Terdengar suara deru mobil yang mendekati rumah itu, membuat Nayna yang tengah fokus pada tayangan di televisi, mulai mengalihkan perhatiannya pada suara itu, karena merasa penasaran, dia pun mendekati jendela dan sedikit mengintip dari jendela.
Dapat dilihatnya, Arkan yang turun dari mobil dan kembali menutup pintu mobil itu kemudian memutari mobil, sedangkan seorang wanita yang terlihat jelas tengah duduk di balik kemudi dengan kaca mobil yang terbuka, nampak tengah tersenyum pada Arkan.
"Mampir dulu Far."
"Tidak Mas, aku mau langsung pulang aja, makasih atas tawarannya."
"Baiklah, kalau gitu, kamu hati-hati ya, makasih udah nganterin."
"Iya sama-sama Mas, aku pergi duluan ya."
Nayna dapat melihat interaksi antara Arkan dengan wanita yang beberapa waktu lalu datang ke rumah, mengantarkan keperluan rumah itu.
Interaksi antara kedua orang itu terlihat sangat baik, Arkan bahkan nampak nyaman berhadapan dengan wanita itu, pria itu tersenyum ramah pada wanita itu, tidak terlihat kecanggungan sedikit pun di antara keduanya.
"Ternyata benar, wanita itu teman dekat Om Arkan, pantesan dia bersikap dengan lugas saat mengantarkan makanan ke sini, mereka kayaknya teman dekat," gumam Nayna yang sudah kembali duduk di sofa, saat mobil wanita itu mulai pergi dan Arkan mulai melangkah menuju ke rumah.
Nayna bersikap biasa saja dengan fokus pada televisi di depannya, dia juga tidak memusingkan tentang kedekatan antara Arkan dan wanita mana pun, menurutnya itu hal yang wajar jika pria itu memiliki wanita spesial dalam hidupnya.
Dia tidak akan mencampuri masalah pribadi pria itu, bahkan jika pria itu memang sudah memiliki kekasih dan berencan untuk menikah dengan kekasihnya itu. Dia akan segera mengurus perpisahan mereka, dia tidak punya hak untuk menahan pria itu, jika keadaannya memang seperti itu.
Sudah mendapatkan perlindungan seperti ini pun, dia sudah merasa senang, jadi dia tidak akan menjadi penghalang bagi kehidupan Arkan nantinya.
"Om sudah pulang." Nayna tersenyum ramah pada Arkan, bukan maksud menggoda ataupun apa.
Itu murni sebagai bentuk ramah-tamah sebagai sesama manusia, apalagi saat ini dia menumpang hidup di pria itu, jadi sebisa mungkin dia harus bersikap ramah, bersikap layaknya seorang tamu pada tuan rumah.
"Hemmm," sahut Arkan mengangguk.
Pria itu melangkah menuju ke kamarnya, tak lama kemudian dia keluar ladi dari kamar dengan hanya mengenakan kemeja dan celana yang sebelumnya masih melekat di tubuhnya, sedangkan jas sama dasinya sudah terlelpas.
"Om udah makan belum?" tanya Nayna pada Arkan yang baru saja keluar dari kamarnya.
Arkan menggelengkan kepala, dia memang belum sempat makan, tadi pagi dia hanya minum kopi saja, setelah itu menghadiri rapat penting bersama dengan Ivan.
"Tadi aku masak lumayan banyak, gimana kalau kita makan siang bersama," ajak Nayna dengan nada ceria.
Arkan tidak langsung menyahutinya, dia hanya mematung di tempatnya berdiri, menatap Nayna yang sudah mulai kembali ceria seperti pertama kali dia melihatnya.
"Ayo Om," ajak Nayna lagi karena tidak melihat pergerakan dari pria dewasa itu, akan ajakannya itu.
"Eh, iya ayo," sahut Arkan mengangguk dan akhirnya melangkah mengikuti Nayna.
Nayna menyiapkan peralatan makan untuk mereka terlebih dahulu, setelah itu mengambil nasi yang masih hangat dari dalam rice cooker.
"Kalau makanannya tidak sesuai sama lidah Om maaf ya, aku baru belajar, aku sebenarnya jarang masak, dulu aku cuma sering lihatin Mama aku saja, saat dia masak, jadi tidak mahir," cerita Nayna sambil mengmbil nasi dan lauk pauknya ke piring.
