"Kenapa malah diam," ucap Arkan pada akhirnya, karena masih tidak melihat pergerakan dari Nayna.
"I-iya, Om. Makasih Om," sahut Nayna dengan canggung, dia kemudian mulai bergerak dan mengambil beberapa cemilan yang menjadi kesukaannya.
"Jangan terlalu banyak makan yang pedas, nanti malah berakibat buruk pada pencernaan," ucap Arkan meskipun tanpa melihat ke arah Nayna, tapi dia tahu jika Nayna lebih banyak mengambil cemilan yang pedas.
Tanpa membantah ataupun berkomentar, Nayna menuruti apa yang Arkan larang itu, dia kembali menyimpan beberapa cemilan dengan rasa pedas ke rak.
Setelah dirasa cukup, Arkan pun kembali melangkah, bukan langsung ke kasir untuk membayar belanjaan mereka. Namun, pria itu menghentikan kembali langkahnya dan melihat ponsel terlebih dahulu.
Nayna sedikit melirik ke arah punggungnya, terlihat jika pria itu mengetikkan sesuatu di ponselnya, tak lama kemudian kembali melangkah dengan langkah pelan.
Nayna pun kembali melangkah dengan perlahan juga, mengimbangi langkah pria di depannya itu, fokus Nayna hanya pada punggung Arkan, dia kemudian kembali terlihat celingukan ke kanan dan ke kiri, seolah tengah mencari sesuatu.
"Ini." Arkan mengulurkan tangan, mengambil barang yang dicarinya.
Nayna tertegun di tempatnya, menatap keranjang yang dibawanya dengan tatapan lurus, melihat apa yang baru saja Arkan simpan di keranjang itu.
Dua dus susu khusus untuk ibu hamil yang berukuran besar, telah mendarat dengan sempurna di keranjangnya, hingga membuat keranjang yang semula baru terisi setengah, kini telah menjadi penuh.
"Om, ini," ucap Nayna, menatap Arkan yang juga tengah menatapnya dengan kening mengerut.
"Kenapa? Bukankah tadi dokter menyarankan agar kamu mengonsumsi itu, untuk membantu tumbuh kembang janinnya," ucap Arkan dengan nada santai.
"Tap—"
"Kamu tenang saja, biar aku yang bayar, aku hanya tidak ingin terjadi sesuatu pada anak itu, nanti aku juga yang ikut disalahkan, jika sampai terjadi hal buruk padanya," terang Arkan panjang lebar, sambil menunjuk perut Nayna, dengan ekor matanya.
Dia kemudian melanjutkan kembali langkahnya, mulai menjauh dari Nayna yang masih termenung di tempatnya, dia menatap punggung lebar itu dengan nanar.
"Kenapa— kenapa orang yang memperhatikanmu malah orang lain, bukan orang yang seharusnya berkewajiban melakukan hal itu padamu!" lirih Nayna, mengusap perutnya dengan sebelah tangan.
Sederhana, tapi mampu membuat hatinya terkesan dan bergetar di saat bersamaan, kenapa ada pria sebaik itu, tetap diam saat dirinya menyeret dia ke dalam masalah.
Kenapa pria itu malah menunjukkan kepedulian padanya, padahal dia adalah wanita yang tidak tahu malu, bukankah seharusnya pria itu membenci dirinya.
Orang yang membawa kesialan untuk hidupnya, tapi kenapa perlakuan pria itu malah sebaik itu. Nayna terus sibuk dengan lamunannya, hingga tidak menyadari, jika Arkan sudah kembali.
"Cepatlah, ini sudah sore, apa kamu tidak lelah, melamun terus," ucap Arkan yang secara tiba-tiba menarik tangan kecil Nayna agar mengikutinya.
Nayna hanya mengikuti langkah Arkan tanpa perlawanan, dia pasrah saat Arkan mngambil alih keranjang dari tangannya dan menyerahkan ke kasir.
Setelah selesai membayar belanjaan mereka, mereka pun melanjutkan perjalanan pulang. Selama di perjalanan, tidak kata yang keluar lagi mulut kedua insan itu.
Mereka sama-sama bungkam, Arkan fokus pada kendaraan yang tengah dijalankannya, sedangkan Nayna sibuk dengan pikirannya.
Tak lama kemudian, motor Arkan pun telah sampai di depan rumahnya, Nayna turun dari motor itu, saat pria itu menghentikan motornya. Dia kemudian membuka pintu rumah dan membukanya dengan lebar agar bisa memasukkan motor itu ke dalam.
"Terima kasih sudah nganterin sama membelikan cemilan sama susu untukku, Om," ucap Nayna yang baru saja menutup kembali pintu rumah dan melepaskan helmnya.
"Hemmm, sama-sama, biar aku bawa ini ke dapur, kalau kamu mau mandi, segeralah mandi, karena ini sudah hampir malam," ucap Arkan sambil mengangkat satu kantong belanjaan yang berukuran besar.
"Iya Om," sahut Nayna dengan mengangguk.
Nayna kemudian pergi ke kamarnya terlebih dahulu, mengambil handuk juga baju gantinya, agar dia bisa memakai baju sekalian di kamar mandi, seperti biasa.
Sementara Arkan membereskan barang belanjaannya itu ke lemari penyimpanan khusus untuk cemilan, saat melihat Nayna, dia berbicara padanya, hingga Nayna yang akan memasuki kamar mandi menghentikan langkanya terlebih dahulu.
"Apa kamu mau pasta? Aku mau membuatnya," ucap Arkan menatapnya.
"Apa tidak merepotkan Om, biar aku saja yang membuatkannya setelah mandi," tawar Nayna.
"Tidak perlu biar aku saja," tolak Arkan yang sudah mulai mengambil bahan-bahan dari dalam kulkas.
"Baiklah kalau gitu," sahut Nayna mengangguk pasrah.
Arkan sudah mulai membuat pasta untuk mereka berdua, sedangkan Nayna masuk ke kamar mandi dan membersihkan dirinya setelah beberapa jam berada di luar.
Tidak membutuhkan waktu lama Nayna sudah keluar dari kamar mandi dengan wajah yang sudah terlihat lebih seger, tidak sekusut saat mereka dalam perjalanan pulang tadi.
"Ayo makanlah dulu, terus minum vitaminnya," ucap Arkan yang sudah selesai membuat pasta untuk mereka dan sudah mulai mendudukkan dirinya di meja makan.
"Iya, terima kasih Om," sahut Nayna, kemudian menyusul Arkan, duduk di meja makan dan mulai memakan pasta buatan Arkan itu.
"Om sering masak sebelumnya?" tanya Nayna yang melihat Arkan seperti sudah biasa mengolah bahan masakan.
"Apa kamu lupa aku kerja di mana? Meskipun aku bukan seorang koki, tapi aku cukup bisa masak karena sering lihat koki di tempat kerjaku saat masak," sahut Arkan tanpa menghentikan kegiatannya, menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
"Iya juga," sahut Nayna yang baru ingat, jika Arkan bekerja di restoran.
Setelah itu tidak ada lagi pembicaraan yang terjadi di antara mereka, sampai makanan mereka telah habis.
"Biar aku yang mencuci piringnya Om,"ucap Nayna yang mendahului Arkan yang akan membawa piringnya ke wastafel.
"Baiklah, kalau gitu aku mau mandi saja," sahut Arkan yang kemudian pergi dari dapur menuju ke kamarnya dan tak lama kemudian keluar lagi dan langsung ke kamar mandi.
Karena tidak banyak peralatan yang kotor, Nayna melakukan hal itu dengan waktu yang singkat, dia mengelap tangannya, kemudian memutuskan untuk ke kamar.
"Apa kamu sudah meminum susumu?" tanya Arkan yang baru saja keluar dari kamar mandi dan sudah berpakaian lengkap.
"Belum," sahut Nayna menggeleng dengan sedikit menggigit bibir bawahnya, dia memang melupakan hal itu.
"Minumlah terlebih dulu, setelah itu baru pergi tidur," ucap Arkan.
"Iya Om, makasih udah ingetin aku."
Arkan hanya mengangguk sebagai jawaban, dari ucapan Nayna itu, dia kemudian berjalan keluar dari dari dapur dan langsung menuju ke kamarnya.
"Kenapa kamu bersikap baik padaku, Om. Bukankah seharusnya kamu membenciku karena aku sudah membuatmu terikat denganku seperti ini," gumam Nayna pada bayangan Arkan yang semakin menghilang dari jangkauan matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Shakila
Karena Arkan adalah orang yang baik Nay, meskipun dia pada awalnya merasa kecewa karena kamu tiba-tiba hadir di hidupnya
2022-09-20
1
Ibu Wawa
baik nya arkan
2022-07-08
1
Rahmat
tambah asyik ceritanya nih.
2022-07-04
2