BAGI YANG BINGUNG DENGAN PANGGILAN AJI, CUMA DHARRA YANG MANGGIL AJI. SEDANGKAN YANG LAIN MEMANGGILNYA RAKHA👌🏻
HAPPY READING😉
Dharra terbangun dari tidurnya. Dilihatnya jam menunjukkan pukul 6.30 pagi.
"Mampus, kesiangan" secepat kilat Dharra mandi. Lalu membuat sarapan kilat yaitu roti lapis. Yang penting perutnya terisi.
Setiap pagi adalah jadwal morning briefing. Sebagai Kacab dia harus memberi contoh yang baik pada anak buah nya. Dharra memanggil taxol sembari sibuk mencari sebelah heels nya yang tiba tiba menghilang.
tin
tin
Taxol yang dipesan pun tiba bertepatan dengan diketemukannya sebelah heels nya dan langsung masuk tanpa memakai sebelah heels yang baru ditemukan.
"Dharra, tunggu" seru Aji yang juga kesiangan bangun dan hendak mengajaknya kerumah Oma dulu karena telah berjanji pada Bintang untuk mengepang rambutnya sebelum berangkat sekolah.
Namun Taxol itu terlanjur melaju dengan kecepatan tinggi atas permintaan Dharra.
Akhirnya Aji yang pulang ke rumah Oma untuk membujuk Bintang.
"Papa, ibu peri nya kemana? ko enggak bareng sama papa?" tanya Bintang yang sudah siap dengan seragam sekolahnya. Rambutnya sudah disisir rapi. Namun tangan mungilnya memegang pita rambut berwarna pink.
"Papa yang kepangin aja ya sayang. Nanti kamu terlambat sekolah" bujuk Aji.
"Enggak mau. Kepangan papa sama oma sama mbok asih enggak rapi. Enggak kayak buatan ibu peri. Ibu peri nya kemana papa?" ucapnya sendu. Tampak kehawatiran dan ketakutan di mata belo nya. Hawatir tidak bisa bertemu lagi dengan Dharra, dan takut karena kemarin hanyalah mimpi.
"Ibu peri nya banyak kerjaan sayang. Mungkin nanti kesini kalo kerjaannya udah selesai. Yuk papa yang anter Bintang aja ke sekolahnya"
"Tapi nanti kalo Bintang pergi, gimana kalo ibu peri nya dateng terus nangis gak liat Bintang nungguin?" matanya berkaca kaca.
"Enggak akan, sayang. Ibu peri pasti ngerti kali Bintang harus sekolah"
"Enggak ah, Bintang nunggu disini aja. Bintang gak mau bikin ibu peri nunggu" suaranya sedikit tercekat.
Akhirnya Aji pun pamit pada Oma karena hari ini ada meeting. Dia meminta Oma dan mbok Asih memberinya kabar tentang Bintang. Tak pernah dia merasa se hawatir ini.
Seharian Aji tak bisa konsentrasi dengan pekerjaannya. Mbok Asih benar benar memberikan kabar tentang Bintang yang masih menunggu di teras rumah, menolak makan dengan alasan ingin disuapi ibu peri, bahkan hingga sore menjelang, dan hujan turun dengan lebat nya. Petir menyambar apapun yang dekat dengannya.
"Bintang sayang. Masuk yuk nak. Ujan gede tuh. Takut sama petir kan?"
"Tapi ibu peri juga pasti takut sama petir mbok. Kesian ibu perinya"
"Ibu peri pasti berteduh dulu sayang. Bintang juga nunggunya didalem yuk, sambil makan. Jangan bikin ibu perinya sedih gara gara Bintang gak mau makan"
Akhirnya Bintang masuk dan makan. Meski hanya masuk sedikit.
"Gak mau makan lagi mbok. Pait. uhuk uhuk"
"Ya ampun, kamu demam nak. NYONYA... NYONYA..."
"Kenapa mbok teriak teriak?"
"Non Bintang kayaknya demam, nyonya"
"Ya ampun, Bintang. Ambilin obat ya mbok. Bintang sayang, cucu cantiknya oma. Minum obat ya biar ga tambah parah demamnya"
"Ga mau oma. Paiiit"
"Oma kasih madu nih biar gak pait"
"Tapi minum obatnya mau sama ibu peri, oma"
"Bintang... Bintang.... MBOOOOK... TELPON RAKHA MBOK, TRUS PANGGIL MANG SUPRI BUAT NYIAPIN MOBIL, KITA KE RUMAH SAKIT"
Bintang tiba tiba pingsan, dan langsung dibawa ke rumah sakit.
Aji yang tengah melakukan briefing acara untuk lusa pun segera pergi menuju rumah sakit. Bintang tak pernah nge drop seperti ini.
