Sejak kejadian di pesta ulang tahun Friska. Banyak siswi di sekolah itu yang mencoba mencuri perhatian Axel. Namun sikap Axel tidak berubah sama sekali. Bukannya senang, ia menjadi anak terpopuler di sekolah milik papanya. Namun Axel, sikap dan tampilannya semakin menjadi sedikit gila.
Rambutnya di biarkan terurai panjang dan berantakan. Ia tidak perlu menyisir rambut tiap kali mau berangkat sekolah. Celana seragamnya di sobek sekitar lutut, tidak membawa tas ataupun peralatan tulis.
"Tuan..ini masih sangat pagi." Kata Pak Doni mengingatkan, tidak biasanya Axel berangkat lebih awal.
"Mau anterin gak, atau aku berangkat sendiri," sahut Axel dengan wajah cemberut.
"Oke, sarapan dulu." Kata pak Doni lalu meminta pelayan yang membawa nampan berisi sarapan ntuk lebih mendekat.
"Aku tidak mau!" Tolak Axel. "Bawakan aku bedak dalam kotak yang sudah aku siapkan semalam." Perintahnya.
Pelayan yang satunya lagi langsung bergegas menuju ruangan di mana Axel menyimpan bedak dalam kotak berukuran sedang. Bedak tersebut sudah di campuri tepung.
Axel tersenyum tipis saat pelayan membawakan bedak tersebut. Kemudian Axel memintanya untuk membawakan bedak itu ke dalam mobil.
Sepanjang perjalanan Axel sudah membayangkan bagaimana ia akan membuat kekacauan di kelasnya.
Sesampainya di depan pintu gerbang sekolah yang masih terkunci. Pak juki langsung membuka gerbang dan membiarkan mobil masuk ke dalam.
Axel keluar dari dalam mobil, sambil membawa kotak. Sementara pak Doni di perintahkan untuk kembali pulang sebelum yang lain datang ke sekolah.
Axel berjala santai menuju kelasnya sambil bersiul. Sesampainya di kelas, Axel memasang kotak itu diatas pintu lalu mengikatnya. Setelah selesai, ia mencoba menutup pintu kelas pelan pelan dan membukanya kembali. Di saat pintu kelas terbuka, maka bedak di dalam kotak akan bertaburan keluar dan jatuh ke lantai.
Axel tersenyum puas lalu menutup pintunya kembali. Ia memilih dua kursi di sejajarkan di depan kelas lalu ia berbaring sambil menunggu yang lain datang. Sesekali Axel menguap sambil melirik jam tangannya.
"Ah masih lama." Gumamnya.
Detik berganti menit, Axel tertidur di kursi dan dalam sekejap sudah tertidur pulas. Bahkan Axel tidak tahu kalau satu persatu temannya masuk dan berteriak histeris saat rambut dan pakaiannya terkena bedak yang sudah di campur tepung.
Bukan hanya tiga temannya, Bintang, Bryan, dan Celvin terkena imbas kejahilan Axel. Bryan dan Celvin yang mengetahui ulah siapa. Memaksa Bintang dan tiga temannya untuk tetap diam di kelas dan membiarkan yang lain terkena bedak dan tepung.
"Kalian memang jahil!" Sungut Bintang kesal sambil membersihkan bedak dan tepung di rambut dan wajahnya.
"Aaaaaahhhh!" Jerit Friska, Nala dan Melody.
"Apa apaan ini?!" Seru Friska menatap horor ke arah Bryan dan yang lain.
"Sukurin lo, hahahaha!" Bryan dan Celvin tertawa terbahak bahak.
Di susul Gema dan temannya yang lain terkena imbasnya juga. Mereka sibuk membersihkan bedak di rambut dan pakaian mereka. Satu sama lain saling menunjuk dan tertawa terbahak bahak karena melihat wajah masing masing putih.
"Diam!" Pekik Gema.
"Lo yang berisik!" Bentak Bryan.
"Kalian ga pernah berhenti membuat kekacauan!" Gema tidak terima, ia marah pada Bryan dan Celvin.
Pak Salim selaku wali murid, mendengar kegaduhan di dalam kelas. Membuka pintu kelas.
Pyurrr
Kotak terjatuh ke lantai bersamaan bedak campuran tepung yang terakhir mengenai pak Salim.
Seketika semua murid terdiam menatap ke arah Pak Salim.
"Siapa yang melakukan ini semua?!" Tanya pak Salim dengan nada marah.
Namun semua siswa menjawab, "tidak tahu pak!!"
Pak Salim tidak percaya, ia sudah hapal siapa yang selalu membuat kekacauan. Ia berjalan mendekati anak anak dan mencari keberadaan Axel, Bryan dan Celvin.
Pak Salim menatap horor ke arah Axel yang tertidur pulas di kursi, lalu mengalihkan pandangannya pada Bryan dan Celvin.
"Bapak tahu siapa pelakunya," ucap pak Salim. Hanya Axel satu satunya yang pakaian dan rambutnya bersih.
"Axel!" Panggil pak Salim.
Namun Axel tidak terganggu sama sekali. Akhirnya pak Salim membiarkan Axel tertidur di depan kelas sampai pelajaran usai.
"Duduk di kursi masing masing!" Perintahnya pada anak didiknya.
Friska dan yang lain terpaksa duduk di kursi dengan wajah dan rambut putih semua. Mereka tak berhenti menggerutu, tapi tidak ada yang berani marah marah pada Axel.
"Pak!" Gema mengangkat tangannya.
"Ada apa?" Tanya pak Salim.
"Axel sudah keterlaluan, tapi pihak sekolah tidak pernah berani menghukum apalagi memperingati Axel!" Gema mengungkapkan keberatannya.
Pak Salim terdiam mendengar pernyataan Gema. Ia akui, selama mengajar. Tidak ada satupun guru yang berani memarahi apalagi menghukum selain dirinya.
"Akan bapak bicarakan dengan kepala sekolah." Kata pak Salim.
"Axel contoh yang buruk, satu Axel semua guru kewalahan. Bagaimana kalau di sekolah ini tumbuh Axel, Axel yang baru?" Gema menjelaskan panjang lebar, di sambut tepuk tangan teman teman sekelasnya yang setuju dengan pendapat Gema. Karena selama ini mereka adalah korban kejahilan Axel.
"Sok baik lo!" Protes Bryan pada Gema.
"Bilang aja lo iri, kita bebas melakukan apa yang kita mau,' sela Celvin.
"Gila kali, gue iri sama kalian." Balas Gema sinis.
"Cukup!" Seru pak Salim.
Bryan dan yang lain kembali terdiam.
"Pelajaran kita mulai!"
****
Sebuah mobil mewah memasuki halaman sekolah nampak seorang pria dan wanita keluar dari dalam mobil. Pak Juki langsung memberi hormat dan menyapa mereka berdua.
"Pak Wisnu Pratama, selamat datang." Sapa pak Juki.
"Bu Starla, selamat datang." Sapanya lagi.
"Pak Juki, apa kabar." Balas Wisnu
"Baik pak." Jawab pak Juki, kemudian mempersilahkan mereka berdua untuk berjalan lebih dulu ke ruang kepala sekolah.
Sesampainya di depan pintu ruangan Kepala Sekolah. Pak Juki mengetuk pintu dan membukanya lebar.
Melihat kedatangan Wisnu dan Starla, Kepala sekolah dan para Guru menyambut mereka berdua.
"Ada apa ini?" Tanya Wisnu, memperhatikan satu persatu Guru dan Kepala sekolah yang menundukkan kepalanya.
"Kami minta maaf sebelumnya.." ucap Kepala Sekolah. Kemudian ia menjelaskan kepada kedua orang tua Axel, tentang kenakalan putranya selama di sekolah.
"Bukankah tugas guru untuk mendidik putraku?" Tanya Wisnu.
"Kami tahu, pak. Tapi kami butuh bantuan bapak dan ibu untuk mendidik Axel." Ujar Kepala Sekolah lalu menceritakan apa saja kenakalan Axel.
"Oh, terus kalau putraku nakal di rumah. Aku harus panggil kalian ke rumah untuk mendidiknya?" Jawab Wisnu.
"Bukan begitu pak.." pak Kepala Sekolah, menarik napas berat. Ia tidak tahu harus bagaimana menjelaskannya.
"Aku buat sekolah ini, dan menyekolahkan putraku di sini. Biar kalian bisa mendidiknya." Kata Wisnu lagi.
Pak Kepala Sekolah mengangguk-anggukkan kepala karena bingung. Sementara guru lainnya tidak ada yang berani angkat bicara.
Starla yang melihat kebingungan para Guru, menyikut tangan Wisnu.
"Kau salah bicara.." bisiknya.
Wisnu menoleh ke arah Starla.
"Ah biarkan saja, lagian aku hanya bercanda." Jawabnya pelan.
"Hem!" Wisnu berdehem.
"Aku datang ke sini, untuk-?" Ucapan Wisnu terputus karena mendengar keributan di luar ruangan.
"Ada apa di luar?" Tanya Starla melangkah keluar dari ruangan di ikuti suaminya dan Guru yang lain.
"Hahahahaha!" Wisnu tertawa terbahak bahak melihat pak Salim wajah dan rambutnya di penuhi bedak dan tepung. Wisnu semakin terpingkal pingkal melihat anak anak yang lain mengalami hal serupa dengan pak Salim. Mereka berdiri di depan ruangan kepala sekolah bermaksud untuk protes atas kejahilan Axel.
"Huss!" Starla menyikut lengan suaminya.
Wisnu menurunkan volume suaranya dan menoleh ke arah Guru yang ada di belakangnya.
"Terima kasih atas sambutan dari anak anak." Ucapnya, ia berpikir kalau pak Salim dan anak didiknya tengah menyambutnya kedatangan. "Tapi, kalian bisa tahu kedatangan kami, putra kami saja tidak tahum"
Kepala Sekolah menundukkan kepalanya sesaat.
"Maaf, ini bukan acara penyambutan bapak dan ibu." Ujar kepala sekolah.
"Lantas?"tanya Wisnu mengerutkan dahi.
"Bapak lihat sendiri.." pungkas pak Kepala Sekolah menunjuk ke arah Axel.
Wisnu dan Starla mengalihkan pandangannya pada Axel. Mata mereka melebar melihat tampilan putranya terlihat sangat berantakan.
"Ini semua ulah Axel." Pungkas pak Kepala Sekolah.
Raut wajah Wisnu berubah datar. Starla hanya melirik suaminya sambil mengulum senyumnya.
"Axel..." panggil Starla.
Axel berjalan mendekat, kepalanya tertunduk. Teman sekelasnya antara kesal dan heran melihat perubahan sikap Axel yang tadinya selalu berontak tiba tiba menjadi penurut.
"Mom..Dad.." sapa Axel tanpa mengangkat wajahnya.
"Ayo kita pulang.." bisik Wisnu di telingan Starla.
Starla mengangguk, menggenggam erat tangan putranya lalu berpamitan pada kepala sekolah.
"Kalian bubar!" Perintah kepala sekolah.
"Pak!" Gema mengangkat tangannya.
"Ada apa?" Tanya pak Kepala Sekolah.
"Harusnya Axel di hukum!" Protes Gema.
"Itu urusan kami, kalian bubar!" Tegas pak Kepala Sekolah.
"Huuuu!!" Ucap anak anak kecewa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Enci Mardiyuana
bukannya terkejut malah malu sendiri pak wisnu 🤣🤣🤣
2022-07-03
0
Maia Kurniawan
sama sama prik
2022-07-03
0
cynthia caroles
prik semuanya 😃😃
2022-06-28
0