Mila mengarahkan indra penglihatannya keseluruhan tubuhnya, lalu dia memaksakan bibirnya untuk tersenyum.
"Tidak apa-apa dek, kakak baik-baik saja," ujarnya berbohong, karena sampai saat ini Mila masih merasa gemetar. Lalu dia menarik nafas dalam, dan mengeluarkan nya perlahan.
"Benar, kakak baik-baik saja?"
"Iya, dek kakak baik-baik saja."
Kemudian Mila memberanikan diri untuk beranjak dari tempat tidur, dan niatnya saat ini untuk pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Mila melirik ke kiri dan ke kanan, bahkan dia memeriksa kamar mandi sebelum dia memasukinya.
Fadil mengerutkan kening, saat melihat tingkah laku Mila yang menurutnya cukup aneh.
"Dek, jangan tinggalkan kakak sendiri di kamar ini ya."
"Iya kak, lagian aku mau mengerjakan tugas sekolah dulu, jadi aku akan tetap berada di dalam kamar sebelum aku menyelesaikannya."
Mila yang tidak puas dengan jawaban Fadil, kemudian dia kembali memohon pada adiknya agar tidak meninggalkan dirinya.
"Iya kak...iya," ujar Fadil kemudian.
Lalu Mila masuk ke dalam kamar mandi. Tanpa berlama-lama, kemudian dia membuka baju dan segera mengguyur seluruh tubuhnya dengan air menggunakan gayung.
"Akhirnya selesai," ucapnya merasa lega karena tidak ada gangguan sama sekali.
Kemudian Mila keluar dari dalam kamar mandi, dalam keadaan sudah rapi. Lalu dia menghampiri Fadil yang saat ini sedang berpikir keras untuk mengerjakan tugas sekolahnya yang kebetulan pelajaran matematika.
"Belum selesai dek?" tanya Mila.
"Belum kak, sedikit lagi. apa kakak lapar? kalau lapar, kakak duluan saja, lagi pula tadi aku sudah memasak telor ceplok."
Mila terdiam, lalu dia tersenyum. Dalam hati dia merasa sangat senang karena memiliki adik seperti Fadil.
"Nah, akhirnya selesai juga," ujar Fadil sambil merapikan buku pelajarannya, lalu dia memasukkannya kedalam tas.
Kemudian mereka berdua keluar dari dalam kamar, dan berjalan menuju dapur.
Di dapur
Mila membuka tudung saji, dan melihat kalau sudah ada dua biji telur ceplok di atas mangkuk, kemudian dia mengambil piring dan mengisinya dengan nasi putih hangat.
Lalu mereka berdua menikmati makanan sederhana itupun dengan tenang tanpa ada yang bersuara, hanya suara sendok dan garpu saja yang terdengar saling bersahutan.
Selepas makan malam, Mila pun mencuci piring dan adiknya Fadil dengan setia menunggunya di atas kursi. Dan mereka sepakat, mulai hari ini mereka berdua akan terus selalu bersama. Sebab, Mila dan Fadil berpikir kalau mereka terus bersama arwah itu tidak akan berani mengganggu mereka.
"Apakah sudah selesai kak?" tanya Fadil, karena sejak tadi ia merasa tidak nyaman.
"Belum, sedikit lagi, sabar ya dek," jawab Mila.
Tanpa menjawab, kemudian Fadil langsung berlari ke arah kakaknya, lalu dia menarik tangan Mila. Dan membawanya menunduk masuk ke bawah kolong Meja makan.
Mila yang penasaran dengan ulah adiknya Fadil, kemudian dia menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.
Fadil tidak menjawab, dia hanya menaruh jari telunjuk di depan bibirnya. Sedangkan Mila yang mengerti dengan isyarat Fadil Iapun menganggukkan kepala. Dan menuruti apa yang dikatakan oleh adiknya.
Tidak lama kemudian, terdengarlah suara barang-barang jatuh di ruang tamu.
Jantung Mila seakan berhenti berdetak, ia berpikir arwah yang berada di area pemakaman tadi mungkin mengikutinya sampai ke rumah.
"Apa yang harus kita lakukan dek," tanya Mila dengan bahasa isyarat.
Fadil kembali menaruh jari telunjuknya di bibir.
Rupanya arwah itu sedang marah, matanya melotot mencari keberadaan Mila dan Fadil. Namun dia tidak menemukannya sama sekali.
Hingga Fadil dan Mila mendengar suara samar dan terputus-putus.
"Aku datang menagih janji, dan aku ingin kalian segera melakukan tasyakuran untukku dengan memotong kambing yang sangat besar....! mana janji kalian...mana...!"
Arwah itupun terus membanting seluruh perabotan rumah itu. Bahkan kursi pun dia jungkir balikkan.
Deg....
"Apa mungkin itu arwah ibu," batin Mila, kemudian dia berniat untuk menemuinya. Namun langsung di tahan oleh Fadil.
"Jangan kak, kalau menurutku itu bukanlah ibu, itu hanya Jin yang menyerupai almarhum ibu saja. Sebab, yang aku tau orang yang sudah meninggal itu tidak mungkin bangkit kembali," jelas Fadil.
Mila menurut. Sebab, dia juga pernah mendengar Kiyai Nurdin berkata seperti itu.
Tidak lama kemudian, terdengarlah suara derap langkah kaki menuju dapur. Entah itu suara derap langkah kaki atau tidak, yang jelas sekarang Mila dan Fadil melihat bayangan itu menuju kearah mereka.
Mila dan Fadil langsung menutup mulut mereka masing-masing.
Karena melihat, bayangan orang yang berbaju putih lusuh yang dipenuhi oleh darah itu sudah semakin dekat dengan mereka.
Tiba-tiba saja angin berhembus dengan sangat kencang, hingga membuat pintu dapur itupun terbuka lebar.
Brak....
Kini arwah itupun sudah berdiri di ambang pintu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments