Sehabis dari gedung yang membuatnya terpukau, kini Maura tengah menikmati santapan makan malamnya bersama keluarga barunya tak terkecuali Garvin.
Duduk bersebelahan dengan Garvin membuat Maura tak nyaman dan sering kali merasakan gelisah. Apalagi dengan sikap Garvin yang menjadi datar dan dingin padanya membuatnya seakan tersiksa. Biarpun Maura lebih memilih tinggal sendiri dari pada tinggal dengan sang kakak yang membuat hatinya tak menentu.
Setelah selasai dengan urusan makan malamnya dan sebelum semuanya beranjak dari meja makan. Karena Maura tak terbiasa bersantai setelah makan hingga dirinya memutuskan untuk ke kamarnya. Ya, walau ada alasan yang mendasari.
"Mm pa, ma. Rara mau ngekos Mm apakah boleh.?" Tanya Maura sebelum Papa dan Mamanya beranjak dari meja makan.
Sontak perkataan Maura membuat Pria yang disebelahnya menoleh ke arahnya. Sherly dan Eglarpun sama dengan tanda tanya yang menggunung.
"Ngekos? Buat apa ra?" Tanya Sherly penuh tanda tanya. Karena menurut Sherly, Maura sangat anti berjauhan dengannya.
"Iya ma, Maura mau belajar mandiri saja ma. Mm lagipula Mama kan sekarang gak sendiri lagi ada papa dan kak Garvin yang nemenin Mama. Jadi Maura mohon izinin Maura ngekos ma." Pinta Maura dengan popyeyesnya karena itu akan membuat sang mama iba padanya.
"Enggak, papa gak setuju. Walaupun kamu bukan anak kandung papa, Papa akan selalu menjaga kamu Ra. Papa gak setuju dengan keinginan konyol kamu. Kamu itu perempuan jangan pernah tinggal sendirian diluar sana, bagaimana kalau ada orang jahat Ra yang akan mencelakai kamu." Sahut Eglar membuat Garvin terasa lega kala kemauannya di wakili oleh Sang papa.
"Aku jamin pa gak bakal terjadi hal- hal yang papa fikirkan. Dan terima kasih buat papa udah menjaga aku layaknya putri papa tapi Rara mohon pengertiannya pa. Rara mau hidup mandiri pa, lagipula tempat kos Rara deket sama kantor kok pa. Rara janji gak bakal aneh- aneh pa ,suer." Ujar Maura menunjukkan kedua jarinya hingga berbentuk huruf v di depan Eglar.
"Rara udah kerja dikantor?" Ujar Sherly yang kaget kala Maura mengucapkan jika kosnya deket dengan kantor.
Maura hanya menganggukkan kepalanya sembari tersenyum kaku, Apalagi sekilas matanya melirik ke arah Garvin yang terlihat bodoh amat.
"Kerja di kantor mana ra?" Tanya Eglar yang penasaran dengan kantor yang telah menerima putri sambungnya.
"Kantor E...." Belum usai ucapan Maura, Tiba- tiba ucapan Garvin membuat Ketiga orang yang berada di meja makan melihat ke arahnya.
" Biarin ajalah pa, Maurnya jangan di kekang. Gak baik juga kalau terlalu di kekang takut ngelunjak nantinya." Ucapan Garvin seperti sebuah tamparan keras pada diri Maura. Setelah berucap seperti itu Garvin melenggang pergi entah kemana, Suara deru mobil yang diyakini milik Garvin sangat nyaring sekali ditelingannya.
"Segitu bencinya kamu kak." Batin Maura menunduk dan dengan kurang ajarnya air matanya meluruh bersamaan dengan suara mobil Garvin yang sudah hilang. Mungkin saja Garvin sudah pergi membawa mobilnya.
"Bener apa kata Garvin pa, jangan kekang Maura. Biarlah dia mencari jati dirinya sendiri." Sahut Sherly mengusap bahu Eglar.
Deggg....
Ucapan yang terlontar dari bibir Sherly seperti menampar dirinya yang kedua kali. Setelah ucapan Garvin yang menusuk hatinya kini ucapan Sherly juga mampu mengoyak- ngoyak ulu hatinya.
