Rindu kasih sayang

Hari minggu.

Tepat pukul 12:30.

Axel kabur lagi dari rumahnya di jemput Bryan, dan Celvin. Rencananya hari ini, mereka akan bermain bola di lapangan dekat kampung pulo bersama pemuda kampung tersebut.

Meski cuaca mendung, mereka nekat untuk tetap bermain bola. Sesampainya di lapangan, mereka di sambut oleh pemuda kampung tersebut.

"Sudah kumpul semua nih?" Tanya Tejo salah satu pemuda yang akan jadi lawan Axel dan tim nya.

"Ayo kita mulai!" Timpal Celvin.

"Tapi kayaknya mau hujan," Bryan tengadahkan wajahnya menatap langit.

"Bukankah itu lebih seru?" Tejo menyemangati timnya.

"Oke, kita mulai!" Seru Bryan.

Tejo dan yang lain setuju, kemudian mereka mulai menyiapkan tim nya masing masing. Axel menjadi kiper, begitu juga Tejo.

Saat pertandingan di mulai, gerimis mulai turun. Tak lama kemudian berhenti, pertandingan bola semakin seru di babak pertama. Namun, di saat babak kedua dimulai. Hujan turun dengan derasnya. Namun Axel dan yang lain terus melanjutkan permainan bola hingga mereka basah kuyup.

Bryan dan Axel tertawa lepas meski mereka kedinginan karena air hujan. Peluit berbunyi dan pertanda permainan bola telah selesai. Tidak ada yang menang, karena permainan bola mereka berakhir seri.

"Besok kita harus berlatih lebih giat lagi, supaya pertandingan bulan depan kita bisa menang!" Seru Tejo antusias pada Axel, Bryan dan Celvin.

"Tejo!"

Tejo dan yang lain menoleh ke arah sumber suara. Nampak seorang wanita paruh baya, menggunakan celana pendek dan kaos. Di tangannya menegang kayu panjang berukuran kecil, di acungkan pada Tejo.

"Pulang kagak lu!" Wanita itu yang tak lain adalah ibu Tejo, meminta anaknya untuk pulang.

Dengan malu malu di depan teman temannya, Tejo menolak untuk pulang.

"Nanti mak, masih mau main." Kata Tejo.

"Lu ya, du bilangin orang tua kagak mau nurut. Kalau sakit siapa yang repot!" Seru wanita itu.

"Mak, Tejo dah gede." Ucap Tejo tetap menolak.

"Pulang kagak lu!" Wanita itu memukulkan kayu ke bokong Tejo hingga berjengkit kaget dan berlari seraya memegang bokongnya.

"Ampun mak!"

"Dasar anak nakal!" Pekiknya seraya berjalan mengikuti Tejo yang sudah berlari lebih dulu.

Wanita tua itu menoleh ke arah Axel dan dua sahabatnya seraya mengacungkan kayu.

"Heh, kalian pulang. Nanti di marahin emakmu!"

Axel, Bryan dan Celvin hanya tersenyum lebar menanggapi pernyataan wanita tua itu. Sementara pemuda yang lainnya bubar dan kembali ke rumah masing masing.

Puk

Axel menepuk perut Bryan pelan.

"Mungkin, dimata ibu itu. Tejo tetaplah anaknya yang masih kecil."

Bryan mengangguk.

"Kapan ya, gue di gituin sama nyokap gue." Keluhnya. "Nyokap gue sibuk sama pekerjaan, uang dan uang yang ada di pikirannya."

Celvin pun menyela.

"Lu masih untung, nyokap gue sibuk sama bokap tiri gue. Sampai sampai gue dianggap anak tidak berguna, sampah keluarga."

Axel menundukkan kepalanya. Ia teringat dengan kedua orang tuanya yang berada jauh darinya.

Puk

Bryan menepuk bahu Axel.

"Lo sadar gak sih, hidup kita tuh absurd," ucap Bryan.

Axel menggeleng lemah.

"Entahlah, yang pasti gue kedinginan. Balik yuk?" Ajak Axel.

Bryan dan Celvin setuju, kemudian mereka berjalan bersama meninggalkan lapangan bola.

Sesampainya di depan gerbang rumahnya. Pak Udin membukakan pintu gerbang dan membawakan payung untuk Axel. Namun Axel menepisnya dan memilih berjalan santai sambil hujan hujanan.

Pak Udin berusaha untuk memayungi Axel lagi. Namun, lagi lagi Axel menepisnya hingga pak Udin menyerah.

Axel berdiri dengan kepala tertunduk di teras rumahnya. Bajunya yang basah kuyup membasahi lantai. Beberapa asisten rumah tangga sudah bersiap membawakan handuk dan air hangat. Namun Axel hanya diam mematung menghadap pak Doni.

"Tuan muda menangis?" Tanya pak Doni.

Axel menggeleng pelan.

"Iya, tuan muda menangis." Katanya lagi.

"Tidak!" Seru Axel menatap ke arah pak Doni.

Pak Doni tersenyum tipis dan menggoda Axel lagi.

"Haiya, tuan muda menangis." Katanya lagi sambil menunjuk wajah Axel.

"Huaaaaa!!'

"Pak Doni!" Axel menubruk tubuh pak Doni dan memeluknya erat.

"Benar kan, dugaan saya?' Ucapnya pelan dan membalas pelukan Axel.

"Kenapa menangis, siapa yang menyakitimu? Tuan muda berkelahi? Atau apa? Biar saya pukul orangnya."

"Aaaahhhhggg!" Axel berteriak di dalam pelukan pak Doni.

"Loh?" Pak Doni melepaskan pelukan Axel dan menatap wajahnya.

"Berhenti bertanya, aku kedinginan!" Serunya dengan raut wajah cemberut.

"Huachim!" Axel bersin bersin.

"Saya sudah bilang, jangan main hujan hujanan. Tuan muda ga mau denger." Kata pak Doni lalu mengambim handuk dan mengusap rambut Axel dengan lembut.

"Biarin." Jawab Axel singkat.

"Di bilang masih kecil ngga mau, udah gede tapi nangis." Goda Pak Doni.

"Aaagrrrhhhh!"

"Bodo amat!" Sahutnya lalu merebut handuk di tangan pak Doni sambil berlalu masuk ke dalam rumah.

"Coklat hangat siapkan, obat dan makan malam.' Perintah pak Doni pada asisten rumah tangga.

'Semua sudah siap pak!" Sahut mereka serempak.

Pak Doni mengangguk, lalu masuk ke dalam rumah menyusul Axel.

Terpopuler

Comments

Enci Mardiyuana

Enci Mardiyuana

lanjut

2022-07-03

0

Maia Kurniawan

Maia Kurniawan

🤗🤗🤗

2022-07-03

0

ayu wandira

ayu wandira

😲😲😲

2022-06-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!