Bab 18 - Pergi ke Mall (1)

Suasana mall pada Sabtu pagi terbilang ramai. Keluarga, pasangan, dan segerombolan sahabat yang berlalu lalang dari toko satu ke toko lain langsung menjadi pemandangan pertama bagi aku dan Stella saat baru masuk.

"Ramai ya," ucap Stella sambil mengedarkan pandangan. Dia memakai make up tipis dan gayanya yang biasa dengan baju terusan ungu muda, sepatu putih bertali, dan rambut yang diikat satu. Walau potongan kerah baju itu sedikit terlalu rendah, kurasa dia tampak baik—Malah, akhir-akhir ini aku mulai merasa kalau apapun yang dia kenakan meski itu cuma sebuah kaos dan rok polos sekalipun, akan selalu terlihat lebih baik ketimbang pakaian berwarna mencolok dan berkilau padanya. Seperti ada wanita lain yang kelihatan paling bagus saat mengenakan warna berani dan sesuatu yang anggun atau seksi, Stella itu paling bagus saat mengenakan warna pastel dan sesuatu yang terkesan imut.

"Luiz, ayo ke sana," ujar Stella menarik lengan kemejaku. Aku mengikuti dia masuk ke dalam toko pertama. Di sana kami melihat-lihat beberapa barang yang membuat Stella tertarik—kebanyakan karena bentuknya yang lucu dan bukan fungsinya—hingga saat aku mendengar ada suara familiar yang memanggil namaku.

"Pak Luiz!"

Aku menoleh namun tidak melihat siapa-siapa.

"Pak Luiz! Di sini."

Aku berbalik ke arah yang lain. Di sana, di antara lemari-lemari pajangan yang terletak beberapa langkah dari kami, Rio ditemani istrinya tersenyum sambil berjalan menghampiri kami. Aku tidak menyangka bakal bertemu mereka di sini.

"Pak Luiz, Bu Stella. Apa kabar?" Rio yang kadang punya energi mirip anak anjing itu menatap Stella dengan penasaran, "Bu Stella, lama tidak bertemu, seandainya anda lupa, saya Rio asisten Pak Luiz selama di perusahaan. Dan ini istri saya, Melinda yang juga datang dengan saya waktu pernikahan anda."

Melinda yang tidak lain merupakan versi wanita dari suaminya itu, menarik senyum lebar dan menjabat tanganku dan Stella, "Halo, Pak Luiz, Bu Stella."

Menghadapi seorang Rio saja sudah cukup membuat Stella salah tingkah, tapi menghadapi 'dua' Rio dia jadi gelagapan.

"A-ah, halo. Senang bertemu denganmu. Aku takkan lupa kalau kau asisten Luiz. Kau memberiku selamat paling banyak di pesta dulu, bersama istrimu juga," ujar Stella.

Rio menyunggingkan senyum dan mengangguk. Entah apa yang membuat dia begitu antusias, aku tidak tahu.

"Bapak dan ibu sedang jalan-jalan juga?" Tanya Rio.

"Kami lagi mencari hadiah untuk kerabat yang mau menikah," jawabku.

"Oh! Benar juga, Ini kan lagi musim kawin!"

Aku mengabaikan pemilihan kata Rio yang rasanya agak vulgar dan beralih bertanya hal yang relevan.

"Kau punya saran tempat buat mencari barang yang bagus?"

"Kalau tempat cari hadiah..." Rio menoleh ke sebelahnya, "Mel, apa kau punya saran?"

Melinda yang entah sejak kapan sudah menggandeng Stella mengangguk, "Ada, kalau boleh tahu siapa tepatnya kerabat ini?"

"S-sepupu wanitaku," jawab Stella.

"Sepupu wanita ya? Baiklah akan aku tunjukkan tempat yang bagus. Ayo."

Stella dan Melinda berjalan di depan sambil mengobrol sementara aku dan Rio mengekor dari belakang. Rio tiba-tiba mencondongkan badan dan berbisik kepadaku.

"Pak Luiz, anda pasti sayang sekali dengan Bu Stella ya. Tadi sebelum memanggil, saya sempat melihat bapak sedang berbisik mesra dengan ibu."

Mataku membulat dan telingaku memanas. Sejak kapan aku dan Stella tampak seperti itu di mata orang lain? Tadi aku memang mencoba membungkuk untuk mendengar Stella yang sedang mengatakan sesuatu, tapi itu karena musik dari toko yang membuat suaranya tidak jelas, tidak ada maksud lain dari itu.

Beruntung aku tidak perlu repot-repot memikirkan suatu jawaban karena tidak lama kemudia Rio dipanggil oleh istrinya. Dia yang selalu cepat tanggap dalam meresponku juga melakukan hal yang sama untuk istrinya dan lekas menyusul ke depan. Alih-alih pada waktu yang sama, Stella juga berpaling dan bertemu pandang denganku seraya tersenyum.

Efek dari perkataan Rio tadi, aku jadi sedikit menghayal dan lambat akan responku. Aku menggeleng dan ikut menghampiri Stella.

"Luiz," ucap Stella ketika aku sampai di sebelahnya.w

"Stella, Melinda tidak menyusahkanmu kan?" Tanyaku berbisik saat kedua pasangan di sebelah kami melangkah duluan ke elevator.

Stella menggeleng cepat, "Dia hanya bertanya beberapa hal dan mengobrol ini itu tadi. Dia sangat bersahabat."

Baguslah jika begitu, aku hanya khawatir kalau mulut Melinda yang tidak bisa berhenti berkata-kata pada akhirnya akan membuat Stella risih dan kewalahan tapi tampaknya dia sudah lebih santai dengan wanita itu.

Kami lalu berjalan selama lima menit sebelum sampai ke toko yang dimaksud Melinda. Toko itu, jika ingin dideksripsikan, berwarna merah muda. Segala sesuatu yang ada di dalam dan sejauh mata memandang, semuanya merah muda. Dinding, etalase dan segala ornamennya berwarna merah muda. Belum pernah aku melihat tempat yang begitu feminim seperti ini dan aku sedikit merasa asing berdiri di dalamnya.

"Halo. Selamat datang kembali, Nona Melinda. Ada yang bisa kami bantu lagi?" Salah satu sales yang berdiri di dekat pintu menyambut kedatangan kami.

Ternyata Melinda sudah langganan di toko ini sejak lama, yang berarti...Rio juga sudah ke tempat ini beberapa kali. Aku menatap Rio dan dia langsung menyadari maksud dari tatapanku itu.

"Kalau sudah kemauan istri, saya harus menemani kemanapun dia mau pergi pak," ucap Rio sembari menggaruk pipi dan tertawa kecil. Yah aku juga tidak bermaksud mengkritik tindakannya, aku hanya merasa itu sedikit mengejutkan.

Sembilan puluh persen barang di toko ini sepertinya memang ditargetkan untuk pembeli wanita. Stella terus dibawa dari ujung satu ke ujung yang lain oleh Melinda dan seorang sales wanita untuk melihat ini itu yang bagus untuk dijadikan hadiah. Mulai dari tas, aksesoris, dompet hingga benda-benda lain yang aku tidak tahu berfungsi untuk apa selain dari kalau semua warnanya juga merah muda atau dominan merah muda.

"Ada yang membuatmu tertarik dari semua barang-barang tadi, Bu Stella? Semua barang-barang di sini sangat bagus untuk sepupu wanitamu, aku jamin dia akan senang jika kau membelikan dia sesuatu dari sini," tanya Melinda akhirnya. Kini dia sudah serupa dengan sales di sebelahnya.

Stella yang sedang melihat koleksi brush bergagang merah muda lantas berpaling, dia melirikku sekilas sebelum mengigit bibir pelan, "Um...itu, sebenarnya...sepupuku orang yang cukup tomboi, jadi dia tidak suka sesuatu yang bernuansa merah muda."

