Noah
Setelah aku menjemput Chloe dari sekolah dan mengantarnya pulang ke rumah Kak Isabelle, aku langsung segera kembali ke kantor untuk melanjutkan rutinitas sehari-hariku.
"Agenda kita hari ini kemana Bar? Kata Susi gue disuruh tanya sama lo" tanyaku pada Akbar, sahabat baikku sejak SMA sekaligus partner bisnisku di perusahaan.
Beberapa menit yang lalu, sektretaris ku Susi memberikan informasi jika nanti sore aku ada agenda untuk makan bersama di luar dengan Akbar. Tidak salah lagi, hal ini pastinya berkaitan dengan pekerjaanku.
"Kita akan pergi ke Cafe D'chillz untuk bertemu sekaligus meeting dengan client baru," Akbar menghentikan aktivitas menggambar design landscape architecture-nya dan menoleh kearah Noah, "Masih ingat sama kampus Mulia Sejahtera?"
"Iya masih, kenapa emangnya?" Aku mendudukkan diri di sofa yang terdapat di ruangan Akbar.
"Proyek selanjutnya yang kita tangani itu merenovasi bangunan kampus tersebut. Mereka punya perencanaan untuk membangun sports center dan gedung baru untuk wisuda para mahasiswa."
"Okay...sampai jam berapa nanti pertemuannya?"
"Gue enggak tahu pasti sih! Kurang lebih 3-4 jam-an lah kalau enggak ngaret, soalnya nanti ada evaluasi proposal pengajuan sekalian tanda tangan kontrak. Lo enggak ada acara kan?" jawab Akbar.
Semoga saja client baru itu datangnya on time agar aku bisa cepat-cepat ke rumah Luna. Aku paling tidak suka dengan orang yang tidak disiplin dan selalu menerapkan sistem jam karet. Hal itu bisa membuat mood ku anjlok seketika dan beralih marah-marah.
Akbar menepuk keras pundakku, "Oyy, jawab dong! Ada acara enggak elo-nya? Kalau iya, biar nanti gue sama Helen berdua juga enggak apa-apa!"
"Gue bisa ikut kok, cuman kalau udah lebih dari 3-4 jam gue mau cabut."
"Tumben lo tanya begitu? Biasanya mau berjam-jam juga enggak masalah! Lo kalau udah kerja biasa lupa waktu,"
Jelas saja tumben. Aku memang tidak pernah perduli waktu kalau urusan pekerjaan. Tapi karena aku harus ke rumah Luna malam nanti untuk mendapatkan maaf darinya, maka aku tidak bisa berlama-lama mengurusi proyek baru.
Menutupi sesuatu dari Akbar itu sangatlah sulit. Sahabatku yang satu ini memang selalu tahu kalau aku sedang berbohong padanya. Tapi aku tidak mau Akbar tahu kalau aku akan menemui Luna, bisa-bisa dia akan menggodaku 24/7.
"Udah ahhh..bawel lo! Sekarang gue minta berkas-berkas yang harus gue pelajari sebelum meeting deh!" pintaku pada Akbar.
Jujur aku belum begitu menguasai materi proyek terbaru ini karena pada saat negosiasi awal aku tidak ikut serta. Semua kuserahkan pada Akbar dan Helen, karena proyek ini berfokus pada mereka berdua.
"Nih berkasnya, sekalian lo review perhitungan matematika untuk ukuran bangunannya. Tapi kita sambil jalan ya, soalnya janjiannya sebentar lagi!" Akbar menyerahkan sebuah map tebal padaku.
Setelah aku mereview singkat dokumennya, aku dan Akbar langsung turun ke parkiran mobil dan segera bergegas menuju cafe.
***
Pertemuan dengan klien baru berjalan dengan lancar dan tidak membutuhkan waktu lama. Bahkan meeting selesai lebih cepat dari perkiraan awal, yang tadinya 3-4 jam menjadi 2 jam saja.
"Kalau begitu kami pamit dulu ya Pak Noah, Pak Akbar..kami juga sangat menunggu kehadiran anda di kampus kami untuk mengisi seminar sekaligus melakukan peninjauan lokasi."
"Siap Pak Rudy, saya akan datang ke kampus Mulia Sejahtera besok lusa bersama rekan saya Pak Akbar," ucapku seraya berjabat tangan.
Ketika klien sudah pergi, aku dan Akbar masih stay di tempat karena Akbar memaksaku untuk ngopi-ngopi sebentar.
Selesai memesan double espresso pada waitress, tak sengaja pandanganku beralih pada sosok Luna yang tengah duduk manis sendirian di tempat duduk paling ujung.
Suatu kebetulan yang sangat pas sekali! Tidak perlu repot-repot ke rumahnya, ternyata anaknya ada disini.
"Sedang apa ya dia disini sendirian?" gumamku dalam hati.
Lamunanku terbuyarkan karena tiba-tiba saja Akbar menggoyang-goyangkan tubuhku, "Noah..bro..lihat deh itu kayak Malena ya? Mantan istri lo!"
Aku pun menoleh pada Akbar, "Malena? Mana dia?"
"Itu lagi sama cowok dia! Andre bukan? Wajahnya mirip banget.." Akbar menunjuk ke meja mereka.
Saat kulirik, ternyata memang benar itu Malena dan Andre. Mereka sedang asyik bercengkrama layaknya pasangan baru yang sedang dimabuk asmara.
"Wah kebangetan banget emang mantan bini lo! Kemarin aja pas sidang cerai nangis-nangis dan maksain buat enggak cerai..eh sekarang happy-happy aja tuh! Untung udah lo tendang dari kehidupan tuh orang!" Akbar mengomporiku.
Aku memilih diam dan tak ingin menanggapi Akbar. Suka atau tidak suka, sahabatku itu memang berbicara fakta. Dari raut wajah Malena, dia memang terlihat bahagia saat mengobrol dengan Andre.
Bohong kalau aku tidak merasakan sesak di dada. Perceraianku dan Malena masih tergolong belum lama. Move on itu tidak gampang apalagi aku dan Malena sudah bertahun-tahun bersama. Tentu melihatnya dengan laki-laki lain membuat hatiku panas.
"Bro..bro..Malena sama Andre noleh tuh! Mereka tahu kita disini!" Akbar berbisik.
"Biarin aja, gue bodo amat!" ucapku cuek. Meski aku sakit hati, aku tidak boleh menunjukkan kelemahanku dihadapan mereka berdua.
Sebuah ide tiba-tiba tercetus dalam otakku. Apa aku menghampiri Luna saja ya? Mumpung dia ada di cafe ini, aku berniat minta maaf padanya.
Sekalian juga, aku mau mengetes Malena. Kira-kira dia cemburu atau tidak melihatku bersama Luna. Momen ini bisa kumanfaatkan sebagai ajang pembuktian kalau aku sudah move on dan tak mengharapkan Malena kembali padaku.
***
Mohon kesediaannya untuk teman-teman agar memberi like, vote dan hadiah ya teman-teman..agar author lebih semangat dalam berkarya 😊 Terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments