Namaku Gavindra Luiz Wilcolm. Biasa dipanggil Luiz tapi ada juga yang memanggil Gavin. Aku berumur dua puluh delapan tahun dan baru saja menikah seminggu lalu. Aku tak bisa menjelaskan jika kalian bertanya apa hari-hariku terasa berbeda sejak menikah, karena dua hari setelah pernikahan aku langsung berangkat keluar kota untuk melakukan perjalanan bisnis.
Istriku bernama Stella Putri Wesley. Tiga tahun lebih muda dariku. Dia adalah anak dari salah satu direktur cabang perusahaan keluargaku, Pak Wesley. Dia sangat jarang muncul dalam pesta-pesta bisnis atau acara gathering social lainnya, jadi informasi tentangnya sangatlah minim selain dari mengetahui status keluarganya. Yang aku dengar dari ayah, dia adalah wanita yang baik dan yang paling cocok untuk mendampingiku mengarungi bahtera baru di kehidupanku ini. Entah dari sisi apa dia melihatnya, namun kali ini kurasa ayah telah membuat pilihan pertamanya yang salah.
Perusahaan grup keluarga kami—Wilcolm Group—yang bergerak di bidang media dan elektronik bisa dikatakan sebagai salah satu yang terbesar dalam negeri. Dimulai dari kakek hingga ayahku yang memimpin sekarang, nilai perusahaan terus meningkat per tahunnya. Sejak kecil aku sudah dibentuk dan diajar untuk menjadi pewaris dari perusahaan, namun kalau melihat keambisiusan ayahku untuk prospek perusahaan ke depan, aku tahu kenaikan posisiku itu masih akan jadi wacana untuk beberapa tahun kedepan.
Setelah beberapa tahun menyelesaikan kuliah dan bekerja dari posisi pegawai biasa—ayah mau aku mulai dari bawah untuk menyesuaikan diri di perusahaan—sekarang aku telah mencapai posisi yang tepat berada dibawahnya yakni sebagai Direktur. Karena Ayah adalah Direktur Utama aku pun bertanggung jawab langsung padanya. Bukan perjalanan mudah untuk memuaskan ayah, dia selalu punya standar yang cukup tinggi dan selalu disiplin untuk segala sesuatunya, tidak terkecuali yang merangkup perihal anaknya.
Namun begitu, pria yang selalu ingin menuntut kesempurnaan itu malah memilih seorang wanita yang jauh dari kata itu untuk dinikahkan denganku. Entah apa yang membuatnya sangat terpincut oleh Stella. Jika itu soal status atau bisnis, ketahuilah masih banyak anak dari direktur cabang lain atau mungkin direktur perusahaan lain yang dalam opiniku lebih membawa keuntungan ketimbang ayah Stella.
Kakek juga sangat menyukai Stella. Aku berpikir dialah yang membujuk ayahku untuk menjodohkan Stella denganku. Hanya itu alasan yang paling tepat untuk saat ini. Di keluarga kami, ayah hanya tunduk pada satu orang dan itu adalah kakek. Kakek adalah pendiri perusahaan dan yang memulai semuanya dari nol, oleh karena itu opininya sangatlah krusial. Jika kakek bertitah A, sembilan puluh lima persen ayah akan menurutinya tanpa menentang apapun.
Masih jelas percakapan antara aku, ayah, juga kakek yang terjadi sekitar empat bulan lalu. Malam itu, aku yang kebetulan sedang pulang kerumah dipanggil ayah ke kamar kakek untuk mengobrol.
"Luiz, kau sudah tiba. Duduklah cepat. Kakek tak bisa berlama-lama bicara dengan kita," kata ayah saat aku baru saja selesai mengucap salam. Aku lantas segera mengambil tempat di kursi sebelah ayah.
"Apa sesuatu terjadi?" Tanyaku heran dengan suara pelan pada ayah. Jarang sekali bagi ayah dan kakek memanggilku hanya untuk mengobrol basa-basi, pasti ada udang dibalik batu.
Ayah tersenyum dan menepuk pundakku, "Ya sesuatu yang penting. Benar kan, Yah?"
"Hm...Sangat penting," Kakek mengusap-usap janggutnya, "Cu, berapa umurmu sekarang? Kau sudah bertumbuh sangat besar. Sangat besar, sangat besar."
"Dua puluh delapan, Kek."
"Dua puluh delapan...hm...sudah saatnya, sudah saatnya," ujar kakek dengan suara parau. Kakek punya kebiasaan untuk mengulangi kalimat akhirnya, jadi jangan heran jika pembicaraan singkat biasanya jadi sedikit lebih lama.
Aku yang tak mengerti lantas balik menatap ayah dengan penuh tanya. Ayah yang sangat jarang tersenyum, hari ini terlihat lebih gembira dari biasanya. Melihatnya menatapku dengan penuh perhatian lembut justru terasa asing dan aneh.
"Kami ingin kau segera menikah, Luiz," respon ayah dan kemudian ditimpali oleh kakek dengan 'menikah, menikah' sambil masih mengusap janggutnya tanpa henti.
Sebagai seorang yang dicanangkan akan mewarisi perusahaan, cepat atau lambat, aku selalu tahu waktu ini akan tiba juga. Aku tak pernah tertarik melibatkan diri dengan wanita, karena aku tahu pada akhirnya ayahlah yang akan menentukan siapa yang terbaik untuk dinikahkan denganku. Jika topik ini diangkat, dibanding ingin menentang, aku lebih penasaran dengan siapa aku bakal dipasangkan.
