BDPP. Part 8

Nayna termenung di kamarnya, dia dapat mendengar rintikan hujan yang berjatuhan membahasi bumi, rintikan yang meninggalkan kenangan yang tidak pernah bisa dilupakannya.

Langit telah berubah menjadi hitam pekat, tertutup oleh awan, malam pun kian larut. Namun, lagi dan lagi wanita muda itu masih enggan untuk memejamkan mata dan pergi berselancar ke alam mimpinya, dia hanya termenung memikirkan akan seperti apa hidupnya nanti.

Semakin larut dalam lamunan, air mata lagi dan lagi kembali luruh di pipinya, pipi yang dulu bulat kini menjadi sedikit tirus, wajah yang dulu selalu ceria belakangan ini menjadi sayu dan suram, dia tahu, dia tidak bisa membalikkan keadaan.

Seandainya bisa, mungkin dia tidak akan hanyut dalam indahnya kenikmatan sesaat itu. Namun, dia sadar itu adalah hal yang tidak mungkin, saat ini yang bisa dilakukannya hanya menerima akibat dari kesalahannya itu, memperbaiki diri untuk jadi lebih baik.

Kini dia sendiri. Tidak ada lagi teman yang dulu bermain dan tertawa bersama dengannya, tidak ada lagi usapan lembut dan hangatnya senyuman seorang ibu yang selalu menenangkan, tidak ada lagi dekapan hangat dari tubuh kekar papanya yang selalu memanjakannya.

"Aku kangen kalian," lirihnya dengan isakan yang keluar dari bibir mungilnya itu.

"Maafkan aku, aku udah sangat mengecewakan kalian."

Penyesalan terbesarnya adalah, telah mengecewakan orang-tuanya, penyesalan memang selalu datang di akhir, menjadi teror nyata bagi seseorang yang sadar akan kesalahan yang telah diperbuatnya.

Tatapan kecewa dari kedua orang-tuanya, masih tergambar jelas diingatannya. Jujur, saat ini dia ingin sekali menghubungi kedua orang-tuanya, tapi dia tidak memiliki keberanian untuk berbicara dengan orang terpenting dalam hidupnya itu.

Tak lama kemudian, lamunannya itu terganggu, dia mendengar suara motor yang mendekat disusul oleh suara pintu yang terbuka, dia yakin jika itu adalah Arkan yang baru pulang, dia melihat jam dari ponselnya, sudah jam sepuluh lebih.

Nayna pun segera turun dari ranjang, dia mengusap air mata yang masih tersisa di pipi dan matanya itu, kemudian keluar dari kamar, melihat Arkan yang tengah memasukan motornya ke dalam rumah seperti biasanya.

"Kamu belum tidur?" tanya Arkan melihat ke arah Nayna yang masih mematung di pintu kamarnya. Nayna hanya menggelengkan kepala, sebagai jawaban.

Arkan melepaskan helmnya dan menyimpan di meja, dia juga melepaskan jaketnya yang basah, kemudian melangkah menuju ke dapur, Nayna mengikuti langkah pria itu hingga ke dapur.

"Om mau mandi? Aku masakin air panas dulu ya."

Arkan yang baru saja menyimpan, jaketnya yang basah ke keranjang tempat pakaian kotor yang berada di samping pintu kamar mandi itu pun, menatap Nayna.

Dia menatap wajah Nayna yang terlihat sembab, dia yakin, jika wanita muda itu habis menangis, setelah beberapa saat terdiam dan menatap Nayna, dia pun mulai membuka suaranya.

"Kalau kamu tidak keberatan."

"Tidak Om, nanti Om bisa sakit kalau mandi pakai air dingin setelah kehujanan," sahut Nayna yang sudah mulai bergerak, mengambil panci yang berukuran cukup besar dan mengisinya dengan air dari keran di wastafel.

"Om mau kopi atau teh, sambil nunggu airnya panas?" tanya Nayna lagi pada Arkan yang kini sudah duduk di kursi, meja makan.

"Coklat panas," jawab Arkan yang tidak sesuai dengan apa yang Nayna tawarkan.

Nayna hanya mengangguk dan langsung menyeduh coklat dengan air dari termos, setelah mengaduk coklatnya itu, dia pun membawanya ke meja makan.

"Duduklah," perintah Arkan pada Nayna yang akan kembali pergi, setelah menyimpan coklat itu di depannya.

Meskipun dengan kecanggungan yang dirasa, Nayna pun menurutinya, dia duduk di depan Arkan, melihat ke arah lain, tidak berani menatap ke arah pria yang berstatus sebagai suami, menurut agama dan negara.

"Berapa bulan kandunganmu?" tanya Arkan menatap Nayna dengan intens.

"Saat di USG, udah tujuh minggu," sahut Nayna dengan jujur.

"Hemmm, baiklah … jadi, bagaimana rencanamu ke depannya?" tanya Arkan lagi.

Nayna yang semula menatap ke arah lain, mulai menatapnya dengan bingung, dia tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Arkan itu.

"Tentang anak itu dan tentang pernikahan ini," sambung Arkan, seolah tahu kebingungan yang dirasakan oleh Nayna itu.

"Aku ingin mempertahankannya. Dan untuk pernikahan, seperti yang aku katakan sebelumnya, aku akan pergi, setelah kandungannya sudah besar, minimal sampai berusia enam atau tujuh bulan," ucap Nayna tanpa ragu.

Arkan menatap dalam mata Nayna, kesedihan jelas tergambar di mata berwarna coklat gelap itu, wanita yang baru saja beranjak dewasa itu, jelas-jelas sangat rapuh, tapi dia berusaha terlihat kuat meskipun saat ini hidupnya tengah terombang-ambing.

Arkan menghela napas dalam, sebagai pria yang memiliki hati yang lembut, pria dewasa itu, jelas tidak tega melihat nasib wanita yang seharusnya sedang menikmati indahnya masa muda, harus terjebak dengan masalah yang diakibatkan oleh dirinya sendiri.

"Seandainya kamu mengikuti keinginan orang-tuamu untuk menggugurkannya, mungkin saat ini kamu masih bisa menikmati masa mudamu, berkumpul bersama dengan teman-temanmu, sekolah di sekolah impianmu," ucap Arkan dengan tenang.

Bukan maksud menjerumuskan ke hal yang negatif, dia hanya penasaran, alasan dari wanita muda itu mempertahankan kandungnya.

Bukankah banyak orang yang mengalami hal yang serupa, lebih memilih jalan pintas karena tidak ingin malu ataupun dicemooh orang-orang di sekitarnya, dengan cara melenyapkan hak makhluk yang tidak berdosa, merampas hak untuk hidup makhluk lain, hanya demi terhindar dari rasa malu.

"Dia tidak bersalah, kenapa hak-nya untuk hidup harus direnggut, hanya demi keegoisan semata, aku tau dosaku yang mengakibatkan kehadirannya sangat besar, bukankah dosaku akan bertambah, jika aku juga melenyapkan hak-nya untuk hidup."

"Aku juga tidak ingin orang-tuaku menyesal pada akhirnya, karena ketika mereka telah tenang, mereka pasti akan merasa bersalah juga, jika saat itu aku mengikuti keinginannya."

Nayna berbicara dengan tatapan menerawang jauh, matanya sudah mulai memanas kembali, bahkan penglihatannya sudah mulai buram, oleh air mata yang sudah berkumpul, siap untuk meluncur.

"Maaf karena aku membahas hal ini," ucap Arkan yang merasa terenyuh dengan ucapan Nayna itu.

Setidaknya wanita di depannya itu, masih bisa bersikap dewasa dan berpikir jernih, meskipun sedang dalam keadaan putus asa, tidak hanya memikirkan diri sendiri dan sadar sepenuhnya, atas kesalahan yang telah dilakukannya itu, lebih memilih menebus kesalahannya daripada menambah masalah yang hanya akan menjadi penyesalan seumur hidup.

Wanita itu sadar sepenuhnya dengan kesalahannya itu, dia memilih untuk mempertahankan kandungannya dengan mengambil resiko, dijauhi orang-orang disekitarnya termasuk orang-tuanya.

Dia tetap berjalan sendiri, meskipun laki-laki yang seharusnya, ikut bertanggung jawab atas apa yang menimpa dirinya, laki-laki yang seharusnya menemani dan menggenggam tangannya itu, kini entah di mana keberadaannya.

"Tidak apa-apa Om." Nayna menatap Arkan kembali, kemudian tersenyum.

"Oh iya, airnya sepertinya sudah panas, biar aku bawakan ke kamar mandi ya," sambungnya lagi, kemudian bangun dari kursi yang didudukinya.

Terpopuler

Comments

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

MAKANYA JGN PACARAN, PACARAN ITU DEKAT KE ZINAH, DN TRBUKTI LO BRZINAH DGN PACAR LO, UDH HAMIL DITINGGALIN, ISLAM SDH MLARANG PACARAN SBLM MNIKAH, YG INDAH ITU PACARAN STELAH MNIKAH, MAU NGAPA2IN SDH HALAL...

2023-04-01

0

Shakila

Shakila

Di sini cukup salut sama Nayna, dia mampu berpikir dewasa, tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, dan mau mempertanggungjawabkan apa yang telau terjadi, meskipun harus menyeret Arkan🤭

2022-09-19

3

Cicih Sophiana

Cicih Sophiana

wow pikiran Nayna luar biasa ga egois...

2022-08-15

1

lihat semua
Episodes
1 BDPP. Part 1
2 BDPP. Part 2
3 BDPP. Part 3
4 BDPP. Part 4
5 BDPP. Part 5
6 BDPP. Part 6
7 BDPP. Part 7
8 BDPP. Part 8
9 BDPP. Part 9
10 BDPP. Part 10
11 BDPP. Part 11
12 BDPP. Part 12
13 BDPP. Part 13
14 BDPP. Part 14
15 BDPP. Part 15
16 BDPP. Part 16
17 BDPP. Part 17
18 BDPP. Part 18
19 BDPP. Part 19
20 BDPP. Part 20
21 BDPP. Part 21
22 BDPP. Part 22
23 BDPP. Part 23.
24 BDPP. Part 24
25 BDPP. Part 25
26 BDPP. Part 26
27 BDPP. Part 27
28 BDPP. Part 28
29 BDPP. Part 29
30 BDPP. Part 30
31 BDPP. Part 31
32 BDPP. Part 32
33 BDPP. Part 33
34 BDPP. Part 34
35 BDPP. Part 35
36 BDPP. Part 36
37 BDPP. Part 37
38 BDPP. Part 38
39 BDPP. Part 39
40 BDPP. Part 40
41 BDPP. Part 41
42 BDPP. Part42
43 BDPP. Part 43
44 BDPP. Part 44
45 BDPP. Part 45
46 BDPP. Part 46
47 BDPP. Part 47
48 BDPP. Part 48
49 BDPP. Part 49
50 BDPP. Part 50
51 BDPP. Part 51
52 BDPP. Part 52
53 BDPP. Part 53
54 BDPP. Part 54
55 BDPP. Part 55
56 BDPP. Part 56
57 BDPP. Part 57
58 BDPP. Part 58
59 BDPP. Part 59
60 BDPP. Part 60
61 BDPP. Part 61
62 BDPP. Part 62
63 BDPP. Part 63
64 BDPP. Part 64
65 BDPP.Part 65
66 BDPP. Part 66
67 BDPP. Part 67
68 BDPP. Part 68
69 BDPP. Part 69
70 BDPP. Part 70
71 Promosi cerita Author @tiiam97
72 BDPP. Part 71
73 BDPP. Part 72
74 BDPP. Part 73
75 BDPP. Part 74
76 BDPP. Part 75
77 BDPP. Part 76
78 BDPP. Part 77
79 BDPP. Part 78
80 BDPP. Part 79
81 BDPP. Part 80
82 BDPP. part 81
83 BDPP. Part 82
84 BDDP. Part 83
85 BDPP. Part 84
86 BDPP. Part 85
87 BDPP. Part 86
88 BDPP. Part 87
89 BDPP. Part 88
90 BDPP. Part 89
91 BDPP. Part 90
92 BDPP. Part 91
93 BDPP. Part 92
94 BDPP. Part 93
95 BDPP. Part 94
96 BDPP. Part 95
97 BDPP. Part 96
98 BDPP. Part 97
99 BDPP. Part 98
100 BDPP. Part 99
101 BDPP. Part 100.
102 BDPP. Part 101
103 BDPP. Part 102
104 BDPP. Bonus Chapter
105 BDPP. Bonus Chapter
Episodes

Updated 105 Episodes

1
BDPP. Part 1
2
BDPP. Part 2
3
BDPP. Part 3
4
BDPP. Part 4
5
BDPP. Part 5
6
BDPP. Part 6
7
BDPP. Part 7
8
BDPP. Part 8
9
BDPP. Part 9
10
BDPP. Part 10
11
BDPP. Part 11
12
BDPP. Part 12
13
BDPP. Part 13
14
BDPP. Part 14
15
BDPP. Part 15
16
BDPP. Part 16
17
BDPP. Part 17
18
BDPP. Part 18
19
BDPP. Part 19
20
BDPP. Part 20
21
BDPP. Part 21
22
BDPP. Part 22
23
BDPP. Part 23.
24
BDPP. Part 24
25
BDPP. Part 25
26
BDPP. Part 26
27
BDPP. Part 27
28
BDPP. Part 28
29
BDPP. Part 29
30
BDPP. Part 30
31
BDPP. Part 31
32
BDPP. Part 32
33
BDPP. Part 33
34
BDPP. Part 34
35
BDPP. Part 35
36
BDPP. Part 36
37
BDPP. Part 37
38
BDPP. Part 38
39
BDPP. Part 39
40
BDPP. Part 40
41
BDPP. Part 41
42
BDPP. Part42
43
BDPP. Part 43
44
BDPP. Part 44
45
BDPP. Part 45
46
BDPP. Part 46
47
BDPP. Part 47
48
BDPP. Part 48
49
BDPP. Part 49
50
BDPP. Part 50
51
BDPP. Part 51
52
BDPP. Part 52
53
BDPP. Part 53
54
BDPP. Part 54
55
BDPP. Part 55
56
BDPP. Part 56
57
BDPP. Part 57
58
BDPP. Part 58
59
BDPP. Part 59
60
BDPP. Part 60
61
BDPP. Part 61
62
BDPP. Part 62
63
BDPP. Part 63
64
BDPP. Part 64
65
BDPP.Part 65
66
BDPP. Part 66
67
BDPP. Part 67
68
BDPP. Part 68
69
BDPP. Part 69
70
BDPP. Part 70
71
Promosi cerita Author @tiiam97
72
BDPP. Part 71
73
BDPP. Part 72
74
BDPP. Part 73
75
BDPP. Part 74
76
BDPP. Part 75
77
BDPP. Part 76
78
BDPP. Part 77
79
BDPP. Part 78
80
BDPP. Part 79
81
BDPP. Part 80
82
BDPP. part 81
83
BDPP. Part 82
84
BDDP. Part 83
85
BDPP. Part 84
86
BDPP. Part 85
87
BDPP. Part 86
88
BDPP. Part 87
89
BDPP. Part 88
90
BDPP. Part 89
91
BDPP. Part 90
92
BDPP. Part 91
93
BDPP. Part 92
94
BDPP. Part 93
95
BDPP. Part 94
96
BDPP. Part 95
97
BDPP. Part 96
98
BDPP. Part 97
99
BDPP. Part 98
100
BDPP. Part 99
101
BDPP. Part 100.
102
BDPP. Part 101
103
BDPP. Part 102
104
BDPP. Bonus Chapter
105
BDPP. Bonus Chapter

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!