"Tumben kamu berkunjung ke sini, ada hal penting apa yang membawamu ke sini?" tanya seorang pria yang saat ini tengah duduk di kursi kerjanya, menatap pria yang baru saja mendudukkan dirinya di sofa dengan heran.
"Aku lagi mumet aja," sahut pria yang tidak lain adalah Arkan, menatap langit-langit ruangan itu dan menyisir rambutnya ke belakang menggunakan tangan.
"Mumet kenapa? Bukankah seharusnya pengantin baru harus happy-happy."
Arkan menatap sebal pada pria yang tengah duduk dengan santai, di meja kerjanya, pria yang tidak lain adalah temannya dari taman kanak-kanak, hingga kini mereka dewasa, dia tahu pria itu tengah menyindirnya.
Mereka berdua ibarat dua orang yang tidak bisa dipisahkan dari dulu, mereka selalu bersama, entah itu saat sekolah, hingga kuliah, benar-benar dua orang yang sulit untuk dipisahkan.
Meskipun tidak jarang mereka berdebat karena suatu hal yang tidak penting, tapi jika masalah kerja sama mereka benar-benar rekan yang bisa diandalkan.
"Bukankah kamu tau bagaimana semua itu terjadi," ucap Arkan dengan diiringi hembusan napas lelah.
Entah apa dosanya di masa lalu, hingga saat ini dia berada di situasi yang membuatnya, harus terikat dalam sebuah ikatan sakral tanpa rasa itu, dia rasanya ingin pergi sejauh mungkin, lari dari kehidupan yang membuatnya terikat seperti ini.
"Apa ada kemungkinan akan tumbuh benih-benih cinta di antara kalian?" tanya Ivan menatap sahabatnya itu dengan serius.
Saat ini dia sudah bergabung dengan Arkan, duduk di sofa, saling berhadapan dengan pria yang sudah menghabiskan banyak waktu dengannya itu.
"Aku yakin, tanpa aku jawab pun, kamu pasti sudah tau jawabannya," sahut Arkan yang juga menatap Ivan.
"Ya, aku sudah menebaknya, kamu masih belum bisa melepaskan dirimu dari bayang-bayang masa lalu. Dan itulah yang menjadi alasan sampai saat ini kamu tidak pernah mau membuka hati untuk mencoba melangkah ke masa depan," terang Ivan dengan nada yang sedikit tidak suka.
Dia memang tidak suka dengan sikap Arkan yang masih tidak mau melepaskan masa lalunya itu, pria itu dengan sengaja membiarkan dirinya selalu terjebak di masa lalu, mengharapkan hal yang jelas-jelas sudah menyakitinya.
"Sulit, meskipun aku sudah melepaskan dan mengikhlaskan dia, agar dia bahagia dengan pilihannya, tapi hati kecilku masih berharap kita bisa kembali seperti dulu." Arkan berbicara dengan tatapan menerawang jauh.
Lagi-lagi Ivan dibuat berdecak kesal dengan pria yang menurutnya bodoh itu, ingin rasanya dia memukul kepala sahabatnya itu dengan palu. Atau menjedotkan kepala keras itu ke dinding, agar sedikit encer dan mulai berpikir dengan jernih.
"Bukan sulit, tapi kamu tidak mau mencobanya," ucap Ivan memutar matanya malas.
Arkan tidak menimpali ucapan sahabatnya itu, dia kembali termenung mengenang masa lalu yang memberikan kebahagiaan juga memberikan luka untuk hatinya itu.
Namun, lagi dan lagi kebahagiaan dan luka yang hadir dalam hidupnya karena satu wanita itu, tidak membuat dia membenci wanita dari masa lalunya itu, wanita yang menjadi satu-satunya orang yang dia cintai.
Anggap saja dia bodoh, seperti yang sahabatnya itu katakan, dia masih tetap menyimpan dan membungkus rapi satu nama yang justru telah memporak-porandakan hidupnya dan menghancurkan hatinya berkali-kali dan masih memiliki keinginan agar wanita itu kembali padanya.
Namun, itulah cinta, separah apa pun luka yang telah dia berikan pada hatinya, itu tidak mampu menghilangkan rasa yang telah tertanam lama di hatinya, rasa itu seolah enggan untuk pergi dari tempatnya.
"Jadi apa rencanamu sekarang dengan pernikahanmu itu?" Ivan mengalihkan pembicaraan, ke pembahasan tentang rencana Arkan selanjutnya dengan pernikahan yang tidak dikehendakinya itu.
"Biarkan mengalir aja, dia mengatakan setelah kandungannya besar dan orang-tuanya tenang, dia akan menggugat cerai aku lagi," sahut Arkan dengan enteng, seolah tidak sedikit pun, ada keinginan untuk menjalani pernikahan itu dan menjadikannya nyata.
"Apa kamu benar-benar tidak memiliki keinginan untuk mencoba menerima pernikahan itu?" Ivan menatap Arkan dengan penasaran.
"Aku sudah menerima pernikahan ini, karena semuanya sudah terjadi, tapi untuk menerima orangnya. Aku rasa aku tidak akan bisa, saat ini aku hanya memiliki tanggung jawab untuk menjaganya, itu saja, tidak lebih," terang Arkan.
"Kenapa tidak kamu coba menerima orangnya juga sekalian?" Pancing Ivan.
Arkan tidak langsung menyahutinya, dia menyadarkan punggungnya di sandaran sofa dan memejamkan mata beberapa saat.
"Seperti yang selalu aku ucapkan sebelumnya, bagaimana bisa aku menerima orang baru, sementara orang dari masa lalu pun, masih enggan untuk aku lepaskan."
"Terus kalau seperti itu, kenapa kamu tidak coba bantuin wanita itu untuk mencari ayah dari anaknya saja, bukankah kamu juga akan lebih mudah untuk mengakhiri masalahmu itu."
"Aku juga ingin seperti itu, tapi jika pria itu pergi gitu aja, berarti dia memang tidak mau bertanggung jawab, percuma meskipun aku membatunya dan setelah menemukan pria itu, aku harus melakukan apa memintanya bertanggung jawab."
Ivan menganhguk dengan cepat, sebagai jawaban atas penyataan Arkan itu.
"Menurutmu apa yang akan terjadi, jika mereka benar-benar bersatu? Pria itu sudah jelas-jelas tidak ingin bertanggung jawab dengan pergi begitu saja, jadi meskipun dipaksa ujung-ujungnya juga, pasti hanya akan saling menyakiti," tutur Arkan yang kin sudah menegakkan tubuhnya.
"Kenapa kamu memikirkan hal itu, itu bukan urusanmu, mau seperti apa pun nantinya, ya terserah mereka," ucap Ivan.
"Melihat ketakutan dari mata wanita muda itu, aku yakin dia juga tidak mudah berada di posisinya saat ini, jadi aku hanya bisa membantunya untuk memberikan tempat berlindung, beberapa saat."
Ivan tidak bicara lagi, dia hanya diam menatap sahabatnya itu dengan dalam, dia memang tidak tahu bagaimana rasanya, jika dia di posisi pria itu, tapi dia yakin, itu tidaklah mudah.
Terjebak dalam sebuah ikatan yang tidak dia inginkan, tiba-tiba harus bertanggung jawab menjaga apa yang seharusnya bukan tugasnya.
Mungkin nasib sahabatnya itu, memang harus selalu menjadi penjaga, pertama dia usianya yang masih muda, dia harus dibebankan dengan menjaga keponakannya, saat kakak dan iparnya meninggal dunia.
Kedua dia harus menjaga wanita yang dia cintai dari jaman masih bau kencur, tapi giliran dewasa, wanita itu malah menjadi milik laki-laki lain, disangka menjaga jodoh, ternyata dia hanya menjaga jodoh orang.
Belum lagi, kini datang lagi makhluk yang entah datang dari belahan bumi mana, tiba-tiba datang dan secara tidak langsung menjadikan dia sebagai penjaga lagi, bahkan untuk dua nyawa sekaligus.
"Hidupmu itu benar-benar lucu," ucap Ivan setelah beberapa saat terdiam, memikirkan nasib sahabatnya itu.
"Kalau gitu, kamu tertawalah sepuasnya," sahut Arkan santai, dia kemudian mulai bangkit dari duduknya.
"Mau ke mana?" tanya Ivan, saat melihat Arkan sudah berdiri.
"Kamu tidak lihat, ini masih jam kerja, aku harus kembali ke restoran," sahut Arkan mulai berjalan akan keluar dari ruangan itu.
"Sampai kapan, sih kamu mau kerja di sana?" tanya Ivan yang terdengar seperti nada protes.
"Sampai aku merasa bosan, mungkin," sahut Arkan yang sudah mulai menghilang dari balik pintu.
"Dari dulu perasaan tidak bosan-bosan," gerutu Ivan berjalan ke meja kerjanya.
Sementara itu, Arkan yang tengah berjalan dengan santai di lorong, menuju ke lift, dia berpapasan dengan seorang wanita yang beberapa tahun lebih muda darinya, wanita itu memasang senyum ramah padanya seperti biasa.
"Far, kamu sudah melakukan apa yang aku minta?"
"Sudah Mas, tadi aku sudah membeli semua yang Mas Arkan minta," sahut wanita bernama Fara— Wanita yang mengantarkan bahan-bahan, ke rumah Arkan tadi.
"Oke terima kasih Far," sahut Arkan tersenyum dan mengangkat jempolnya pada Fara.
"Iya sama-sama Mas," sahut Fara yang juga ikut tersenyum.
...----------------...
Satu part dulu update ya, akunya sibuk di dunia nyata sama nulis di lapak lain juga, nanti kalau santai, otaknya juga lancar, pasti up-nya dobel🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Cicih Sophiana
siap sebenarnya Arkan
2022-08-15
0
Syule
Uupp
2022-08-01
1
Rahmat
ok
2022-07-01
1