"Menikah? Dengan siapa?" Tanyaku.
"Dengan anak Pak Wesley, Stella, kau tahu dia kan?" Jawab Ayah.
"Hm...Stella, gadis yang baik, gadis yang baik."
Kedua alisku terangkat naik mendengar nama asing itu, "Aku tahu Pak Wesley, tapi aku tak tahu apapun soal anaknya. Aku belum pernah bertemu dia."
"Oh? Padahal aku ingat dia sudah beberapa kali mampir ke sini bersama ayahnya, saat kecil dia bahkan pernah bermain denganmu, kau tak ingat?"
Aku menggeleng. Aku sungguh tak ingat siapapun yang bernama Stella. Baik saat masih kecil hingga saat ini.
"Hm...kau belum mengenalkan mereka kembali, Martin?" Timpal kakek dengan nada kurang puas. Lipatan keriput pada keningnya bertambah dalam.
"Ah salahku. Aku pikir Luiz masih ingat dengan Stella," kata ayah, tertawa garing, "Tapi itu tidak masalah. Kau masih bisa berkenalan lagi dengannya nanti. Dia gadis yang baik seperti kata kakekmu tadi dan kami yakin dia adalah wanita yang cocok untuk mendampingimu."
"Iya...cocok sekali, cocok sekali."
"Aku akan mengabarimu lagi soal ini nanti. Saat itu tiba, luangkan waktumu untuk bertemu dan mengenal dia."
"Baik, ayah."
Malam itu, aku kembali meluangkan waktu sebelum tidur untuk mencoba mengingat sosok bernama "Stella" yang pernah kukenal dari memori lamaku. Namun tak ada yang berarti selain dari sebuah memori samar yang aku juga tak begitu yakin dengannya. Alhasil aku memilih untuk menyerah memikirkannya sampai saat aku bertemu dengan orang aslinya.
Sebulan kemudian, akupun bertemu dia.
"K-kau pasti sibuk sekali ya."
"Tidak juga. Aku hanya kebetulan ada rapat hari ini. Aku tidak bermaksud terlambat, maafkan aku sekali lagi."
"Oh tidak-tidak, sudah kubilang itu tidak apa. A-aku bilang itu dengan maksud memujimu. Kau pasti pekerja keras seperti yang ayahmu ceritakan."
"Oh."
"Iya..."
"Terima kasih kalau begitu."
"Sama-sama."
Aku tidak tahu ingin mengobrol apa dengannya karena atmosfirnya terasa canggung sekali. Dia terus tersenyum sambil menatapku tapi tidak mencoba mengatakan apapun lagi.
"Mm..."
"Ya?"
"Kau sendiri sedang sibuk apa—"
Saat itulah telpon dari Rio yang menyelamatkanku masuk. Aku tidak melanjutkan pertanyaanku lagi. Mungkin belum ada setengah jam aku duduk bersama dia disana dan aku memutuskan untuk pergi.
"Aku harus segera pergi, Nona Stella. Ada urusan penting lagi di kantor. Hm...aku akan membayar bill-nya. Sampai jumpa nanti."
"Oh...oke. Sampai jumpa, hati-hati dijalan."
Dulu aku berpikir dia akan memohon pada ayahnya untuk membatalkan semua perjodohan ini setelah kencan gagal itu, tapi ternyata dia tidak melakukan itu.
Aku cukup kecewa dengan pilihan ayah, aku berekspetasi bertemu dengan seseorang yang 'lebih' namun Stella ketaranya tak lebih dari tipikal wanita yang selalu bernaung dibawah status ayahnya. Pemalu dan tidqk adq yang menangkap ketertarikanku. Tapi apa boleh buat jika dialah yang ayah dan kakek pilih, aku takkan menentang mereka. Aku tak suka mengundang masalah, jadi aku akan menjalaninya untuk saat ini.
Istriku yang begitu dipuji ayah dan kakek. Aku penasaran apa yang membuat dia begitu disukai mereka. Mungkin aku bisa sedikit menemukan alasannya dalam empat tahun pernikahan ini.
"Hah..."
Aku menghela napas panjang seraya menutup pintu kamarku yang bersebrangan dengan kamar tamu yang kini jadi kamar milik Stella. Di lantai bawah, hadiah-hadiah pernikahan yang belum dibuka juga hampir memenuhi seluruh ruang tamu. Apartemen yang dulu jadi tempat bernaungku sendiri, kini sudah ikut terisi dengan segala hal yang mengingatkanku akan keberadaan Stella.
Ini sudah benar-benar terjadi. Mulai sekarang, akan hidup bersama wanita ini.
Hanya empat tahun. Hanya empat tahun sampai saat perjanjianku dengan Stella akan berakhir dan kami bisa kembali ke hidup kami masing-masing seperti sedia kala. Yang kuperlukan hanyalah bersabar dan waktu itu akan segera tiba.
Stella. Bahkan namanya masih terdengar asing begitu keluar dari mulutku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Ig : @nefer.tarii_
ceritanya bagus banget kak, penulisannya juga lumayan rapi
like buat karya kakaknya, hari ini sampai sini dulu bacanya ya kak, entar lanjut lagi
soalnya kalau saya baca novel pasti harus diresapi 😅😭😭 biar feel nya dapet, wkwkwk
semangat ya kak
2022-07-10
1