Semua seketika terdiam.

Stella menggerak-gerakkan tangan asal, "Ah, tapi barang-barang di sini memang benar bagus semua kok."

Aku tidak akan bohong, jika aku berada di posisi Melinda sekarang, aku pasti akan merasa cukup sebal. Tapi karena bukan begitu adanya, aku bebas merasa kalau hal ini malah ingin membuatku tertawa.

Stella yang mungkin menyadari kecanggungan yang ia timbulkan segera mengambil dua mug dari salah satu rak dan mendekatiku. Dia tidak mengatakan apapun selain dari menggenggam kedua mug itu di dada dan menatapku diikuti semburat merah tipis di kedua pipinya.

"Kau mau itu?"

Stella mengangguk.

"Itu saja?"

"Iya..."

"Oke. Berikan pada salesnya, aku akan membayar itu di kasir."

Hal bagus bagi Stella karena kejadian tadi pada akhirnya hanya membuat Melinda tertawa di depan toko, dia bilang salah dia juga yang tidak membiarkan Stella berbicara sama sekali dan malah terus berceloteh.

"Mel, kau ini..." Rio menggeleng.

"Yah maaf. Kalau begitu kita pergi ke toko yang satunya lagi. Tenang saja kali ini aku janji yang lebih netral," ujar Melinda. Dia hendak menggandeng Stella lagi namun Rio sudah lebih dahulu menariknya untuk berjalan bersama di depan.

Aku lantas menoleh pada Stella, "Apa kau memilih mug itu supaya kita tidak keluar tangan kosong?"

Stella mendongak, "Oh mug ini? Tidak Luiz, aku memang mau mengambilnya sejak pertama lihat."

Stella mengangkat salah satu kotak berisi mug dari dalam paper bag, "Lihat ada inisial huruf di bagian depannya. Lucu kan? Aku membeli dua untuk kita. Satu inisialku dan satu inisialmu. L untuk Luiz dan S untuk aku."

Aku mengerjap. menatap huruf L di permukaan keramik mug yang juga berwarna merah muda itu. Apa ini juga berarti dia akan menyuruhku minum dari benda itu mulai dari sekarang? Tapi itu terasa terlalu seperti pasangan sungguhan....

"Luiz...?"

Suara Stella menyentakku kembali. Aku seketika menggeleng. Tidak. Tidak ada yang spesial dengan hal ini kalau aku tidak menganggapnya spesial. Benar, ini hanya mug biasa. Hanya mug biasa.

"Ayo lanjut jalan," ucapku.

Stella lalu bergegas menaruh kotak dalam genggamannya kembali ke dalam paper bag tapi dia yang ceroboh tentu saja hampir menjatuhkannya. Dia tertawa tapi aku hampir jantungan. Alhasil aku menawarkan diri supaya memegangkan paper bag itu untuknya, mana tahu jika dia akan terpeleset atau terantuk di permukaan ubin rata ini nanti. Jika itu Stella, maka kemungkinan itu tidak mustahil.

Stella, kumohon jaga barangmu dengan baik ke depannya.

...****************...

Melinda: Rio, ada apa denganmu? Aku mau jalan bersama Bu Stella tapi kau malah menarikku.

Rio: Shh, Mel! Pak Luiz ingin jalan di sebelah istrinya. Jangan jadi nyamuk dan jalan saja di depan denganku.

Melinda: Hah? (Menengok ke belakang dan melihat Luiz-Stella sedang begitu dekat mengobrol soal mug) Oh...oh...kau benar. Ayo jalan.

Terpopuler

Comments

Annisa Fitri

Annisa Fitri

itulah Stella Luiz dg kesederhanaanya 😍

2022-09-18

0

M U N

M U N

wih lucu ya bajunyaa

2022-07-10

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 46 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!