"Iya tidak apa-apa," sahut Arkan yang sudah mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
Nayna makan, sambil sesekali melirik ke arahnya, menantikan reaksi pria itu saat melihat makanan, pria itu tidak menunjukkan ekspresi apa pun, dia memakan makanannya dengan tenang.
Tiba-tiba saja Nayna ingin bertanya apa yang Arkan kerjakan barusan dan sedekat apa hubungan Arkan dengan wanita yang mengantarkan bahan-bahan ke rumah itu dan mengantarkannya tadi.
"Kenapa?" tanya Arkan menatap Nayna dengan kening mengerut, dia menyadari jika Nayna terus melihat ke arahnya.
"Tidak apa-apa Om." Nayna menggelengkan kepala dan melanjutkan makannya.
Itu urusannya Nay, jangan mencampuri kehidupan pribadinya. Batin Nayna.
Benar bukan? Tidak seharusnya dia mencampuri kehiupan pribadi Arkan, pria itu pun tidak mencampuri kehidupannya, jadi dia pun tidak perlu ingin tahu lebih jauh tentang kehidupan pria yang saat ini berstatus suaminya itu.
Akhirnya mereka pun selesai makan, Nayna bermaksud untuk membereskan meja makan dan mencuci perlatan makan mereka, tapi Arkan melarangnya.
"Biar aku saja, kamu dari tadi sudah melakukan pekerjaan rumah, sebaiknya sekarang kamu pergi istirahat," ucap Arkan yang sudah berdiri dan mengambil alih piring kotor yang berada di tangan Nayna.
"Tapi Om juga pasti capek—"
"Aku tidak capek sama sekali," potong Arkan sambil berjalan ke arah wastafel, membawa perlatan kotor.
Nayna akhirnya menurut, dia hanya duduk, memperhatikan Arkan yang tengah sibuk mencuci piring dan peralatan lainnya, Nayna merasa pria itu nyaris sempurna.
Baik, ramah, memliki rupa yang nyaris tanpa cela, bertanggung jawab, bisa mengerjakan apa pun, pasti akan sangat beruntung bagi wanita yang akan menjadi istri pria itu kelak.
Om Arkan pasti akan mendapatkan pendamping yang baik juga, karena dia juga adalah pria yang baik.
Nayna bermonolog, sambil menatap lurus punggung Arkan yang sudah selesai mencuci piringnya.
Arkan mengelap tangannya dengan lap tangan yang tergantung di samping rak tempat penyimpanan piring, dia berbalik dan mengerutkan keningnya heran karena melihat Nayna ternyata masih duduk di sana.
Dia mengira, jika Nayna sudah pergi ke kamar atau ke ruang tengah untuk menonton televisi lagi, tapi kenapa wanita muda masih melamun di meja makan.
Arkan berjalan ke arah meja makan yang hanya berjarak beberapa langkah dari wastafel, setelah sampai di depan meja makan, lebih tepatnya, di depan Nayna. Dia pun mulai bersuara, untuk menyandarkan bumil itu dari lamunannya.
"Kenapa kamu masih di sini?"
Nayna tersentak dari lamunannya, dia segera mengangkat wajahnya, menatap Arkan yang berdiri di depannya, karena tinggi badan pria itu jauh lebih tinggi darinya, hingga membuat dia mendongak untuk melihat wajah Arkan dengan posisi duduk seperti itu.
"Apa yang kamu tunggu?" tanya Arkan lagi masih menatapnya dengan heran.
"Ti–tidak ada, Om. Aku tidak sedang menunggu apa pun," sahut Nayna dengan sedikit tergagap.
"Terus kenapa kamu masih di sini? Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk istirahat," ucap Arkan, lalu berbalik dan melangkah pergi.
"Iya, Om. Aku baru akan kembali menonton," sahut Nayna membuat langkah Arkan yang sudah sampai di pintu dapur terhenti dan menengok ke arahnya yang sudah berdiri.
"Kenapa menonton, emangnya kamu gak ngantuk atau capek?" tanya Arkan.
"Tidak Om, aku tidak mengantuk, aku juga bosen kalau diam di kamar," sahut Nayna menggelengkan kepala.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Cicih Sophiana
makin suka ceritanya thor...
semangat ya thor 💪💪😘
2022-08-15
0
Rahmat
lanjut terus cerita nya
2022-07-01
1
Daryati Idar
lankut thor
2022-06-27
2