Bagian 17

“Maksudmu? Cempaka ini memiliki hubungan dengan papa-mu?” tanya Ibra.

“Ya, sepertinya begitu,” kata Radit.

Swosss... Cempaka benar-benar pergi dari tempat itu. Meninggalkan Radit dan Ibra.

Ibra yang sedari awal menyadari bahwa Cempaka masih berada di sana menjadi tersenyum kecil setelah mengetahui, jika Cempaka sudah benar-benar pergi.

Ia menjadi lega, bahwa Cempaka tidak benar-benar menargetkan Radit.

“Sudah jam 5 lebih, sebaiknya kita cepat pulang. Aku takut, nenek ku menjadi cemas,” ucap Ibra.

“Ahh.. Iya, sudah lebih jam 5. Papa-ku pasti marah lagi.” Radit juga segera berjalan tergesa-gesa bersama Ibra. Kedua pemuda itu segera bergegas meninggalkan lorong utara yang gelap dan lengang itu.

.

.

.

“Kenapa kamu selalu pulang saat hari menjelang magrib?” tanya Papa Harun yang sudah menunggu kepulangan Radit di pintu rumah mereka.

“Maaf, pa. Ada sesuatu yang harus Radit kerjakan di kampus!” jelas Radit.

“Masuk, mandi. Sebentar lagi adzan!” Papa Harun menyuruh Radit masuk.

“Iya, pa.” Pemuda itu menundukkan kepalanya. Ia begitu takut jika melihat papanya itu marah-marah.

“Radit, kok baru pulang?” tanya Mama Retno yang sedang duduk di ruang tengah.

“Ada kerjaan tadi, ma,” jawab Radit sembari berajalan ke arah kamarnya.

Tak terasa, hari sudah malam. Kini Radit, Papa Harun dan Mama Retno sedang duduk di depan televisi.

“Pa, Radit mau nanya sesuatu. Boleh?” tanya Radit dengan sangat hati-hati.

“Nanya apa? Kenapa muka kamu kayak ketakutan begitu?” Papa Harun meletakan cangkir teh yang ia pegang ke atas meja.

“Papa kenal Cempaka?” tanya Radit, ia menatap wajah mama dan papanya dengan cara bergantian.

“Cempaka yang ada di foto semalam?” Radit mengangguk cepat setelah mendengar perkataan papanya.

“Kenal, papa juga dulu punya teman yang namanya Cempaka,” ucap Papa Harun sembari melirik istrinya. “Tapi, mungkin Cuma kebetulan mirip aja sama Cempaka yang kamu maksud.”

“Bukan teman, Dit. Tapi Cempaka itu, pacar nya papamu semasa kuliah dulu,” kata Mama Retno sembari tersenyum. Tidak ada sedikit pun rasa marah atau dongkol di hati wanita separuh baya yang mengenakan hijab berwarna abu-abu itu. Baginya, Papa Harun adalah jodohnya. Jadi, bagaimana pun kehidupan Papa Harun sebelum bersamanya, biarlah menjadi bagian dari masa lalu.

“Kalau Radit bilang, Cempaka teman Radit itu adalah pacar Papa yang hilang bagaimana?” Radit berbicara sembari memaksakan senyumannya. Ia takut, jika papanya itu menjadi marah.

“Ngawur kamu, mana mungkin! Cempaka itu lebih tua dari mama mu loh!” ujar Papa Harun. “Jadi, bagaimana mungkin dia masih muda dan seumuran kamu.”

“Kan kata Radit seandainya, Pa.” Radit memberikan biodata Cempaka kepada Papa Harun dan Mama Retno.

“Dari mana kamu dapat semua ini?” tanya Papa Harun.

“Dari kampus lah, Radit juga udah cari biodata Cempaka yang teman Radit. Tapi gak ketemu, kata pihak kampus, gak ada mahasiswa angkatan 2021 yang namanya Cempaka. Terus kata temen Radit yang indigo, Cempaka temen radit itu bukan manusia.”

“Radit Radit! Kalau Cempaka teman kamu itu bukan manusi, terus apa?” tanya Mama Retno sembari menggelengkan kepala.

“Arwah!” celetuk Radit dengan wajah serius. “Arwah Cempaka, pacarnya papa yang hilang.”

“Radit, kamu ngomongnya makin ngawur. Mana ada Arwah penasaran,” kata Papa Harun.

“Dih, si papa. Di bilangin gak percaya, Radit juga awalnya gak percaya tapi Radit udah liat sendiri tadi,” ucap Radit.

Perkataan Radit, membuat Mama Retno dan Papa Harun saling melempar pandang.

“Kalau dugaan Ibra, temen Radit yang indigo itu. Kayaknya Cempaka meninggal karena di bunuh deh, Pa, Ma.” Radit berbicara dengan serius, kini pemuda itu berpindah duduk. Yang semula duduk di karpet yang ada di lantai, kini berpindah duduk di tengah-tengah Papa dan Mamanya yang duduk di atas sofa panjang.

“Ini anak, kebiasaan. Suka nyumpel-nyumpel deh!” Mama Retno memukul pundak Radit dan bergeser dikit dari duduknya.

“Hehehee.. Radit juga kan takut, ma. Kalau tiba-tiba Radit hilang di bawa ghost, gimana?” celetuk Radit.

“Udah, lanjutin lagi ceritanya,” kata Mama Retno.

“Cempaka di bunuh dan di kubur di sekitar kampus deh kayaknya, tapi Radit gak tau dimana? Ini Radit dan Ibra lagi selidikin kasus itu,” kata Radit.

Papa Harun termagu mendengar semua cerita Radit. Ia jadi teringat mimpi-mimpinya, di mana Cempaka datang dan selalu menangis serta meminta tolong.

“Mas Harun, tolong aku.. Aku sakit, aku menderita disini. Aku ingin pulang.” Itulah kata yang selalu di ucapkan Cempaka jika hadir di dalam mimpinya.

.

.

.

BERSAMBUNG!

Terpopuler

Comments

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝓪𝔂𝓸 𝓽𝓸𝓵𝓸𝓷𝓰 𝓗𝓪𝓻𝓾𝓷, 𝓡𝓪𝓭𝓲𝓽, 𝓭𝓪𝓷 𝓘𝓫𝓻𝓪 𝓒𝓮𝓶𝓹𝓪𝓴𝓪 𝓷𝔂𝓪💪💪💪💪💪💪💪💪

2022-10-14

0

𝗝⍣⃝Ⓜ️oonalisa✰😘💕

𝗝⍣⃝Ⓜ️oonalisa✰😘💕

naaaah dikit" misteri Cempaka terungkap

2022-07-18

1

𝐀𝐧𝐧𝐚.R⃟ᵇᵃˢᵉ

𝐀𝐧𝐧𝐚.R⃟ᵇᵃˢᵉ

ayo papa Harun bantu Radit dan Ibra biar cepat kelar

2022-07-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!