Bagian 10

Tanpa menghiraukan perdebatan Ayah dan Ibu Lidia. Sarah segera berlari kearah mayat sahabatnya yang ada di atas brankar rumah sakit. Di peluknya mayat itu dengan erat oleh Sarah.

“Lidia.. Kenapa kamu pergi secepat ini?” Teriak histeris Sarah. Ia memeluk tubuh yang sudah terbujur kaku itu dengan sangat erat. “Semalam kamu masih baik-baik aja, kenapa bisa begini?” Sarah semakin histeris.

Radit, Toni dan Farhan mendekati Sarah yang sedang memeluk Jenazah Lidia itu. Mereka mencoba menenangkan Sarah.

“Sar, udah. Ikhlasin,” kata Toni sembari merengkuh tubuh Sarah kedalam pelukannya.

“Jangan di tangisi terus, air mata kamu bisa menghambat perjalanannya.” Radit ikut mengusap punggung Sarah yang terus bergetar. Ia berkata begitu, bukan karena ia tidak sedih dan tidak perduli dengan meninggalnya Lidia. Tapi ia tahu, bahwa air mata yang di keluarkan tidak akan membuat Lidia kembali hidup.

“Do-do-do'ain.. Bi-bi-biar arwahnya tenang!” ujar Farhan dengan kegagapannya itu.

Kini tiba saatnya, Jenazah Lidia di masukan kedalam Ambulance dan hendak dibawa ke Kota C.

“Tante..” Sarah menggambur ke pelukan ibu Lidia. Ia memeluk ibu Lidia dengan erat.

“Tante, maafin Sarah yang gak bisa jagain Lidia,” kata Lidia yang menangis didalam pelukan ibu Lidia itu.

“Bukan salah kamu, Sayang. Ini semua sudah takdir, terimakasih sudah menemani Lidia dan mau berteman sama dia yang keras kepala,” balas ibu Lidia. Ibu Lidia juga tidak henti-hentinya menangis. Kepergiaan putri semata wayangnya itu menjadi hantaman keras pada hatinya.

“Tante pamit, ya!” Ibu Lidia melepaskan pelukannya. Wanita separuh baya itu memasuki Ambulance untuk menemani mendiang putrinya.

Belum lagi ambulance itu melaju. Seseorang memanggil nama Lidia. “Lidia!” sosok Cempaka yang mengenakan dress putih selutut itu datang untuk menemui keluarga Lidia. Dan melihat mayat Lidia.

“Cempaka, kok kamu bisa sampai di sini?” tanya Radit. Sedangkan Toni, Farhan dan Sarah, hanya memandang Cempaka yang baru saja tiba.

“Tadi aku ke kampus, tapi disana sepi. Kata anak-anak, Lidia meninggal dan berada dirumah sakit.” Cempaka menatap dingin pada mobil Ambulance yang didalamnya ada jenazah Lidia yang di tunggui oleh ayah dan ibu Lidia sendiri.

“Jadi gitu?” Radit mendekati Cempaka.

Ayah Lidia melihat kearah Radit dan teman-teman nya berada. Ia tampak terkejut saat melihat sosok Cempaka yang berdiri di antara keempat orang itu. Saat ia melihat Cempaka dengan serius dari dalam mobil ambulance, tiba-tiba Cempaka melihatnya balik dan tersenyum kearahnya.

Ayah Lidia yang terpergok oleh Cempaka, segera mengalihkan pandangannya ke sembarang arah.

“Tidak mungkin, tidak mungkin dia. Mungkin hanya kebetulan mirip!” batin Ayah Lidia. Wajah ayah Lidia berubah pucat.

Ambulance itupun segera melaju meninggalkan area rumah sakit. Setelah ambulance yang membawa jenazah Lidia sudah tidak terlihat. Radit, Cempaka, Toni, Sarah dan Farhan segera meninggalkan rumah sakit itu.

“Cempaka, kamu balik ke kampus bareng aku aja, ya.” Ajak Radit.

“Gak usah! Aku balik sendiri aja.” Tolak Cempaka.

“Kenapa? Dari pada kamu naik angkot, mending naik motor sama aku. Gak bayar kok, lagian aku gak akan berbuat macam-macam. Kamu percaya deh, sama aku,” kata Radit. Ia pikir, Cempaka tidak mau menaiki motornya karena takut dirinya akan berbuat hal jahat pada Cempaka.

Cempaka menatap wajah Radit dengan tatapan dingin seperti biasa. Setelah itu, ia pun naik ke atas motor Radit.

Setelah Cempaka menaiki motornya, Radit segera melajukan motornya dan mengejar motor Toni yang membonceng Sarah dan juga Farhan yang membonceng angin.

“Kenapa seperti tidak ada beban?” batin Radit. Ia meyentuh telapak tangan Cempaka yang ada di pinggangnya.

“Kenapa?” tanya Cempaka.

“Gak papa, ku kira kamu ketinggalan. Abisnya ini motor kayak gak ada beban,” kata Radit. Radit pun melepaskan tangannya dari tangan Cempaka yang ia sentuh.

Cempaka diam saja setelah mendengar jawaban Radit. Bagaimana mau ada beban? Jika sosok yang menaiki motornya bukanlah manusia.

“Sikapnya sama persis seperti Harun!”

“Tunggu aku, Harun. Aku akan segera menemui dan memberitahu dirimu, dimana tempatku tinggal selama ini!”

Beberapa saat kemudian, motor Toni, Farhan dan Radit tiba di depan kampus Garuda. Mereka semua turun, termasuk sosok Cempaka.

“Cempaka, kamu mau ikut kami ke kelas kami dulu. Atau mau langsung ke kelas kamu?” tanya Radit.

“Aku langsung aja.” Cempaka berjalan lurus kearah kelasnya. Seolah-olah, ia benar-benar masuk kedalam ruangan kelas no 5.

Radit, Toni, Sarah dan Farhan segera mengikuti langkah Cempaka. Tapi, mereka bukan mengikuti, melainkan berjalan menuju ruangan kelas no 3 yang berjarak satu ruangan dari ruangan yang di masuki Cempaka.

Saat tiba di pintu ruangan no 5. Langkah Cempaka di hentikan oleh seseorang.

“Tolong jauhi manusia! Aku tau, meninggalnya teman Radit. Ada hubungannya dengan kamu!”

“Kamu harus sadar diri, alam kita berbeda. Jadi, cobalah untuk hidup di alam mu. Jangan menganggu manusia!”

“Aku tidak bisa kembali, aku terkurung di tempat ini! Meski bisa, aku tidak akan pernah kembali sebelum semua urusanku terselesaikan.” Sekedipan mata, Cempaka segera menghilang dari tempat itu.

BERSAMBUNG!

.

.

.

Terpopuler

Comments

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝓹𝓪𝓼𝓽𝓲 𝓘𝓫𝓻𝓪 𝔂𝓰 𝓷𝓰𝓸𝓶𝓸𝓷𝓰 𝓼𝓪𝓶𝓪 𝓒𝓮𝓶𝓹𝓪𝓴𝓪🤔🤔🤔🤔🤔🤔

2022-10-14

0

𝗝⍣⃝Ⓜ️oonalisa✰😘💕

𝗝⍣⃝Ⓜ️oonalisa✰😘💕

Pasti ketemu sama,Ibra y...
Semoga Cempaka tidak berniat jahat sama Radit

2022-07-16

3

@⍣⃝కꫝ🎸BuNdAιиɑ͜͡✦🇵🇸

@⍣⃝కꫝ🎸BuNdAιиɑ͜͡✦🇵🇸

cempaka terkurung dimana? siapa yg pegang kuncinya?

2022-07-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!