai ke mansion walikota.
"Selamat datang di Kota Red Apple, Yang Mulia Aria. Anda pasti lelah dari perjalanan yang jauh. Mari masuk, kami sudah menyiapkan jamuan untuk Anda."
Walikota Red Apple membungkuk di hadapan Aria. Ia adalah pria paruh baya berambut merah dengan iris mata serupa. Penampilannya yang mirip Aria tidaklah aneh, karena ia masih keturunan dari keluarga kerajaan.
"Terima kasih, ayo Eria, kita masuk."
"Ya, Nona...."
---
Setiap tahun menjelang hari panen, Kota Red Apple selalu mengadakan festival sebagai bentuk rasa syukur mereka. Hari itu, penduduk kota menghias rumah-rumah mereka. Jalan-jalan diberi dekorasi berbentuk apel. Sebuah panggung juga dibangun di alun-alun kota.
Aria mengamati semua itu dari bangku yang ada di pinggir sungai. Terlihat Eria yang mengenakan seragam kesatria berdiri siaga di sampingnya.
"Sepertinya penghuni kota ini sangat bersemangat," komentar Eria.
"Tentu saja, festival menjelang panen adalah festival terbesar di kerajaan kita. Apalagi, menurut walikota pada tahun ini hasil panen diperkirakan naik dua kali lipat. Tentunya festival akan lebih meriah dari sebelumnya."
"Anda benar, Nona. Saya jadi tidak sabar,"
Aria dan Eria berbincang ria. Hingga tiba-tiba, seorang gadis kecil yang bermain kejar-kejaran di pinggir sungai dengan temannya, terpeleset dan kehilangan keseimbangannya.
"Ah, tidak!"
"Hup!"
Aria menangkap anak itu tepat waktu. Terlambat sedikit saja dia pasti sudah tercebur ke dalam sungai.
"Berhati-hatilah lain kali," kata Aria. Ia menampilkan senyum manisnya yang membuat gadis kecil itu terpesona.
"Te-terima kasih, Yang Mulia!" Ibu dari sang anak menghampiri Aria lalu membungkuk berkali-kali.
"Sudahlah, bukankah sudah menjadi kewajiban kita untuk saling menolong?"
Ucapan Aria membuat orang-orang terdiam. Tapi, sedetik kemudian senyum bangga tersemat di wajah mereka.
"Putri Aria benar-benar baik."
"Bisa memiliki putri dengan hati selembut ini, kita benar-benar beruntung."
"Uh, jika aku bukan rakyat biasa, aku pasti akan menikahi Putri Aria."
Pujian-pujian terlontar dari mulut penduduk kota. Menanggapinya, Aria hanya tersenyum lalu berjalan menghampiri Eria.
"Ayo, kita kembali ke mansion walikota."
"Ya, Nona."
---
Malam itu, di ruang makan, duduk Aria, walikota, beserta keluarganya. Mereka baru saja menyelesaikan makan malam.
"Yang Mulia, saya ada sebuah permintaan. Saya ingin tahu apakah Yang Mulia akan menyetujuinya," ujar walikota.
"Oh, dan itu adalah?"
"Saya ingin Anda untuk menjadi Gadis Apel dalam festival kali ini."
"Oh, kalau tidak salah, Gadis Apel itu representasi dari para petani apel kan?"
Walikota mengangguk, "Dalam festival, Gadis Apel akan menyanyikan lagu khas Kota Red Apple. Kemudian menjadi tokoh utama dalam pentas drama sejarah kota."
Aria berpikir sejenak, kemudian tersenyum sedikit.
"Baiklah, aku akan melakukannya."
Air muka walikota yang sebelumnya dipenuhi keraguan mendadak berubah cerah. Ia buru-buru membungkukkan badannya, berterimakasih, meski Aria sudah melarangnya karena itu sedikit berlebihan.
---
Hari festival akhirnya tiba. Malam itu, Kota Red Apple nampak meriah. Warga kota berlalu-lalang di jalanan yang diterangi oleh lampu-lampu kuning keemasan. Kios-kios yang menjual aneka makanan juga berderet di pinggir jalan. Harum masakan bisa tercium sampai ke luar kota.
Anak-anak memainkan kembang api. Sebagian ada yang bermain kejar-kejaran. Gelak tawa mengiringi setiap langkah mereka. Ada juga yang memainkan alat musik, menambah keceriaan festival menjelang panen.