"Oma.. Bintang kenapa? kenapa bisa jadi gini?" Aji terlihat frustasi. Oma juga sama frustasi nya. Bahkan air matanya menganak sungai.
"Kamu tanya lah sama temen doktermu itu"
"Ryan... kamu rupanya. Gimana kondisi anakku?"
"Kamu itu. Bintang mengidap gejala tyfus. Selain kurang asupan makanan, psikis nya juga drop. Dia terus terusan mengigau. Ku sarankan, cepatlah cari solusi. Dia tak bisa terus menahannya. Atau kau akan kehilangan dia"
deg
"APA MAKSUDNYA?" raung Aji yang tak mengerti dengan penjelasan dokter Ryan.
"Kamu ternyata gak tau kalo selama ini anakmu itu membatin, iya kan? Lalu apa yang kamu lakukan dengan para perempuan gak jelas itu? bukannya memberikan Bintang seorang ibu yang baik, kamu malah sibuk melampiaskan hasratmu. Dasar egois" Ryan yang tak suka dengan perilaku Aji menghempaskan tubuh Aji menjauh darinya, lalu pergi membawa kekesalan.
Aji hanya melongo. Benar yang dikatakan temannya itu. Selama ini dia seolah tak peduli dengan keseharian Bintang. Dia hanya sibuk menuntaskan hasratnya pada wanita berbeda. Dia tak tahu penderitaan psikis yang Bintang alami. Terutama di sekolahnya.
"Brengsek. Aku gak pantes jadi ayah."
Aji menangis frustasi sambil memukul tembok yang tak bersalah.
Oma menangis tersedu. Dia menenangkan Aji yang sebentar lagi mungkin akan merobohkan tembok kamar itu.
"Ibu peri.. tunggu Bintang ibu peri.. bawa Bintang pergi.. ibu peri... ibu peri.." racau Bintang yang masih belum sadarkan diri.
Tanpa berfikir lagi, Aji men- dial nomor Dharra.
"Halo.. Dharra..bisa kamu datang ke rumah sakit ibu dan anak? Bintang.. Bintang dirawat.. aku mohon"
Aji gak peduli dengan anggapan Dharra padanya. Kali ini, dia mau egois untuk anaknya. Mungkin dia membenci ibunya. Tapi anak itu tak bersalah. Meski terkesan cuek, tapi dia menyayanginya. Bahkan tak pernah sekalipun memarahinya.
Dharra berlari menerjang apapun yang menghalangi jalannya. Dia menyesal karena lupa akan janjinya pada Bintang. Karena heels nya menghambat larinya, dia melepas sepatu yang baru dibelinya minggu kemarin.
"Permisi, maaf. Ruang VIP disebelah mana ya?" tanya Dharra terengah engah pada petugas ber pakaian snelli.
"Oh, anda keluarga bapak Rakha?"
"I iya. Dimana ruangannya?" Dharra sedikit tak sabar menunggu petunjuk.
"Ada di lantai 2, lorong sebelah kanan, kamar paling ujung. Nona"
Tanpa mengucap terima kasih, Dharra langsung melesat menaiki tangga dengan kaki telanjangnya.
Didepan kamar itu, Dharra mengatur nafasnya yang terengah. Perlahan dia memutar kenop pintu dan mendorongnya.
ceklek
"Dharra.. syukurlah kamu datang, sayang. Maafkan kami yang sudah merepotkanmu" mohon oma memelas. Air matanya tak pernah surut.
"Sssshhhhh... jangan bilang gitu,Oma. Saya yang salah karena lupa dengan janji saya. Gimana kondisinya?"
Dharra berjalan ke arah ranjang lalu duduk diatasnya disebelah Bintang yang masih tak sadarkan diri.
"Kata dokter, dia kena gejala tyfus. Tapi yang lebih parahnya, psikis nya yang membuatnya drop. Oma.. oma gak tau harus gimana...." Oma tergugu meratapi nasib cucu nya yang malang. Berkali kali dia mencoba menjodohkan Aji dengan anak kenalannya, agar Bintang punya ibu sambung. Tapi Bintang selalu menolak. Bahkan saat wanita wanita itu baru menampakkan wajahnya di pintu masuk, Bintang selalu berteriak mengusirnya tanpa mau berkenalan.
"Ibu peri... ibu peri... Bintang ikut... bawa Bintang ke langit, ibu peri..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Sandisalbiah
bapak model Aji yg cuma mikirin diri sendiri ini cocoknya di buat jadi kasim aja... biar gak suka celap celup sembarangan.. berengsek banget jd laki...
2024-04-13
0
Salwa Antya
/Sob//Sob//Sob//Sob/
2024-03-23
0
mar
ko nyesek ya😢
2022-06-20
1