Bagian 9

Malam hari itu, Lidia yang berada di rumah Sarah. Pamit pulang, karena jam sudah menujukan pukul 20:25 malam. Jarak rumah Sarah dan kostan Lidia memang tidak jauh, hanya memakan waktu 15 menit dengan tempuh berjalan kaki.

“Sar, aku pulang dulu, ya. Udah malam,” pamit Lidia pada Sarah.

“Gak minep aja?” tawar Sarah.

“Gak usah, aku mau balik aja.” Tolak Lidia. Ia pun segera pergi meninggalkan rumah Sarah.

Lidia sudah terbiasa berjalan malam-malam sendirian, tapi malam itu ia merasakan ada yang aneh.

Swosss.. Angin bertiup, membuat bulu-bulu yang ada ditubuhnya meremang. Tampak, gadis tomboy itu mengusap tengkuk lehernya.

“Kok dingin banget, ya!” batinnya. Ia menoleh ke belakang. Tapi, tidak melihat apapun. Ia kembali melanjutkan langkahnya.

Swosss.. Kembali, angin bertiup. “Kok kayak ada yang ngikutin sih?” lagi, batin Lidia menjerit takut.

“Lidia...!” Lidia segera menoleh ke arah sumber suara yang menyebut namanya itu.

“Cempaka! Ngapain kamu ngikutin aku?” Lidia menatap tidak suka dan berbicara ketus pada sosok Cempaka yang ada dihadapannya.

“Aku ingin nyawamu..” Cempaka berjalan mengapung ke arah Lidia.

Melihat hal itu, Lidia menjadi syok dan ketakutan.

“Dasar jal*ng! Ternyata kamu iblis!” teriak Lidia.

“Ihihihihihikk...” Cempaka terkikik. Wajahnya berubah menjadi hitam dan penuh korengan yang belatungan. Ia sudah semakin dekat dengan Lidia.

Lidia yang ketakutan, segera berbalik arah ke arah rumah Sarah. Karena, memang jarak rumah Sarah dengan kostan nya tidak jauh. Hanya beberapa puluh meter saja.

“Mau kemana? Katanya mau nyingkirin aku?” Cempaka mengapung dan maju perlahan untuk mengejar Lidia yang berlari terbirit-birit.

“Hihihihihihik.. Ayo Lidia, kita bermain-main. Kalau aku kalah, maka aku akan menjauhi Radit,” kata Cempaka dengan wujud aslinya itu.

“Pergi, pergi kamu setan. Kamu bukan manusia!” teriak Lidia ketakutan.

Tubuh gadis tomboy itu sudah di basahi oleh keringat. Ia terus berlari, bahkan sudah berapa kali jatuh bangun di jalanan yang ia lalui.

“Aku memang bukan manusia, tapi kalian yang manusia. Jauh lebih buruk dariku yang berstatus setan ini. Hihihihihik!” Cempaka kembali tertawa nyaring. Sosok berbaju putih itu terus mengejar Lidia. Ia sengaja tidak langsung menghabisi Lidia, karena ia ingin membuat Lidia mati kelelahan.

“Aku akan menghabisi keturunan orang-orang yang telah membuatku menderita dan tidak memiliki tempat tinggal yang layak seperti ini!” Mata Cempaka yang bersinar merah, menatap ke arah Lidia yang berlari menuju arah jalan raya.

Lidia terus berlari tunggang langgang, tanpa menghiraukan sekitarnya. Di saat ia sedang sibuk berlari menjauh dari Cempaka yang terus mengejarnya. Tiba-tiba sebuah mini bus melaju dengan kencang di jalanan itu.

Brak..! Mini bus itu menabrak tubuh Lidia. Seketika tubuh itu terpental ke pinggiran jalan.

Lidia tergeletak dengan tubuh bersimbah darah. Sebelum ia benar-benar hilang kesadaran, tubuh itu mengejang. Darah segar terus keluar dadi telinga, hidung dan mulutnya. Sudah dipastikan, dia mati di tempat.

“Ihihihihihihikk..” Cempaka tertawa nyaring sebelum ia menghilang dari tempat kejadian itu.

.

.

.

Keesokan paginya, Sarah yang mendapat kabar bahwa sahabatnya di temukan dalam keadaan tidak bernyawa menjadi syok. Pasalnya, semalam Lidia kembali dari rumahnya dalam keadaan baik-baik saja. Kenapa pagi itu ia malah mendapati kabar bahwa sahabatnya itu telah tewas.

“Gak mungkin, Lidia gak mungkin meninggal. Semua ini pasti salah!” teriak histeris Sarah.

“Bener, Sar. Kami bertiga udah liat sendiri, kalau mayat yang ditemuin warga di pinggir jalan itu adalah mayat Lidia!” jelas Toni.

“Kita gak tau kapan ajal kita sampai, sekarang Lidia. Mungkin besok salah satu lagi di antara kita berempat,” kata Radit yang juga sudah berada di rumah Sarah. “Mending sekarang, kita siap-siap ke rumah sakit. Sebelum Jenazah Lidia di bawa orangtuanya ke Kota C.” Sambung Radit.

“U-u-udah, ja-ja-jangan nangis terus. Me-me-mending ki-ki-kirim doa ya-ya-yang ba-ba-banyak buat Lidia, bi-bi-biar dia tenang disana!” ujar Farhan sembari menujuk ke arah langit. Yang ia maksud tentu bukan langit, melainkan tempat TUHAN.

Sarah mengangguk, ia pun segera masuk kedalam rumah untuk berganti pakaian. Ia akan ikut Radit, Toni dan Farhan ke rumah sakit. Ia ingin melihat jenazah sahabatnya itu untuk yang terakhir kalinya.

Setelah sampai di rumah sakit, ternyata ibu dan ayah Lidia sedang bertengkar hebat. Mereka meributkan perihal meninggalnya Lidia.

“Sudah aku bilang! Lidia biar kuliah aja di Kota C. Tapi ibu tetap ngeyel! Beginikan jadinya?” bentak ayah Lidia pada istrinya.

“Kenapa semuanya jadi salah ibu? Semua itu keinginan Lidia sendiri, ibu hanya berusaha untuk memenuhi keinginannya,” kata ibu Lidia.

“Semuanya sudah terjadi. Anak kita sudah meninggal, semua ini karena kamu!” ayah Lidia menunjuk muka istrinya. Tampak, wajah ibu Lidia di banjiri oleh air mata. Matanya membengkak, kematian anaknya yang tragis begitu membuat hati nya terpukul.

Swosss.. Bayangan Cempaka lewat di hadapan ayah dan ibu Lidia. “Apa itu tadi?” guman ayah Lidia. “Gak mungkin, dia sudah lama mati. Belulangnya saja pasti sudah menyatu dengan tanah.” Batin ayah Lidia.

BERSAMBUNG!

.

.

.

Terpopuler

Comments

ega cempluk

ega cempluk

apa mungkin Ayah Lidia yg membunuh Cempaka? berarti Cempaka ini pacarnya ayah Radit dulu yg menghilang tanpa kabar...

2023-01-25

0

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝓪𝓹𝓪 𝓪𝓭𝓪 𝓱𝓾𝓫𝓾𝓷𝓰𝓪𝓷𝓷𝔂𝓪 𝓪𝔂𝓪𝓱 𝓛𝓲𝓭𝔂𝓪 𝓭𝓷𝓰𝓷 𝓒𝓮𝓶𝓹𝓪𝓴𝓪🤔🤔🤔🤔🤔

2022-10-14

0

𝗝⍣⃝Ⓜ️oonalisa✰😘💕

𝗝⍣⃝Ⓜ️oonalisa✰😘💕

Asa apa sebenarnya dengan Cempaka y

2022-07-16

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!