Bagian 3

Pagi-pagi sekali, Radit di bangunkan Mama-nya.

“Radit, bangun sayang. Kamu kan mau kuliah, nanti kesiangan!” Mama Radit mengguncang lengan Radit.

“Emmm, Radit masih ngantuk, Ma.” Radit mengucek matanya. Semalam ia tidur terlalu larut, jadi matanya sangat sulit untuk di buka.

“Ayo bangun, nanti kamu di marahin Papa lagi,” kata Mama-nya.

Mendengar kata marah, Radit segera bangun dan beranjak dari ranjangnya. Ia segera berjalan menuju kamar mandi.

Radit sangat takut pada Papa Harun. Papa Harun bukan hanya galak, tapi juga disiplin. Ia tidak ingin, putra semata wayangnya itu tumbuh menjadi pria yang tidak berguna. Bukan karena ia tidak sayang pada Radit, hanya saja, ia tidak ingin Radit terus menjadi pria yang manja. Ia ingin, Radit segera berubah menjadi pria yang hebat dan kuat. Tidak mengandalkan Papa dan Mama terus didalam segala hal.

Singkat cerita, kini Radit sudah berada di meja makan. Bersama Papa dan Mama-nya. Mereka hendak sarapan pagi.

Tiba-tiba saja, hembusan angin masuk melalui cela-cela jendela rumah di area dapur itu.

Swosss!

Papa Harun menggosok hidungnya, mencoba menghirup udara yang berbau bunga melati itu. Ia melihat istrinya yang seperti tidak mencium aroma apapun.

“Kok bauk bunga melati lagi?” tiba-tiba Radit mencium telapak tangannya.

“Bunga melati apaan?” tanya Mama Radit.

“Ini loh, Ma. Tangan Radit, bauk bunga melati. Dari semalam gak hilang-hilang,” kata Radit sembari menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya.

“Mama gak mencium aroma apapun,” kata Mama Radit. “Papa juga?” tanya Mama Radit pada suaminya itu.

“Iya, Papa juga gak mencium aroma apapun!” timpal Papa Harun. Ia tidak ingin, istrinya berpikir macam-macam. Jadi, ia mengiyakan perkataan istrinya.

“Radit gak jadi sarapan, deh! Radit mau berangkat sekarang,” ucap Radit sambil mencium punggung tangan Mama dan Papa nya.

“Jangan ngebut-ngebut!” teriak Mama Radit, sebut saja Mama Retno.

“Ya, Ma!” sahut Radit yang sudah menjauh dari area dapur itu.

.

.

.

“Aku harus cari cewek itu!” Radit bicara pada dirinya sendiri. Kini, ia sedang duduk di bawah pohon rindang yang ada di depan kampus.

“Woi! Mikirin apaa?” tiba-tiba saja, Toni mengagetkannya.

“Sialan, ganggu aja!” Radit menatap tidak suka pada Toni.

“Kamu kenapa sih? Kok malah marah, gak kaya biasanya?” Toni duduk di samping Radit.

“Bantuin aku, mau gak?”

“Bantuin apaan?” tanya Toni.

“Bantuin aku, nyari cewek yang semalam itu,” kata Radit. Mendelik lebarlah sepasang mata Toni. Pasalnya, ia dan yang lain nya tidak melihat siapapun di dalam gedung itu semalam.

“Ngaco, cewek mana sih yang kamu maksud? Kami berempat gak liat ada orang sama sekali, loh! Semalam.”

“Ada, beneran. Aku gak bohong, dia cantik, pakek gaun putih. Tatapannya sendu, tangannya dingin banget, terus rambutnya segini!” Radit menjelaskan ciri-ciri gadis itu pada Toni.

“Entah lah, aku gak ngerti! Tapi, aku bakalan tetep bantuin kamu,” kata Toni. Ia pun mengajak Radit masuk ke kelas. Kebetulan, jam pelajaran mereka sudah hampir dimulai.

Saat jam istirahat, Radit pergi sendirian ke perpustakaan yang ada dalam kampus itu. Saat ia sedang sibuk mencari buku yang ia butuhkan, tiba-tiba ia melihat sosok gadis yang ia temui semalam.

Nampak, gadis itu sedang duduk dikursi sambil membaca buku yang ada di tangannya.

“Cempaka!” panggil Radit.

Gadis itu mengangkat kepalanya, ia menatap Radit sekilas. Setelah itu, fokus kembali pada buku yang ada di tangannya.

“Cempaka, kamu semalam kemana?” tanya Radit sembari duduk dikursi yang ada disebelah gadis yang bernama Cempaka itu.

“Pulang.” Jawab Cempaka dengan singkat.

“Kok kamu gak pamit? Padahal aku mau kenalin kamu ke teman-temanku yang lain,” kata Radit.

“Aku gak suka keramaian,” kata Cempaka.

“Aku boleh kan temenan sama kamu?” Cempaka mengangguk, membuat Radit begitu gembira.

“Nama aku Radit!” Radit mengulurkan tangannya. Ia mengenalkan namanya pada Cempaka, pasalnya hanya Radit yang tau nama Cempaka. Sedangkan, ia belum mengenalkan diri pada Cempaka.

Cempaka membalas uluran tangan itu, lagi-lagi Radit di buat tersentak kaget. Pasalnya, tangan itu sangat dingin. Seperti mayat.

“Kamu sakit?” tanya Radit. Tapi, Cempaka hanya menggelengkan kepalanya.

“Tangan kamu, dingin banget. Gak kaya orang pada umumnya!” ujar Radit, Cempaka hanya menatap sekilas pada Radit setelah itu, ia menundukkan kepalanya.

“Aku tidak boleh terbuai dengan kebaikannya. Aku kembali untuk membalaskan dendamku, melalui dirinya!”

BERSAMBUNG!

Terpopuler

Comments

Anisa Zahra

Anisa Zahra

tuh kan jadi kasian anak mereka yg jadi korbannya😭

2023-02-13

0

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝓶𝓼𝓱 𝓶𝓲𝓼𝓽𝓮𝓻𝓲😏😏😏😏😏

2022-10-14

0

ENTI JAYAHARTI

ENTI JAYAHARTI

kaya ada ke salahpahaman antara Cempaka sama papa ya Radit

2022-07-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!