"Jati diri apa ma, Gak perlu cari jati diri karena dia adalah anak mu anak kita. Papa tetep gak setuju." Papar Eglar yang tak suka dengan ucapan Sherly istrinya. Tak lupa dirinya beranjak setelah mengucapkan kata- kata larangan untuk putri kandungnya.
Maura menangkup wajahnya di atas meja makan karena menurutnya sangat susah merayu sang papa. Apalagi kata- kata Garvin dan Sherly masih ternginag di kepalanya. Meskipun hatinya sesak mendengarnya namun dirinya berusaha tersenyum di depan mamanya.
Maura tersenyum ke arah sang Mama sebelum melangkahkan kakinya ke arah samping.
Dengan langkah lesunya, Maura melangkahkan kakinya ke arah kolam renang yang disana sudah ada sang papa yang tengah menikmati kopi. Seperti itulah kegiataan papa kala malam hari dan itupun ketika tak ada kerjaan yang begitu menguras fikiran.
"Pa.." Panggil Maura di pertengahan pintu yang menghubungkan kolam renang dan ruang keluarga. Maura bertekad akan meluluhkan hati Papa barunya yang agak keras mendidikknya. Hanya Garvinlah alasan utama yang membuat Maura kekeh dengan niatnya.
Eglar bergeser sedikit kesamping dan mengkode dengan matanya agar Maura mau duduk di sebelahnya. Tanpa Ragu Maura mendudukkan bokongnya di kursi panjang sebelah Eglar yang tengah menyilangkan kakinya.
"Pa izinin aku ya pa. Aku hanya ingin mandiri pa, serius gak bakal aneh- aneh pa." Seru Maura mencoba merayu Eglar dengan memijat kaki sang papa.
"Nah gitu kan papa enak Ra, Terusin aja kamu kayak gini." Ujar Eglar meregangkan otot- ototnya kala jari mungil putrinya memijat kakinya.
"Ishh papa mah gitu, Aku tiap hari bakal pijet papa kalau papa izinin aku mandiri pa. Boleh ya?" Seru Maura menangkup tangannya di depan dada tak lupa dengan tatapan menggemaskan agar yang dirayunya cepat luluh.
"Kenapa mau pergi dari rumah ini ra? Apa kamu gak nyaman tinggal disini atau jangan- jangan Garvin yang bikin kamu gak nyaman disini.?" Tebak Eglar menatap wajah sang putri yang belum lama ini menjadi putrinya.
Maura sempat tergugu dengan ucapan Eglar namun secepat kilat dirinya menggeleng. Ia tak mau membuat Eglar curiga, mungkin dengan melihat ke arah lain. Eglar takkan bisa membaca gelagat mencurigakan darinya.
"Enggak pa, ini inisiatif Rara sendiri. Dari dulu Rara pengen banget hidup mandiri tanpa melibatkan mama tapi Rara masih memikirkan kesepannya mama kalau aku gak tinggal lagi dirumah pa. Nah, sekarang kan ada papa dan kak Garvin yang bakal menjaga mama biar gak kesepian lagi." Papar Maura saling menautkan jarinya, takut kalau sang papa tau jika itu hanya bualan semata.
Eglar bersandar di belakang kursi, dengan menimbang- nimbang keputusan yang akan diambilnya. Walaupun Maura bukan anak kandungnya tetapi dirinya berusaha menjadi papa yang menjaga buah hatinya seperti kebanyakan.
Tak ada unsur apapun melarang Maura hanya semata- mata berusaha menjaganya saja. Namun jika Maura bersikeras dengan niatnya, dengan berat hati Eglar akan menyetujuinya tapi dengan syarat tertentu.
"Baiklah, jika itu maumu ra. Tapi ada syarat yang harus kamu penuhi Rara." Ucap Eglar dengan berat hatinya. Semula Maura yang terlihat lega harus mengurungkan niatnya kala mendengar ucapan terakhir dari sang papa.
Maura mencebikkan bibirnya kala dirinya termasuk masih di gantung oleh sang papa.
"Syarat apa pa?" Tanya Maura bersedekap dada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
auliasiamatir
papa tirinya pemhertian dan baik
2023-03-05
0
tintakering
syaratnya kopi item seteko😁
2022-10-19
1
✨🥀Dhe carissa RCA🥀✨
Mampir lagi ni thor .. semangat ya
2022-10-08
1