Meski dilaksanakan pada malam hari, tidak ada satupun dari mereka yang mengantuk. Malah, semua orang semakin bersemangat seiring berlalunya waktu menuju tengah malam. Mereka berbondong-bondong menuju alun-alun kota untuk melihat puncak dari festival.
Terlihat walikota berdiri di panggung. Membelakangi tirai merah yang menutupi apa pun yang ada di balik nya. Setelah semua warga kota berkumpul, barulah ia berbicara.
"Warga Kota Red Apple yang saya banggakan. Terima kasih atas partisipasi dan antusiasme kalian. Festival tahun ini tidak seperti tahun sebelumnya, selain karena hasil panen yang meningkat, acara puncak festival kali ini juga tidak biasa."
Warga kota mengernyitkan dahi setelah mendengar kata-kata terakhir walikota. Walikota tersenyum kecil, memahami rasa penasaran di antara para penduduk.
"Nah, mari kita sambut dengan meriah.... Sang Gadis Apel!"
Walikota melangkah cepat ke pinggir panggung. Sedetik kemudian, tirai merah terbuka secara horizontal. Memperlihatkan seorang gadis dengan pakaian serba merah. Di tangan kirinya terdapat sebuah keranjang yang terisi penuh dengan apel.
Warga kota membelalakkan matanya. Biasanya, pemeran Gadis Apel dipilih dari salah satu gadis di kota. Namun, kali ini tidak demikian, sebab yang menjadi gadis apel adalah putri Kerajaan Roini, Aria Roini.
Meski terkejut, tidak ada suara yang keluar dari mulut mereka. Lebih tepatnya, mereka terpana dengan pemandangan di depan mereka, terpana akan kecantikan Aria.
Aria berjalan ke tengah panggung. Kemudian menyanyikan lagu khas Kota Red Apple. Suaranya merdu. Saking merdunya, banyak penduduk kota yang terharu dan menitikkan air mata. Setelah bait terakhir dinyanyikan, warga kota bertepuk tangan dengan meriah, bahkan ada sebagian yang bersiul kencang.
Aria tersenyum melihat kesenangan di wajah rakyatnya.
Pertunjukan berikutnya adalah drama. Lagi-lagi Aria memainkan perannya dengan sempurna. Para penduduk seakan terhanyut dalam pertunjukan tersebut. Mereka tertawa, menangis, marah, emosi mereka sukses dicampur adukkan oleh performa Aria.
"Dan begitulah, desa penghasil apel berhasil berkembang dan akhirnya menjadi Kota Red Apple yang kita cintai bersama...." Pungkas Aria.
Sorak-sorai dan tepuk tangan penonton kembali terdengar. Bahkan lebih meriah daripada sebelumnya. Bersamaan dengan itu, tirai merah menutup secara perlahan.
Sementara itu, di belakang panggung, Aria disambut oleh Eria dan walikota.
"Itu pertunjukan yang luar biasa, Yang Mulia," puji Eria. Ia menyodorkan segelas air.
"Terima kasih, Eria," balas Aria.
"Ah, Yang Mulia, apakah Anda ingin menyalakan kembang api?" Tanya walikota.
"Eh? Bukankah seharusnya Anda yang melakukan itu?"
"Benar, tapi karena Yang Mulia sudah bekerja keras memenuhi permintaan saya, saya ingin Anda yang melakukannya."
"Hehe, kalau begitu akan kuterima kehormatan itu."
Terlihat para warga berdiri mengelilingi kembang api besar yang bentuknya seperti apel bersayap. Sementara itu, Aria memegang obor di tangan kanannya.
"Kalian semua siap!?" Walikota berseru.
"Siap!!!" Balas warga kota dengan penuh semangat.
"Silahkan, Yang Mulia."
Aria mengangguk, lalu mendekatkan obor ke sumbu kembang api. Sumbu terbakar dengan cepat, hingga akhirnya kembang api terbang dengan suara memekik. 10 meter, 20 meter, 100 meter. Saat kembang api mencapai ketinggian 180 meter, ia meledak dengan dahsyat.
Ledakan terjadi tidak hanya sekali, melainkan berulang kali. Dan di ledakan terakhir, ledakan yang paling besar hingga menerangi langit kota, percikan-percikan api membentuk buah apel raksasa.
Semua orang memandang ke langit dengan terpana. Bukan, mereka bukan terpana karena apel raksasa. Saat ledakan terakhir, meski hanya sekilas, mereka melihatnya dengan jelas. Ribuan sosok humanoid melayang di langit malam. Dan sedetik setelah buah apel raksasa menghilang. Ribuan titik-titik hijau muncul di langit.
"Apa.... Itu....?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments