Nayna saat ini tengah sibuk menyetrika baju miliknya dan Arkan, tapi dia menghentikan dulu kegiatannya karena mendengar ponselnya yang ada di nakas berbunyi, matanya menatap tak percaya saat melihat nama yang tertera di ponselnya itu.
Tanpa menunggu lagi, dia mengangkat teleponya itu dengan wajah berbinar, kerinduan jelas terlihat dari sorit matanya.
"Ha–halo," sapa Nayna, saking gugupnya dia sampai berbicara dengan gagap.
Hening, tidak ada suara yang terdengar di ponselnya, dia melihat layar ponselnya, masih tersambung, tapi kenapa tidakdak ada suaranya, apakah si penelepon tidak bermaksud meneleponnya, atau mungkin hanya sekedar kepencet.
'Halo, Nay. Bagaimana kabar kamu?'
Mendengar suara yang selama sebulan lebih itu tidak dia dengar, membuat air matanya meluncur bebas di pipinya, antara senang dan sedih bercampur jadi satu, menciptakan sebuah isakan yang pasti, dapat terdengar oleh orang di seberang telepon.
"Aku baik-baik saja Ma, Mama sama Papa gimana? Kalian baik-baik saja kan?"
'Kami juga baik,' sahutan dari balik teleponnya itu.
Setelah itu tidak terdengar lagi suara di antara dua orang yang saling merindukan itu, namun kecanggungan hadir di antara mereka. Nayna merasa senang karena mamanya menghubunginya terlebih dahulu, dia merasa lega karena kedua orang-tuanya baik-baik saja.
'Bagaimana kandunganmu dan suamimu?' tanya Winda setelah beberapa saat terdiam.
"Mereka juga baik, beberapa hari yang lalu aku juga baru cek kandungan dan semuanya baik-baik saja," sahut Nayna dengan sedikit antusias.
'Syukurlah kalau gitu, kamu harus jaga kesehatan.'
"Iya Ma, Mama lagi ngapain?" tanya Nayna.
'Mama lagi nonton, kamu sendiri lagi ngapain?'
"Aku lagi nyetrika baju," sahut Nayna.
'Oh ya udah kalau gitu, mama tutup dulu teleponnya, nanti kapan-kapan mama telepon lagi.'
"Iya, Ma, Maafkan Nayna karena sudah mengecewakan Mama sama Papa," sahut Nayna.
'Ya, semuanya sudah terjadi, kamu jadikan saja ini sebagai pembelajaran, agar ke depannya kamu memikirkan akibatnya sebelum melakukan sesuatu."
Mendengar ucapan dari mamanya itu, Nayna hanya mengangguk sambil menunduk, meskipun Winda tidak dapat melihat apa yang dilakukannya itu.
Setelah itu sambungan telepon pun terputus, Nayna kembali menyimpan kembali ponselnya ke tempat semula, meskipun belum terlalu puas berbicara dengan mamanya, tapi dia senang sudah bisa mendengar suara mamanya itu.
Baru saja dia hendak kembali melanjutkan menyetrika baju, terdengar suara motor yang berhenti di depan rumahnya, disusul oleh suara pintu yang terbuka.
Nayna berjalan keluar dari kamarnya itu. Dia memang menyetrika bajunya itu di kamar miliknya, karena tidak ada ruangan lain yang bisa digunakan untuk pekerjaan itu.
"Om sudah pulang?" tanya Nayna di depan pintunya, menatap Arkan dengan heran.
"Iya, aku ada urusan dan harus segera pergi," ucap Arkan dengan langkah terburu-buru memasuki kamarnya.
Nayna masih mematung di tempatnya, dia melihat pintu kamar Arkan yang sudah kembali tertutup, dalam hatinya timbul tanya, apa yang sebenarnya telah terjadi, hingga pria itu terlihat tergesa-gesa seperti itu.
Tak lama kemudian Arkan keluar lagi, dia terlihat sudah rapi, dia keluar dari kamarnya sambil menelepon seseorang yang Nayna tidak tahu siapa.
"Syukurlah kalau kamu sudah mempersiapkan semuanya, aku sudah selesai bersiap apa kamu sudah mulai jalan?"
"Baiklah, aku tunggu."
Arkan langsung mematikan telepon itu, setelah itu menatap Nayna yang masih menatapnya dengan heran, dia mengeluarkan dompetnya dan mengambil sesuatu dari dompetnya.
"Ini simpanlah," ucap Arkan menyerah sebuah kartu ATM pada Nayna.
Nayna tidak mengambilnya, dia hanya menatap kartu itu dan Arkan dengan bergantian, menampilkan wajah bingungnya pada Arkan.
"Aku harus pergi selama beberapa hari, ini kamu simpanlah, jika kamu membutuhkan sesuatu kamu bisa membelinya dengan uang yang ada di sini," terang Arkan yang tahu kebingungan Nayna.
"Om, mau pergi ke mana memangnya, apa Om akan pergi lama?" tanya Nayna masih belum mengambil apa yang Arkan sodorkan itu.
"Aku akan pergi menengok keponakanku, saat ini dia sedang di luar negeri, jadi aku belum tau kapan akan kembali," sahut Arkan.
Nayna pun mengangguk paham, perlahan tangannya mulai terulur, mengambil kartu yang Arkan sodorkan padanya itu.
"Aku juga minta nomor ponselmu," ucap Arkan.
"Iya Om 08…." Nayna mulai menyebutkan nomornya dan Arkan pun mencatatnya dengan ponselnya.
Sudah sebulan lebih mereka menikah, tapi mereka baru saling bertukar nomor ponsel sekarang, karena selama ini mereka jarang berkomunikasi, jadi sebelumnya mereka tidak saling menyimpan nomor ponsel.
"Itu nomorku, jika terjadi sesuatu selama aku tidak ada, kamu bisa segera hubungi aku," ucap Arkan yang sudah menghubungi nomor yang Nayna berikan.
"Iya Om," sahut Nayna.
Setelah itu tidak ada lagi percakapan yang terjadi di antara mereka, mereka sama-sama diam dengan saling menatap, hingga terdengar suara kelakson mobil dari luar, membuat Arkan dan Nayna saling mengalihkan tatapannya.
"Temanku sudah datang," ucapnya sambil mulai berjalan menuju ke pintu.
Nayna pun mengikuti langkahnya menuju ke pintu, dia dapat melihat pria yang kira-kira seumuran dengan Arkan tengah menunggunya di balik setir dengan kaca mobil yang dibiarkan terbuka.
"Aku pergi dulu," pamit Arkan sambil menatapnya lagi dengan intens.
"Iya Om, hati-hati," sahut Nayna yang juga menatap Arkan.
"Iya." Arkan mulai melangkah menuju ke mobil, di mana Ivan tengah menunggunya.
Nayna menatap Arkan dari teras rumah itu, sebelum memasuki mobil, Arkan menatapnya sebentar, setelah itu masuk ke dalam mobil, tidak lama kemudian mobil pun mulai berjalan.
"Om Arkan punya keponakan, apa dia hanya punya keponakan?"
Nayna memang tidak tahu tentang pria yang berstatus sebagai suaminya itu, dia bahkan tidak tahu di mana keluarga pria itu, di mana orang-tua Arkan dan berapa banyak saudara Arkan. Dia sama sekali tidak mengetahui hal itu.
"Kita benar-benar dua orang asing yang terpaksa untuk hidup satu atap dengan ikatan ini."
Nayna kembali masuk ke dalam rumah dan melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda, menyibukkan dirinya dengan pekerjaan rumah seperti hari-hari sebelumnya.
"Tunggu dulu, kenapa tadi Om Arkan tidak membawa apa pun? Dia pergi dengan tangan kosong, terus bagaimana pakaian dan keperluan lainnya," gumam Nayna di tengah-tengah kegiatannya.
Dia baru teringat, jika tadi Arkan tidak membawa apa pun, bahkan pakaian pun tidak. Sebenarnya keperluan Arkan sudah disiapkan oleh Ivan sebelumnya, hingga Arkan hanya membawa dirinya saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
CURIGA KEPONAKAN SI ARKAN PACARNYA NAYNA..
2023-04-01
0
Naimatul Jannati
ceritanya menarik👍
2022-11-05
1
Shakila
Arkan itu sebenarnya orang kaya bukan sih?
2022-09-20
0